Home Serba Serbi Literasi Resensi Buku: Sejarah Kita adalah Sejarah Bahari

Resensi Buku: Sejarah Kita adalah Sejarah Bahari

Judul Buku: Nasionalisme, Laut dan Sejarah

ISBN: 978-602-9402-57-58

Penulis: Susanto Zuhdi

Penerbit: Komunitas Bambu Depok.

Kelompok: Sejarah.

Tebal: xv + 582 hlm.

Tahun Cetak: 2014

Resensor: Pande Made Oka Iriana

 

Ini termasuk buku lawas yang terbit tahun 2014 yang saya resensi/ulas secara serius lantaran temanya menggugah di masa kini. Tema yang tak pernah lekang karena menyangkut tema Nasionalisme, Laut dan Sejarah sesuai judulnya.

 

Terdiri dari 42 pokok bahasan dan merupakan kumpulan makalah yang saling terkait tentang sejarah kebaharian Indonesia, nusantara kita. Pembahasannya menarik dan multidimensional karena membahas tentang nasionalisme Indonesia.

 

Susanto Zuhdi sebagai ahli sejarah maritim dalam buku ini mengingatkan lebih dalam lagi tentang unsur laut yang dilupakan: selat, teluk, juga aliran sungai yang dapat digali dalam tema kajian dan historiografi.

 

Seperti tulisan yang tercantum dalam sampul buku ini, “Indonesia bukan pulau pulau dikelilingi laut, tetapi laut yang ditaburi pulau-pulau (A.B. Lapian).

 

Indonesia sebagai konsep dapat menggambarkan perjalanan masyarakat kepulauan dengan keragaman budaya dan sejarah lokalnya sehingga melahirkan kesadaran berbangsa atau nasionalisme yang kuat.

 

Modal dasar bangsa kita untuk menyatukan kesemuanya, antara lain: Alam, Tanah Air, Keberagaman Masyarakat serta budaya adiluhung yaitu Pancasila. Ya, pancasila adalah way of life bangsa Indonesia.

 

Ada juga hal yang mengajak kita berpikir jernih, yaitu tesis Onghokham, “bahwa Pancasila bukan ideologi tetapi suatu kontrak sosial. Karenanya, Pancasila mesti dijadikan acuan bertindak bersama dalam kerangka sebuah negara merdeka.

 

Pada hubungan internasional, bangsa Indonesia turut menciptakan perdamaian dunia. Ini tercantum dalam preambule UUD 1945. Bahwa di atas perdamaian, bangsa kita lebih cinta merdeka, seperti yang dicontohkan para founding fathers.

 

Dari 42 makalah yang saling terkait dalam buku ini, saya coba ambil contoh makalah ke-5, “Laut, Sungai dan Perkembangan Peradaban Dunia Maritim Asia Tenggara, Indonesia dan Metodologi Strukturis” (hal. 57-70). Laut dalam konsep Tanah Air Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), adalah yang menyatukan semua wilayah negara. Terdapat 2 karakter pola negara, yaitu negara laut-persungaian dan negara persawahan dataran rendah. Hal ini menghasilkan budaya agraris dan maritim. Dari 2 budaya tersebut bila kita terlena berkelimpahan dan bermalas-malasan, bahwa hidup di khatulistiwa sungguh menyamankan.

 

Padahal, jika itu terjadi maka akan ada budaya yang tertinggal dibanding dengan bangsa lain, yaitu budaya dagang. Hal ini yang menjadi tantangan bangsa Indonesia agar menjadi sejahtera berkepanjangan, gemah ripah loh jinawi.

 

Berbicara sejarah panjang bangsa indonesia, maka sudah saatnya penulisan sejarah dituliskan secara utuh tidak monodisiplin. Tidak hanya di bidang historiography namun interdisiplin termasuk ilmu sosial dan humaniora. Bahkan kekinian perlu juga ada pendekatan spiritual sains (spiritualisme), yang mana dapat mengakses data semesta bagi yang telah murni jiwa raganya. Ini suatu tantangan dan harapan yang jauh dari halusinasi.

 

Lagi, contoh cuplikan yang menarik untuk digaris bawahi pada makalah ke-15, “Bercermin dari Sejarah Menatap Masa Depan Indonesia: Suatu Perspektif Kelautan” (hal. 209-220).

Bukannya tiada ancaman terhadap keutuhan NKRI yang sangat luas ini. Banyak pulau-pulau terluar sudah terlanjur diklaim negara lain seperti pulau Sipadan-ligitan. Juga pulau-pulau kecil yang terbeli atau disewa sebagai milik pribadi dan masuk kawasan privat. Dengan kondisi itu mestinya Indonesia (NKRI) harus tetap sebagai negara yang peduli kepada lautnya hingga terus menjaganya.

 

Prof. A.B. Lapian seorang ahli/bapak sejarah kemaritiman Indonesia, yang diwawancarai oleh Niemeijer, menyatakan: Laut sejarah adalah laut kehidupan, suatu penggambaran bahwa laut memiliki berbagai potensi bagi terpenuhinya kebutuhan kehidupan manusia yang tak diperoleh di daratan. Secara tegas Prof. Lapian berpendapat bahwa “Sejarah Nusantara adalah Sejarah Bahari.”

 

Banyak sekali yang dapat terjelajahi dengan membaca buku ini, pulau-pulau strategis, pelayaran antar pulau nusantara, budaya pesisir, bahkan yang mendunia, seperti pesisir pantai laut jawa, aneka perdagangan yang menyertainya maupun potensi konflik bila kita sebagai bangsa besar lalai menjaganya.

 

Buku ini memberi informasi bahwa betapa pentingnya sejarah kemaritiman Bangsa Indonesia, Konsep Tanah Air, menjaga kedaulatan dan kemerdekaan Bangsa yang terikat dalam kontrak sosial NKRI.

 

Intinya, semangat nasionalisme yang mendunia, yang berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa yang tercantum dalam Pancasila harus mengemuka. Pengetahuan sejarah mesti otentik ditinjau dari interdisiplin ilmu, bebas dari kepentingan penguasa maupun asing yang cenderung menyirnakan atau mendegradasikan kebenaran untuk kepentingan neokolonialisme negara penjajah-penjarah. Selebihnya, terberkati Nusantara, terberkati NKRI. Amitabha.(*)

Previous articleHabib Umar Alhamid Minta Umat Islam Hadiri Istighosah Kubro Keselamatan NKRI dan Kemenangan Palestina 
Next articleWujudkan Ketahanan Pangan Di Wilayah, Babinsa Koramil Mapurujaya Rutin Bantu Petani Dalam Menggarap Lahan Pertanian
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.