Home Berita Agama Mazhab Bung Karno Panji Gumilang dan Khatib Shalat Jumat Perempuan Al-Zaytun

Mazhab Bung Karno Panji Gumilang dan Khatib Shalat Jumat Perempuan Al-Zaytun

Sholat Id di Ponpes Al-Zaytun, Perempuan Campur Laki-Laki

Oleh UMAR MUKHTAR, IMAS DAMAYANTI

Pendiri Ma’had Al-Zaytun Panji Gumilang mendeklarasikan diri sebagai pengikut Mazhab Bung Karno. Dalam Tausiyah Shalat Jumat yang disiarkan secara langsung lewat akun Youtube Al-Zaytun Official, Jumat (28/4/2023), Panji yang menyebut dirinya sebagai Syekh Panji tersebut mengaku terinspirasi oleh salah satu karya Bung Karno, Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 1.

Tausiyah tersebut disampaikan setelah pelaksanaan shalat Jumat. Dalam shalat Jumat tersebut, shaf jamaah masih tampak longgar dengan setelan berjas dan berdasi. Meski demikian, hal tersebut berbeda dengan shalat Idul Fitri yang sempat viral di media sosial karena menampilkan sosok perempuan di shaf depan dan lelaki non-Muslim yang tampak duduk di antara jamaah.

Baca juga: Ternyata Pimpinan Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang Dibui Karena Kasus Pemalsuan

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Sumbawanews (@sumbawanews)

Baca juga: Panji Gumilang: Shalat di Al Zaytun  Perempuan Shaft Didepan, Bermahzab Bung Karno

“Syekh ingat karena ditanya orang, ini mazhab apa? Syekh karena mengagumi orang yang pandangannya luar biasa dalam bidang-bidang ini, Syekh bilang mazhabku adalah Bung Karno, Ahmad Sukarno,” ujar Panji Gumilang.

Dia pun mengutip salah satu tulisan Bung Karno dalam buku tersebut yang memprotes penerapan tabir oleh Muhammadiyah, ormas yang diikuti oleh Bung Karno. Menurut Panji, Bung Karno sempat mengancam akan keluar dari Muhammadiyah jika terus menerapkan praktik tabir. Panji menjelaskan, tabir dipandang oleh Bung Karno sebagai praktik perbudakan sehingga harus dihapuskan.

Baca juga: Muhammadiyah Phobia

“Saat kongres (Muhammadiyah) ke-28 di Medan, (Bung Karno) menulis tentang itu. Akhirnya menjadi ketetapan bahwa tabir tak harus dijalankan, baik itu pertemuan atau di shalat,” tambah Panji.

Setelah menerapkan perempuan bisa berdampingan dengan lelaki, bahkan terkadang berada di shaf depan, Panji lebih jauh mengungkapkan, Center of Education Al-Zaytun akan menampilkan nisa (perempuan) untuk menjadi khatib pada shalat Jumat. Berhubungan dengan kebijakannya tersebut, Panji lantas menceritakan percakapan imajinernya dengan Bung Karno.

Baca juga: Peneliti BRIN Andi Pangeran, Pengancam Bunuh Warga Muhammadiyah Ditangkap di Jombang

Dalam percakapan itu, dia mengaku sempat ditegur Bung Karno karena mengambil langkah itu. Panji pun menjawab, “Bung mengatakan agama itu adalah rasional. Siapa yang tidak rasional bukan beragama. Bung ingat bahwa Bung mengucapkan merdeka. Aku tambah merdeka ruh, merdeka pikir,” ujar Panji.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK) Prof Amany Lubis menjelaskan, praktik shalat berjamaah sudah diatur dalam masing-masing mazhab imam. “Shalat itu sudah diatur dalam mazhab-mazhab yang berbeda, terkait di mana posisi perempuan saat shalat. Dalam konteks pribadi, perempuan shalat di rumah. Di atas sajadahnya itulah masjidnya,” ujar mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, kepada Republika, Jumat (28/4/2023).

baca juga: Keluarga Curiga AKBP Buddy Bukan Meninggal Bunuh Diri tapi Dibunuh Mafia Narkoba

Amany melanjutkan, jika perempuan ingin shalat di masjid, tentu dibolehkan. Dalam mazhab Syafi’i, posisi perempuan saat diimami langsung laki-laki, berada di belakang shaf laki-laki. Ketentuan ini berlaku baik saat melaksanakan sholat berjamaah bersama keluarga di rumah maupun ketika di masjid.

Seiring dengan perkembangan zaman, jelas Amany, posisi perempuan saat melaksanakan shalat berjamaah ada di sebelah laki-laki, tetapi dengan ada pemisah. Inilah yang dilakukan di masjid nasional Masjid Istiqlal dan dibolehkan oleh sebagian ulama. “Yang tidak boleh itu adalah bercampurnya laki-laki dan perempuan di dalam masjid, bersebelah-sebelahan, selang-seling. Ini namanya kacau. Dari berita yang beredar itu, bahwa satu perempuan ada di (shaf) depan dan katanya untuk memuliakan perempuan, ini bukan alasan,” kata dia.

baca juga: Anggota DPR Kakak AKBP Achiruddin Nilai Kasus Aditya Kenakalan Remaja, Habiburokhman: Tak Empati ke Korban

Amany menekankan, ajaran Islam ada untuk memuliakan perempuan dan laki-laki. Seluruh manusia dimuliakan dengan ajaran agama Islam yang benar. Karena itu, tidak perlu berpikir bahwa jika perempuan bermakmum di belakang shaf laki-laki berarti tidak memuliakan perempuan. “Tidak perlu dibandingkan kalau perempuan bermakmum di belakang berarti dipinggirkan atau dibelakangkan. Kita tidak perlu berpikir seperti itu. Untuk itu, perempuan tetap menjadi makmum dan ada di belakang shaf laki-laki,” tuturnya.

Lain halnya jika di Masjidil Haram. Perempuan boleh berada di sebelah laki-laki, tetapi dengan catatan sudah diatur lokasinya. Ada area tertentu untuk shalat laki-laki dan perempuan. “Kalau kita lihat di Masjidil Haram, perempuan boleh berada di sebelah laki-laki tetapi ini sudah diatur.

baca juga: Inilah 10 Cara Jokowi Menjegal Anies Baswedan Sebagai Capres 2024

Amany juga menyampaikan soal bagaimana bentuk pemuliaan terhadap perempuan. Dia mengatakan, perempuan harus sadar akan diri dan posisinya. “Pemuliaan terhadap perempuan adalah ketika perempuan menghormati dirinya sendiri dan tahu posisinya,” ujarnya.

Muslimat Nahdlatul Ulama meminta agar pihak Ma’had Al-Zaitun melakukan penghormatan kepada wanita dengan tidak melenceng dari tata cara yang diajarkan Nabi SAW. Dia menegaskan, Rasulullah sangat menghormati martabat perempuan, tetapi memberikan panduan tata cara shalat berjamaah jika kaum perempuan berada di belakang shaf laki-laki.

“Bentuk penghormatan kepada perempuan ketika shalat berjamaah, ya, seperti yang Nabi lakukan. Karena ini ibadah formal, ya, jangan ditambah atau dikurangi,” ujar Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muslimat NU Mursyidah Thahir kepada Republika, Jumat (28/4/2023).

Menurut Musyidah, tata cara shalat berjamaah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW yakni barisan pertama diisi oleh jamaah laki-laki dewasa dan barisan di belakangnya adalah jamaah anak laki-laki, kemudian selanjutnya jamaah anak perempuan. Sementara itu, barisan terakhir diisi oleh jamaah perempuan dewasa.

Nabi SAW bersabda, “Shaf yang paling baik bagi laki-laki adalah shaf yang paling awal, sedangkan shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling akhir. Dan shaf yang paling baik bagi wanita adalah shaf yang paling akhir, sedangkan shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling awal” (HR Muslim).

Previous articleBest Xiaomi Redmi 7 Custom ROMs
Next articleCari Korban Kapal SB Eveline Calista 01, Bakamla RI Sisir Sungai Tawar
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.