Home Berita Jangan Main-Main dengan Raja Jawa

Jangan Main-Main dengan Raja Jawa

Oleh Prihandoyo Kuswanto

Ketua Pusat Study Kajian Rumah Panca Sila

Ucapan itulah yang memicu kesadaran rakyat dan Alam semesta untuk menumbangkan Raja Jawa dan Kroni kroni nya.

Berawal dari perbuatan jahat para pengamandemen UUD 1945 yang mengabaikan rakyat pemilik negara tanpa persetujuan rakyat dan didahului penghapusan Tap MPR dan UU tentang Referendum sehingga rakyat tidak diajak bicara apalagi diikuti sertakan dalam mengamandemen UUD 1945.

Itu adalah penghinaan pada Amanat penderitaan rakyat

Bukan hanya rakyat yang marah roh pendiri bangsa dan alam semesteran marah atas kemungkaran ini.

Merusak negara yang dirahmati Allah diubah menjadi sekuler dan padahal negara ini didirikan atas berkat rahmat Allah dan didorongkan ke inginkan luhur .

Yang menyedihkan justru NU dan Muhammadyah

Tidak bisa melihat keadaan bangsa ini justru mau diajak melanggar konstitusi dengan menerima konsensi tambang .

Padahal Pasal 33 ayat 3

“Berbunyi Bumi air dan kekayaan yang ada didalam nya dikuasai Negara dan sebesar besar nya untuk kemakmuran rakyat.”

Rupa nya NU dan Muhammadyah di jebak seakan madu padahal racun .

Ukuran nya bukan asing Oligarkhy menguasai tambang masak NU dan Muhammadyah tidak boleh .Harus nya NU dan Muhammadyah itu pemilik negara justru harus menegakan konstitusi habisi semua asing dan oligarkhy yang menggarong kekayaan ibu pertiwi dan menegakan konstitusi harus nya tidak terjebak pada hal yang demikian.

Berhentilah semua partai politik, lembaga negara dan penguasa membohongi rakyatnya yang mengatakan negara berideologi Pancasila.

Padahal sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 negara sudah diganti dengan sistem Presidensiil yang basisnya individualisme, liberalisme, dan kapitalisme.

Kekuasaan diperebutkan dengan banyak -banyakan suara, kalah menang, pertarungan, kuat kuatan, curang curangan, caci maki dan permusuhan yang jelas bertentangan dengan nilai -nilai Pancasila.

Dari kajian kami di Rumah Pancasila usul tersebut kurang tepat sebab selama ini penggantian UUD 1945 dengan UUD 2002 justru yang harus diselamatkan bukan hanya soal pilpres tetapi mengembalikan negara ini semua untuk semua, mengembalikan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, mengembalikan kedaulatan adalah rakyat bukan kedaulatan ketua partai politik.

Negara tidak boleh lagi hanya dimiliki oleh satu golongan yaitu golongan partai politik.

Negara harus dikembalikan pada kedaulatan rakyat yang tercermin di dalam konfigurasi MPR yang mencerminkan Bhinneka Tunggal Ika.

Tidak boleh ada raja Jawa ya harus ditumbangkan sebab yang mendirikan negara ini adalah amanat penderitaan rakyat bukan Raja Jawa .

Jika pendahulu kita misal HOS Tjokroaminoto mendapat julukan Raja Jawa tanpa makota sebab seluruh jiwa raga nya untuk mengangkat harkat dan martabat Rakyat Indonesia Asli dengan kesadaran untuk merdeka.

Begitu juga dengan Hamangkubuono ke IX sebagai raja Jawa asli justru beliau mengatakan Tata Untuk Rakyat semua rakyat Jogya mencintai beliau karena kepedulian nya terhadap rakyat nya.

Bukan Raja Jawa Palsu yang justru negara dibangun dinasty untuk kemakmuran keluarga dan anak anak nya dengan model glembuk sana glembuk sini.

Mungkin hari hari kedepan akan ada peristiwa besar sebab rakyat sudah marah sudah dalam titik nadir tidak ada jalan lain selain mengembalikan kedaulatan rakyat kembali ke UUD 1945 dan Pancasila.

Previous articleKetahanan Pangan KSB Gelar Gerakan Pangan Murah di 8 Kecamatan
Next articleNTB Tambah Medali Emas Dari Cabor Domino Kategori Berdikari Terbuka
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.