Oleh Mashuri Masyhuda, Komandan Nasional Kokam Tahun 2018
Sumbawanews.com.- Kegaduhan akibat postingan AP Hasanuddin di media sosial bukan masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan materai Rp 10 ribu dalam lembar kertas pernyataan maaf.
Ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah dan umat Islam lainnya yang berlebaran 21 April 2023, diakui yang bersangkutan diposting secara sadar.
Bahkan disertai narasi kebencian selama bertahun-tahun atas perbedaan penentuan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah.(silahkan telusuri postingannya di Facebook Thomas Djamaluddin)
Baca juga: Profesor Thomas dan AP Hasanuddin Linglung?
Baca juga: Akhirnya AP Hasanuddin di Sidang Majelis Etik ASN BRIN
Ancaman yang didahului ungkapan-ungkapan kebencian dalam waktu cukup lama, tentu tidak bisa dinilai sebagai satu kejadian yang spontan atau emosi sesaat, apalagi dinilai ada gangguan psikologis atau gangguan kejiwaan.
Mustahil rasanya orang gangguan kejiwaan bisa menyusun diksi permohonan maaf dengan cepat. Konstruksi berpikir AP Hasanuddin sudah mencerminkan “hate speech” di ruang publik.
Baca juga: AKBP Achiruddin Hasibuan, Ayah Tersangka Aditya Hasibuan Ternyata Punya Gudang Solar Ilegal Tak Jauh dari Rumah Mewahnya
Baca juga: Peneliti BRIN Resmi di Laporkan Muhammadiyah Ke Polisi
Kalau menggunakan cara berpikir AP Hasanuddin yang “anarkis” atas kelakuan dan kegaduhan yang diperbuatnya, yang tidak suka terhadap warga Muhammadiyah yang sering berbeda ijtihadnya dalam menentukan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah, kami warga Muhammadiyah atau setidaknya saya sebagai salah satu kader Muhammadiyah sangat beralasan mengawal kasus ini sampai tuntas delik pidananya.
Baca juga: Tidak Kapok! Profesor Muhammadiyahphobia Thomas Djamaluddin Tetap Bikin Onar di FB
Baca juga: Muhammadiyahphobia! Profesor BRIN Thomas Djamaluddin Akhirnya Minta Maaf
Mengapa demikian? Ada sejumlah alasan, pertama, saya sebagai kader Muhammadiyah turut bertanggung jawab menjaga muruah persyarikatan Muhammadiyah yang sudah lebih 110 tahun berkhidmat untuk NKRI khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan. Tanpa membeda-bedakan, siapapun boleh belajar dan berobat di amal usaha Muhammadiyah.
Kedua, saya sebagai kader Muhammadiyah tentu tidak akan toleran terhadap oknum-oknum seperti AP Hasanuddin yang berani mengancam secara terbuka seluruh warga Muhammadiyah dengan ancaman pembunuhan satu per satu.
Baca juga: Bermula dari Status Profesor Thomas Djamaluddin, Ancaman Pembunuhan Peneliti BRIN kepada Warga Muhammadiyah Viral
Baca juga: Kembali Terjadi! CCTV di Rumah AKBP Achiruddin Rusak Saat Penganiayaan Terjadi
Kalau AP Hasanuddin emosional hanya karena perbedaan penentuan 1 Syawal, apakah lantas saya sebagai kader Muhammadiyah tidak boleh emosional saat ada ancaman pembunuhan yang dilakukan secara sadar di ruang publik.
Ketiga, AP Hasanuddin (APH) yang dalam hal ini memerankan diri sebagai “die hard” Thomas Djamaluddin (TD), keduanya ASN di BRIN, salah satu lembaga negara yang seharusnya netral dan tidak menggunakan jabatannya untuk mendiskriminasi kelompok tertentu yang melakukan ijtihad berdasarkan keyakinannya dalam menjalankan agamanya.
Baca juga: Tegas! LBH PP Muhammadiyah Minta BRIN Pecat dan Proses Hukum Andi Pangerang dan Thomas Djamaluddin
Sikap keduanya yang cenderung memelihara narasi memaksakan kehendak bahkan melemparkan tuduhan tidak taat pemerintah menegaskan keduanya pongah dan arogan.
Selama bertahun-tahun “telunjuk” TD ini umumnya diarahkan ke Muhammadiyah dan nyaris tidak menyinggung ormas Islam atau kelompok lain yang juga menggunakan metode Hisab dalam menentukan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah.
Baca juga: Terkuak! Politisi PSI Pelaku Dargadu, Dahar Tiga Ngaku Dua
Arogansi mereka berdua harus dilawan dengan tegas dan keras, agar paham bahwa hidup di Indonesia fitrahnya memang ber- Bhineka Tunggal Ika, tidak boleh memaksakan kehendak apalagi mengintimidasi kelompok tertentu.
Tiga alasan itu sangat cukup untuk mengawal ketat kasus ini di ranah hukum, terlebih lagi terhadap oknum-oknum niradab yang mengatasnamakan toleransi padahal sesungguhnya mereka tidak sejalan antara kata dan perbuatannya dalam memahami toleransi.
Baca juga: RM Hadea Ditutup Akibat Unggahan Politisi PSI, Warganet: Jubir Tukang Tipu
Kami menempuh jalur hukum sesuai prosedur yang berlaku dan memilih taat atas petunjuk pimpinan Persyarikatan Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir yang mengimbau kami tidak bersikap kerdil dalam pemikiran dan tindakan.
Kami berusaha menunjukkan adab dan kesantunan dalam menghadapi “perilaku buruk” oknum intelektual yang arogan.
Menempuh jalur hukum sebagai bentuk ketaatan terhadap negara dan untuk memberi teladan dalam berbangsa. Persekusi bukan pilihan kader-kader Muhammadiyah bukan karena kami takut atau tidak berdaya.
Baca juga: Terkait Shalat Jamaah Pria Campur Wanita, MUI sudah Endus Ajaran Sesat di Al-Zaytun Sejak 2002
Pertumpahan darah terlalu mahal harganya hanya untuk mempertahankan ego intelektual seperti narasi AP Hasanuddin. Namun, kami berharap keadilan ditegakkan, Laporan sudah disampaikan kepada Bareskrim Polri dan beberapa polda dan polres.
Ancaman pidana atas perbuatan yang bersangkutan harus ditegakkan agar kembali pulih rasa keadilan yang dinodai saat momentum Idul Fitri ini.
Baca juga: Muhammadiyahphobia! Meskipun Deras Kecaman, Profesor BRIN Thomas Djamaluddin tetap Memprovokasi
Permohonan maaf TD dan APH jika dicermati masih menyiratkan pembenaran atas pilihan sikapnya. Bagi saya permohonan maaf itu hanya bisa kami terima jika hukum ditegakkan dan keduanya mendapatkan sanksi setimpal. **
Baca juga: Inilah 10 Cara Jokowi Menjegal Anies Baswedan Sebagai Capres 2024
Baca juga: Denny Indrayana: Sandiaga Uno Akan Menjadi Cawapres Ganjar Pranowo