Home Berita Tudingan Mahkamah Keluarga Menguat; Paman Gibran Ikut Rapat, Putusan MK Berubah Total

Tudingan Mahkamah Keluarga Menguat; Paman Gibran Ikut Rapat, Putusan MK Berubah Total

Jakarta, Sumbawanews.com.- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tak lepas dari peran dari Paman Gibran Rakabuming Raka, Anwar Usman yang duduk sebagai ketua MK.

Hal ini diungkap oleh Hakim MK Saldi Isra dalam Dessinting Opinion yang dibacakan di gedung MK Senin (16/10/2023) kemarin.

Baca juga: Putusan MK Diluar Nalar, Saldi Isra: Alasan Pemohon Bertumpu pada Pengalaman Gibran

“Ketika Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk memutus Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 pada tanggal 19 September 2023, RPH dihadiri oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu: Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah. Tercatat, RPH tanggal 19 September 2023 tersebut tidak dihadiri oleh Hakim Konstitusi dan sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Hasilnya, enam Hakim Konstitusi, sebagaimana amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51- 55/PUU-XXI/2023, sepakat menolak permohonan dan tetap memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) pembentuk undang-undang. Sementara itu, dua Hakim Konstitusi lainnya memilih sikap berbeda (dissenting opinion),” jelas Saldi.

Baca juga: Dokter Tifa: Sakit Hati ke Ibu Mega, Iriana Ngotot Gibran Jadi Cawapres?

Diungkapkan bahwa dalam RPH berikutnya, masih berkenaan dengan norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017, pembahasan dan pengambilan putusan permohonan gelombang kedua, in casu Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PUU- XXI/2023 (selanjut ditulis Perkara Nomor 90-91/PUU-XXI/2023), RPH dihadiri oleh sembilan Hakim Konstitusi. Beberapa Hakim Konstitusi yang dalam Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 telah memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang (opened legal policy), tiba-tiba menujukkan “ketertarikan” dengan model alternatif yang dimohonkan di dalam petitum Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Padahal, meski model alternatif yang dimohonkan oleh Pemohon dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 secara substansial telah dinyatakan sebagai kebijakan hukum terbuka dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.

Baca juga: Saat Peresmian Kantor Partai, Megawati Kisahkan Loyalitas Lewat Kisah FX Rudy dan Rachmat Hidayat

“Tanda-tanda mulai bergeser dan berubahnya pandangan serta pendapat beberapa Hakim dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU- XXI/2023 tersebut telah memicu pembahasan yang jauh lebih detail dan ulet. Karena itu, pembahasan terpaksa ditunda dan diulang beberapa kali. Terlebih lagi, dalam pembahasan ditemukan soal-soal yang berkaitan dengan formalitas permohonan yang memerlukan kejelasan dan kepastian. Tidak hanya itu, para Pemohon Perkara Nomor 90-91/PUU-XXI/2023 sempat menarik permohonannya dan kemudian sehari setelahnya membatalkan kembali penarikan tersebut. Dengan adanya kejadian tersebut, tidak ada pilihan selain Mahkamah harus mengagendakan sidang panel untuk mengonfirmasi surat penarikan dan surat pembatalan penarikan kepada para Pemohon,” terang Saldi dalam lembar amar putusan dikutip Sumbawanews.com.

Baca juga: Ternyata MK: Akhirnya mengabdi pada Dinasty Istana!

Bahwa terlepas dari “misteri” yang menyelimuti penarikan dan pembatalan penarikan tersebut yang hanya berselang satu hari, sebagian Hakim Konstitusi yang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 berada pada posisi Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang, kemudian “pindah haluan” dan mengambil posisi akhir dengan “mengabulkan sebagian” Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Sepanjang yang bisa ditangkap dan disimpulkan selama pembahasan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut, dari lima Hakim Konstitusi yang “mengabulkan sebagian”, tiga Hakim Konstitusi memaknai norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” memadankan atau membuat alternatif dengan “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Sementara itu, dua Hakim Konstitusi yang berada dalam rumpun “mengabulkan sebagian” tersebut memaknai norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” memadankan atau membuat alternatifnya dengan “pernah atau sedang menjabat sebagai gubernur”.

“Sekalipun memadankan dengan jabatan gubernur, keduanya menyerahkan kriteria gubernur yang dapat dipadankan dengan berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun tersebut kepada pembentuk undang-undang,”lanjutnya.

Baca juga: Sebut MK Bukan Mahkamah Keluarga, Yusril Dirujak Netizen

Bahwa berkenaan dengan sebagian fakta yang diuraikan pada sub- Paragraf [6.26.3] dan sub-Paragraf [6.26.4] di atas, pertanyaan “ringan” dan sekaligus menggelitik yang mungkin dapat dimunculkan: bilamana RPH untuk memutus Perkara Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dihadiri oleh sembilan Hakim Konstitusi, “apakah norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 masih tetap didukung mayoritas Hakim sebagai kebijakan hukum terbuka sebagaimana amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023? Sebaliknya, jika RPH memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tetap sama dengan komposisi Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023, yaitu tetap delapan Hakim tanpa dihadiri Hakim Konstitusi Anwar Usman, apakah Putusan Mahkamah untuk Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 akan tetap sama atau sejalan dengan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023?” tanyanya.

Baca juga: MK Muluskan Gibran Cawapres, Denny Indrayana: Putusan MK = Drama Korea

Menurut Saldi dalam hal ini, secara faktual perubahan komposisi Hakim yang memutus dari delapan orang dalam Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 menjadi sembilan orang dalam Perkara Nomor 90-91/PUU-XXI/2023 tidak hanya sekadar membelokkan pertimbangan dan amar putusan, tetapi membalikkan 180 derajat amar putusan dari menolak menjadi mengabulkan, meski ditambah dengan embel-embel “sebagian”, sehingga menjadi “mengabulkan sebagian”.(sn01)

Previous articlePutusan MK Diluar Nalar, Saldi Isra: Alasan Pemohon Bertumpu pada Pengalaman Gibran
Next articleRachmat Hidayat serahkan Bantuan dan Resmikan Gedung Serba Guna Kantor Desa Pringgabaya Utara
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.