Home Berita Serial Resensi Buku Ketiga: Menyambut Kolokium Spiritualisme Dunia, LAKU TANTRA PURBA DI...

Serial Resensi Buku Ketiga: Menyambut Kolokium Spiritualisme Dunia, LAKU TANTRA PURBA DI ZAMAN MODERN

Yudhie Haryono
Presidium Forum Negarawan

Ini buku ketiga. Buku bertema spiritual yang dihadirkan untuk menyemarakkan kegiatan temu spiritualis dunia. Judulnya keren, “Tantra Yoga: Pengetahuan Suci tentang Diri, Tuhan Dan Jagad Raya.” Isinya tentu saja keren dan beken. Penerbitnya Persaudaraan Matahari. Dicetak di kota Yogyakarta. Ditulis oleh guru spiritual ternama Setyo Hajar Dewantoro. Jumlah halamannya 464. Berbahasa Indonesia. Diterbitkan pertama pada Februari 2021.

Penasaran dan mau tahu isinya? Tantra, sesungguhnya ilmu kuno nusantara yang diyakini sejumlah kalangan sebagai ilmu tertua di dunia. Ilmu spiritual kuno yang penuh getar pesona. Ini merupakan metoda tentang pembebasan jiwa yang dilandasi pemurnian diri secara energi, karma, emosi dan persepsi (h.7). Ia juga bermakna jalan kesadaran sekaligus laku spiritual untuk melampaui keterbatasan-keterbatasan hingga menjadi diri yang setinggi mungkin.

Baca juga: Resensi Buku: Menghidupkan Pancasila dengan Karya

Sebagaimana karya-karya lainnya, buku karya Setyo ini cukup lengkap, komplit komprehensip. Terdiri dari 3 bagian yang masing-masing bagian terdiri dari beberapa subtema. Mulai dari diskursus ontologinya, epistemnya dan aksiologinya. Dari mikrokosmos (manusia), makrokosmos (semesta), dan isu-isu di seputar pembelokan subtansi tantra.

Jalan tantra itu berundak: shanaya, shamballa, shangrila, shalala. Jalan ini membuat manusia mampu menyatukan mikrokosmos, makrokosmos dan mahakosmos. Mereka lalu menjadi jiwa ilahi, avatar, adhi budha. Mereka menjadi tubuh yang menuhan dan tuhan yang menubuh. Soal-soal pelik ini ditulis dengan apik dan elok sekali. Penulis terlihat sangat menguasai (literaturnya) dan memprakekkan lakunya di keseharian.

Baca juga: Serial Resensi Buku Kedua~ Menyambut Kolokium Spiritualisme Dunia: BISAKAH AGAMA DAN AGAMAWAN BERBEDA BERTEMU?

Jika menilik dari sejarahnya, ilmu tantra sebenarnya sudah lama tertadisi di nusantara. Ia menggunakan aksara. Filosofi ajaran ini adalah jagat raya bermula dari kehendak misterius Sanghyang Suwung, yang tak terkatakan. Kehendak itu kemudian terekspresi melalui swara (sabda). Swara adalah getaran mahadahsyat yang membentuk ruang semesta dalam sebuah pola geometris yang kompleks.

Ketut Sandika, penulis buku, “Tantra: Ilmu Kuno Nusantara (2019),” mengatakan, melalui getaran swara itulah kehidupan tercipta. Swara yang meledak dari titik pusat semesta (Sanghyang Suwung) itu, menyebar ke segala arah, membentuk pusaran-pusaran energi utama. Oleh leluhur nusantara, 10 pusaran energi itu dilambangkan dengan 10 aksara atau Dasaksara.

Baca juga: Serial Resensi Buku: Menyambut Kolokium Spiritualisme Dunia, MENSORGAKAN BUMI INDONESIA

Di mikrokosmos, juga terdapat Dasaksara, yang menempati organ-organ vital dalam tubuh manusia yang secara langsung terkoneksi dengan Dasaksara di jagat raya melalui matriks. Artinya, jika manusia mampu mengakses dan mendayagunakan kekuatan Dasaksara di dalam tubuhnya, maka ia akan “berkesadaran.” Yaitu kesadaran untuk menemukan hakikat diri. Dengan berkesadaran, seseorang bisa mencapai moksa (suci dan berdharma).

Membaca buku karya Setyo menjadikan kita menerima jutaan informasi soal tantra yoga dan berbagai diskursus di sekitarnya. Termasuk pengetahuan bahwa para leluhur mewariskan peradaban spiritual yang demikian agung. Peradaban itulah yang membawa nusantara kuno pada puncak kemegahannya. Penduduk yang kuat, canggih dan bijak; negeri yang damai, sentosa dan sorga di Timur.

Baca juga: Resensi Buku: MENJEMPUT PERBAIKAN DENGAN PANCASILA

Pada peradaban tersebut kita harusnya mewarisi, berguru, mengembangkan untuk menjadikan hidup pribadi maupun negara lebih baik, lebih jenius dan avatar peradaban dunia. Buku ini mengajak kita semua untuk menerapkan ajaran para leluhur di jaman modern; membantu kita mengoptimalkan peran dalam kehidupan; terus bahagia di mana saja.

Terlebih, sejarah mencacat kalau tanah nusantara pernah menjadi salah satu mercusuar tantra dunia yang luarbiasa. Dari zaman ke zaman paradigma, praktik dan tradisi spiritual tersebut sudah menjadi pegangan para raja, pandita dan penekun spiritual nusantara dan dunia.

Tentu saja, metoda tantra yoga sebagaimana diimani penulis, adalah jalan menuju pembebasan jiwa (individu maupun komunitas, bahkan negara). Ini adalah ajaran kuna tentang perluasan kesadaran dan pemurnian diri yang memastikan setiap orang terbebas dari penderitaan; setiap bangsa terbebas dari kepariaan; setiap negara merdeka dari penjajahan.

Lembaran-lembaran dan tesis-tesis di buku ini akan membantu kita semua membuka banyak tabir dan kesalahpahaman mengenai tantra yoga, sekaligus praksis pematrialisasiannya. Tentu saja, tantra yoga bukan hanya milik kelompok agama tertentu, melainkan milik semua orang di dunia, terutama milik nusantara untuk bangkit kembali.

Tantra Yoga sebagai bagian penting dari spiritualitas, pasti memberikan solusi holistik bagi seluruh masalah kebangsaan yang sedang terjadi. Ia menjadikan perikehidupan kita lebih santun, rendah hati, penuh penghargaan, dan kasih sayang, sambil terus berkarya, bekerja keras, berdisiplin, serta pantang menyerah dalam menghadapi berbagai persoalan.

Terlebih, spiritualitas apapun bentuknya pasti terkait dengan masalah kebangsaan dan kenegaraan yang plural; terhubung dengan nilai-nilai kemanusiaan; tertantang pada problema global yang makin pelik dan rumit. Semoga kita makin sentosa dengan tantra. Ayok hadir di kolokium jika tertarik membangkitkan Indonesia agar jaya.(*)

Previous articleResensi Buku: Menghidupkan Pancasila dengan Karya
Next articleBentuk Sinergitas, Babinsa Koramil 1710-07/Mapurujaya Dampingi Kunjungan Kerja Pj. Bupati Mimika
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.