Home Berita Putusan MK Diluar Nalar, Saldi Isra: Alasan Pemohon Bertumpu pada Pengalaman Gibran

Putusan MK Diluar Nalar, Saldi Isra: Alasan Pemohon Bertumpu pada Pengalaman Gibran

Jakarta, Sumbawanews.com.- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan karpet merah kepada Putera Jokowi, Gibran Rakabuming Raka atas pengalamannya sebagai Walikota Solo menjadi salah satu acuan diterimanya permohonan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan pemohon Almas Tsaqibbirru Re A yang merupakan salah seorang mahasiswa UNS.

“Bahkan, secara kasat mata, permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menggunakan “pengalaman” sekaligus “keberhasilan” Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai acuan,” ungkap Hakim MK Saldi Isra saat membacakan Dessinting Opinionya di MK, Senin (16/10/2023) sore.

Baca juga: Dokter Tifa: Sakit Hati ke Ibu Mega, Iriana Ngotot Gibran Jadi Cawapres?

Menurut mantan aktivis ini, permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak menyandarkan alasan-alasan permohonannya pada pejabat yang dipilih (elected official). Dengan adanya lompatan kesimpulan seperti termaktub dalam amar Putusan a quo, tidak salah dan tidak terlalu berlebihan munculnya pertanyaan lanjutan, “haruskah Mahkamah bergerak sejauh itu?” tanyanya dikutip Sumbawanews.com dari lembar amar putusan.

Menurut Saldi, pertanyaan mendasar yang tidak boleh tidak harus dimunculkan: bisakah lompatan nalar tersebut dibenarkan dengan bersandar pada hukum acara, yang secara prinsip hakim harus terikat dan mengikatkan dirinya dengan hukum acara? Sependek yang bisa dipahami, hakim dapat sedikit “bergeser” dari petitum untuk mengakomodasi permohonan “putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)”.

Baca juga: Saat Peresmian Kantor Partai, Megawati Kisahkan Loyalitas Lewat Kisah FX Rudy dan Rachmat Hidayat

“Sepahaman saya, celah untuk sedikit bergeser hanya dapat dilakukan sepanjang masih memiliki ketersambungan dengan petitum (alasan-alasan) permohonan. Namun setelah membaca secara komprehensif dan saksama Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, alasan permohonan (petitum) jelas-jelas bertumpu pada “berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” papar Saldi lebih lanjut.

Seperti diketahui terhadap putusan Mahkamah a quo, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari 2 (dua) orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, serta terdapat pula pendapat berbeda (dissenting opinion) dari 4 (empat) orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.

Baca juga: Ternyata MK: Akhirnya mengabdi pada Dinasty Istana!

Sebelumnya Ketua MK Anwar Usman yang merupakan paman dari Gibran membacakan amar putusan dengan isi:
1.Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
2.Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”;
3.Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

(sn01)

Previous articleTernyata MK: Akhirnya mengabdi pada Dinasty Istana!
Next articleTudingan Mahkamah Keluarga Menguat; Paman Gibran Ikut Rapat, Putusan MK Berubah Total
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.