Home Blog Page 2422

Berita Foto : Panglima TNI Terima Laporan Kenaikan Pangkat 66 Pati TNI

(Puspen TNI). Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P. menerima laporan kenaikan pangkat 66 Perwira Tinggi (Pati) TNI, terdiri dari 26 Pati TNI AD, 22 Pati TNI AL dan 18 Pati TNI AU, bertempat di Aula Gatot Soebroto Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (7/4/2018).

Adapun Pati TNI yang naik pangkat antara lain Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Letjen TNI Dr. Yoedhi Swastanto, M.B.A., Wakil Kepala Staf TNI AU (Wakasau) Marsdya TNI Wieko Syofyan dan Inspektorat Jenderal (Irjen) TNI Letjen TNI Muhamad Herindra, M.A., M.Sc. (Badar/Puspen TNI)

Panglima TNI Tinjau Kapal Selam Pesanan TNI AL Di Korea Selatan

(Puspen TNI. Sabtu, 7 April 2018).  Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P., melaksanakan kunjungan kerja dalam rangka meninjau kesiapan Kapal Selam  KRI Ardadedali-404 yang dipesan pemerintah Indonesia di galangan kapal  Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME), Korea Selatan, Jumat (6/4/2018).

 

Dalam kunjungan kerja tersebut, Panglima TNI beserta rombongan disambut oleh pimpinan perusahanan DSME Korea Selatan Mr. Sung Leep Jung beserta staf dan  selanjutnya menerima penjelasan dari staf perusahaan secara garis besar  tentang perkembangan perusahaan galangan kapal yang telah mendapat kepercayaan membangun kapal selam pemerintah RI.

 

Dalam kesempatan tersebut Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menyampaikan ucapan terima kasih atas sambutan yang hangat dari pimpinan dan staf perusahaan galangan kapal DSME Korea Selatan.

 

Selanjutnya Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan selama ini  telah terjalin dengan sangat baik. Kerja sama tersebut saat ini terlaksana dalam pembangunan kapal pesanan pemerintah Indonesia dalam hal ini PT PAL  dengan DSME Korea Selatan  yang disertai dengan  mekanisme kerja sama transfer teknologi (ToT).

 

Panglima TNI juga menyampaikan kepada pimpinan DSME, bahwa pemerintah Indonesia telah menerima pesanan pertama kapal selam dengan nama KRI Nagapasa-403 yang dilengkapi teknologi modern. Kapal selam tersebut  saat ini telah digunakan dalam kegiatan operasi di perairan yurisdiksi nasional Indonesia.

 

Lebih lanjut Panglima TNI mengharapkan KRI Ardadedali-404, pesanan kapal selam ke dua pemerintah RI dari galangan kapal DSME ini mempunyai sistem teknologi yang sama bahkan bisa ditingkatkan lagi lebih modern dari kapal selam sebelumnya.

 

Pada kesempatan ini pula, Panglima TNI mengucapkan terima kasih kepada pimpinan DSME bahwa para tenaga ahli Indonesia sudah mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam membuat kapal selam sejak awal proses.

 

Pembangunan kapal selam yang ketiga yang sekarang dilaksanakan pengerjaannya oleh PT PAL bekerja sama DSME diharapkan akan mendapatkan hasil yang sama melalui proses alih teknologi dan memiliki kemampuan seperti kapal selam yang diproduksi Korsel, tambahnya.

 

Turut hadir dalam rangkaian kunjungan kerja Panglima TNI, Asintel Panglima TNI Mayjen TNI Benny Indra Pujihastono, S.I.P., Aslog Panglima TNI Laksda TNI Ir. Bambang Naryono, M.M., Kapuspen TNI Mayjen TNI M. Sabrar Fadhilah, Kapuskersin Laksma TNI Tatit Eko Witjaksono , S.E., M.Tr (Han),   Kadisadal Laksma TNI Prasetya Nugraha, S.T. dan Marsma TNI Khairil Lubis.

 

Dalam rangkaian kunjungan kerja Panglima TNI di Korea Selatan ini  juga didampingi oleh Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI  untuk Korea Selatan H.E. Mr. Umar Hadi dan Komandan Satuan Tugas Proyek Pengadaan Kapal Selam Laksma TNI Iwan Isnurwanto M.AP., M.Tr (Han) serta Athan RI untuk Korea Selatan Kolonel Laut (E) Oka Wirayudha. (Badar/Puspen TNI)

Ketum Dharma Pertiwi : Jangan Sampai Lingkungan Komplek TNI Terlibat Narkoba

(Puspen TNI).  Jangan sampai ada keluarga dan lingkungan komplek TNI di daerah manapun yang terlibat dalam penggunaan maupun pengedar narkotika dan obat-obatan berbahaya narkoba.  Untuk itu, mari tunjukkan kepada bangsa Indonesia bahwa lingkungan tempat tingal atau komplek TNI betul-betul bebas dari narkoba, diharapkan keluarga TNI akan melahirkan generasi penerus bangsa bebas narkoba yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan dan pembangunan menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur.

 

Hal tersebut ditegaskan Ketum Dharma Pertiwi Ibu Nanny Hadi Tjahjanto saat memberikan ceramah tentang bahaya narkoba dihadapan 1.400 personel TNI, PNS, Ibu-ibu Pia Ardhya Garini, Taruna/Taruni AAU dan Siswa SMU Angkasa dalam rangka Peringatan Ke-72 HUT TNI AU tahun 2018, bertempat di Hanggar Skadron-2 Wing 1 Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (7/4/2018).

 

Menurut Ibu Nanny Hadi Tjahjanto, sebagai komponen bangsa yang sangat berkepentingan dengan keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara, baik sebagai prajurit TNI maupun Ibu-ibu yang tergabung dalam organisasi kewanitaan di lingkungan TNI, sudah seharusnya ikut berperan aktif dalam mengawal dan menyiapkan generasi penerus berkualitas yang bebas dari pengaruh narkoba. “Untuk menyelamatkan bangsa ini dari kehancuran yang disebabkan oleh narkoba dibutuhkan kepedulian yang tinggi baik, kepada diri sendiri, keluarga dan lingkungan masyarakat,” ucapnya.

 

Ketum Dharma Pertiwi menuturkan bahwa pondasi utama penyokong tegaknya bangsa ini dimulai dari keluarga dan ketika keluarga hancur, rapuh pula bangunan bangsa dan negeri ini. Selanjutnya, keberlangsungan kehidupan suatu masyarakat, bangsa dan negara, ditopang oleh hadirnya generasi penerus yakni generasi muda penuh inovatif dan kreatif.  “Jika generasi muda sudah kehilangan masa depan, gamang menatap hidup, lantas apalagi yang bisa diharapkan bagi kehidupan bangsa ini dimasa yang akan datang,” ucapnya.

 

Lebih lanjut Ketum Dharma Pertiwi menyampaikan bahwa maraknya penyalahgunaan narkoba yang semakin hari semakin mengkhawatirkan merupakan salah satu persoalan besar yang tengah dihadapi bangsa Indonesia dan juga bangsa-bangsa lainnya di dunia saat ini.  “Dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan narkoba baik secara fisik, psikis, sosial, ekonomi, budaya dan moral yang tampak jelas hadir dihadapan kita adalah alasan kuat mengapa barang haram tersebut menjadi musuh bersama masyarakat negeri ini,” ujarnya.

 

Mengakhiri ceramahnya, Ibu Nanny Hadi Tjahjanto mengatakan bahwa upaya menghindarkan diri sendiri dari bahaya penyalahgunaan narkoba, setidaknya dapat dilakukan melalui tiga cara. Pertama, meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT seraya memohon agar terhindar dari bahaya narkoba. Kedua, membentengi diri dari kemungkinan menjadi pengkonsumsi narkoba. Ketiga, hendaklah selalu ingat bahwa apapun yang dilakukan hari ini pada dasarnya adalah tabungan masa depan. Bila kita menabung kebaikan dan kemuliaan hari ini, maka kebaikan dan kemuliaan itulah yang akan dipetik di masa depan, termasuk di akhirat nanti. Sebaliknya, keburukan yang dilakukan hari ini, termasuk menghancurkan diri sendiri dengan mengkonsumsi narkoba, pada dasarnya adalah menghancurkan masa depan kita sendiri.

 

Turut hadir dalam acara tersebut, diantaranya Kasau Marsekal TNI Yuyu Sutisna, Wakasau Marsdya TNI Wieko Syofyan, Ketum Pia Ardhya Garini Ibu Ayu Yuyu Sutisna dan Ketua Harian Dharma Pertiwi beserta Pengurus Pusat Dharma Pertiwi. (Badar/Puspen TNI)

Berita Foto : Panglima TNI Hadiri Perayaan Dharmasanti Nasional di Mabes TNI

(Puspen TNI).  Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P. hadir mendampingi Presiden RI Ir. H. Joko Widodo pada acara Dharmasanti Nasional Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940 yang diikuti 3.000 umat Hindu, terdiri dari TNI, Polri, PNS dan masyarakat se-Jabodetabek serta perwakilan Parisada Provinsi dari seluruh Indonesia, bertempat di GOR Ahmad Yani Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (7/4/2018).

Perayaan Dharmasanti Nasional Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940 mengusung tema “Melalui Catur Brata Penyepian Kita Tingkatkan Soliditas Sebagai Perekat Keberagaman Dalam Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. (Badar/Puspen TNI)

Panglima TNI : Kapal Selam KRI Ardadedali-404 diawaki Prajurit Pilihan

(Puspen TNI. Sabtu 7/4/2018). Kapal Selam KRI Ardadedali-404 diawaki prajurit-prajurit pilihan TNI Angkatan Laut dan  tidak semua prajurit TNI AL memiliki kesempatan untuk bisa melaksanakan operasi bawah laut.

 

Demikian  dikatakan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P., pada saat memberikan pengarahan kepada   prajurit TNI AL yang mengawaki Kapal Selam KRI Ardadedali-404 dalam rangkaian kunjungan kerja di Galangan DSME, Okpo, Korea Selatan, Jumat (6/4/2018).

 

Lebih lanjut  Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menyampaikan, prajurit TNI AL sebagai pengawak kapal selam  diperlukan suatu kualifikasi yang benar-benar mumpuni terutama memiliki ketabahan.

 

Motto Kapal Selam RI “Tabah Sampai Akhir adalah motto yang mudah diucapkan namun susah dilaksanakan pada saat melaksanakan operasi bawah laut yang  dapat memakan waktu cukup lama,” ujarnya.

 

Selain itu Panglima TNI menambahkan prajurit pengawak Kapal Selam RI mempunyai  ketabahan luar biasa, berpisah dengan keluarga dan tidak tahu apa yang akan terjadi di bawah laut, hidup dalam situasi seperti  itulah tugas pengawak kapal selam.  “Ketabahan yang dimiliki oleh awak Kapal Selam RI memiliki satu tujuan utama dalam rangka melaksanakan tugas menegakkan kedaulatan NKRI,” kata Panglima TNI.

 

Panglima TNI juga menyampaikan bahwa “kapal selam memiliki nilai yang sangat strategis dan sekaligus memberi efek deterens yang sangat kuat bagi negara kita dalam menjaga dan mempertahankan keutuhan wilayah, oleh karena itu kita harus memiliki prajurit terlatih untuk mengawaki kapal selam dalam rangka memperkuat Armada TNI AL,” katanya.

 

Selanjutnya Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan pemerintah RI mengapresiasi seluruh prajurit pengawak Kapal Selam RI dengan memberikan perhatian dibidang kesejahteraan serta memberikan  tunjangan khusus kepada prajurit TNI yang bertugas sebagai awak Kapal Selam.

 

Panglima TNI dalam kesempatan tersebut mengucapkan terima kasih atas dedikasi dan professionalisme yang sudah dilaksanakan kepada seluruh awak  KRI Ardadedali-404 yang telah menjalani pelatihan selama 12 bulan dalam rangka mengoperasikan kapal selam.

 

Selanjutnya dengan rencana pelayaran penyeberangan  dari Korea Selatan ke Indonesia tanggal 23 April 2018,  KRI Ardadedali-404 dibawah Komandan Letkol Laut (P) Widya Poerwandanu beserta awak kapal sejumlah  9 Perwira, 16 Bintara  dan 15 Tamtama.

 

Sehubungan dengan pelayaran penyeberangan, Panglima TNI  mendoakan semua bisa berjalan dengan baik dan menyampaikan pesan kepada awak kapal selam. “Titip Alutista ini dan  benar-benar dijaga dalam pelayaran penyeberangan menuju Indonesia, catat apabila ada permasalahan secara teknis, laporkan kepada pimpinan secara berjenjang dan nanti akan segera ditindaklanjuti,” ujarnya.

 

Turut hadir dalam rangkaian kunjungan kerja Panglima TNI, Asintel Panglima TNI Mayjen TNI Benny Indra Pujihastono, S.I.P., Aslog Panglima TNI Laksda TNI Ir. Bambang Naryono, M.M., Kapuspen TNI Mayjen TNI M. Sabrar Fadhilah. Kapuskersin Laksma TNI Tatit Eko Witjaksono , S.E., M.Tr (Han), Kadisadal Laksma TNI Prasetya Nugraha, S.T. dan Marsma TNI Khairil Lubis.

 

Dalam rangkaian kunjungan kerja Panglima TNI di Korea Selatan ini  juga didampingi oleh Duta besar Luar Biasa RI  H.E. Mr. Umar Hadi dan Athan RI untuk Korea Selatan Kolonel Laut (E) Oka Wirayudha serta, Komandan Satuan Tugas Proyek Pengadaan Kapal Selam Laksma TNI Iwan Isnurwanto M.AP., M.Tr (Han). (Badar/Puspen TNI)

Panglima TNI Courtesy Call Dengan FCHM UNIFIL

(Puspen TNI. Jumat, 6 April 2018).  Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P.  melaksanakan Courtesy Call dengan Force Commander And Head Of Mission Of The United Nations Interim Force In Lebanon (FCHM UNIFIL) Major General Michael Beary, bertempat di Force Commander Building, Naqoura, Lebanon, kemarin.

 

Dalam kunjungan Panglima TNI di dampingi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Lebanon H.E. Mr. Achmad Chozin Chumaidy, Asintel Panglima TNI Mayjen TNI Benny Indra Pujihastono, S.I.P., Aslog Panglima TNI Laksda TNI Ir. Bambang Naryono, M.M., Kapuspen TNI Mayjen TNI M. Sabrar Fadhilah, Dan PMPP TNI Brigjen TNI Victor Hasudungan Simatupang , M.Bus, Waasops Panglima TNI Marsma TNI Khairil Lubis dan Penasehat Militer Perwakilan Tetap Republik Indonesia (Penmil pada PTRI PBB) Brigjen TNI Fulad, S.Sos., M.Si.

 

Pada kesempatan tersebut, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menyampaikan ucapan terima kasih atas sambutan hangat dan dukungan yang diberikan Force Commander selama kunjungan kerja Panglima TNI dan rombongan pada saat mengunjungi Kontingen Garuda di Lebanon dan UNIFIL. Panglima TNI juga mengapresiasi kepemimpinan Force Commander yang selama ini dapat mengendalikan misi UNIFIL dengan baik.

 

Panglima TNI juga menyampaikan telah meninjau daerah operasi Indobatt di  Sector East, tepatnya di UNP 7-1 dan daerah patrol Indobatt di Panorama Point (dekat Blue Line). Panorama Point sebagai salah satu daerah di wilayah perbatasan yang digunakan dalam melaksanakan tugas observasi dan pengamanan.

 

Lebih lanjut Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menyampaikan bahwa Kontingen Garuda Satgas Indobatt terlibat dalam memberikan dukungan pelayanan kesehatan kepada masyarakat lokal Lebanon disekitar daerah operasi Indobatt. Panglima TNI juga mengharapkan UNIFIL dapat memfasilitasi tambahan berupa tenaga medis, khususnya dokter gigi (dentist) dan peralatan medis di ambulans bagi Indobatt dalam rangka memberikan dukungan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

 

Panglima TNI menambahkan dalam rangka mendukung Satgas MTF di KRI Usman Harun-359 pada kegiatan operasi akan segera diwujudkan dukungan helikopter dalam waktu dekat.

 

Pada kesempatan yang sama,  Force Commander  Major General  Michael Beary menyambut baik kunjungan kerja Panglima TNI beserta rombongan dalam meninjau Kontingen Garuda diantaranya Satgas Indobatt dan Satgas MTF. Lebih lanjut Force Commander UNIFIL menyampaikan bahwa kontingen TNI telah menjadi bagian integral dari UNIFIL.

 

Major General Michael Beary juga menambahkan bahwa selama ini semua unsur Kontingen Garuda yang tergabung dalam Satgas maupun Staff Officer di UNIFIL HQ telah mampu bekerjasama dengan kontingen pasukan perdamaian dari negara lain dalam mendukung misi UNIFIL. (Badar/Puspen TNI)

Menakar Nilai Penistaan Agama Dalam Puisi “Ibu Indonesia”: Kajian Linguistik Forensik

Menakar Nilai Penistaan Agama Dalam Puisi “Ibu Indonesia”: Kajian Linguistik Forensik
Oleh: Mahsun

  • Guru Besar Ilmu Bahasa, Universitas Mataram
  • Kepala Badan Bahasa Kemendikbud Priode 2012—2015

Pembacaan puisi “Ibu Indonesia” oleh Ibu Sukmawati Soekarnoputri (SS), pada acara pembukaan perayaan 29 tahun kreasi perancang Anne Aventie yang digelar 29 Maret 2018 di Jakarta Convention Center, menuai kritik dari berbagai kalangan, karena dalam puisi yang juga ditulisnya itu mengadung pesan merendahkan syariat Islam, khususnya menyangkut hijab/cadar dan azan, Walaupun telah meminta maaf, laporan ke pihak berwajib dari berbagai kalangan agar SS diproses secara hukum tetap berjalan. Persoalannya, benarkah dalam puisi yang berjudul “Ibu Indonesia” itu mengandung pesan merendahkan agama Islam? Apabila dalam bukti itu mengndung unsur penistaan agama, lalu apakah tindak kejahatan itu dilakukan secara sadar atau tidak? Oleh karena bukti yang menjadi tempat diduga terjadinya tindak kejahatan penistaan agama itu berupa puisi, berupa bukti verbal, maka pendekatan yang dapat dilakukan adalah pendekatan dari analisis linguistik forensik. Hal itu disebabkan, linguistik forensik merupakan bidang linguistik terapan yang berusaha menganalisis secara saintifik sampel kebahasaan yang menjadi bukti tindak kejahatan untuk tujuan penegakan hukum (Mahsun, 2018 dalam bukunya “Linguistik Forensik”).

Puisi merupakan salah satu jenis teks, genre sastra yang bersifat non penceritaan, karena dalam puisi tidak mengenal alur penceritaan, sebagaimana dalam cerpen atau novel. Dalam bukunya yang berjudul “Sastra dan Ilmu Sastra”, Teeuw (1988), dengan mengutif pendapat Roman Jakobson (1960) menyebutkan bahwa puisi merupakan karya sastra yang memiliki bentuk paling khas dan tipikal dengan penekanannya pada fungsi fuitiknya. Dalam fungsi puitik, aspek pemakaian kata/bahasa menjadi unsur yang dipentingkan, tentu dengan tidak mengabaikan fungsi bahasa lainnya, karena setiap teks, enre apa pun selalu memiliki tujuan sosial. Sebagai contoh, penggunaan pronomina/kata orang “aku” atau bentuk klitika “ku-” dalam kosnstruksi puisi Ibu Indonesia: <Aku tidak tahu syariat Islam. Yang kutahu sari konde…>; yang dipertentangkan dengan pronomina berupa klitika “-mu”, pada konstruksi: <Lebih cantik dari cadarmu>. Penggunaan pronomina aku/ku- pada konstruksi kalimat dalam puisi itu tidak dapat dimaknai sebagai pronomina yang merujuk pada seseorang yang membaca/membuat puisi itu, dalam hal ini SS, tetapi merujuk pada pihak yang ke-aku-annya dijabarkan dalam puisi itu, yaitu pihak yang menganut paham bahwa budaya Ibu Indonesia itu adalah menggunakan “Konde” dan melantunkan “Kidung”. Begitu pula pronominal: -mu-, tidaklah merujuk pada mitra wicara, yang berupa orang kedua tunggal, sebagaimana dipahami maknanya dalam bahasa sehari-hari, tetapi merujuk pada pihak yang menggunakan/percaya pada hijab/cadar dan azan sebagai syariat agamanya, yang dalam hal ini umat Islam. Atas dasar itu, Roman Jakobson (1968) mengajukan satu prinsip konstitutif puisi, yaitu ekuivalen, dalam satu rumusan konstruksi yang sangat terkenal dan dijadikan pegangan dalam analisis puisi, yaitu bahwa, “fungsi puitik memproyeksikan prinsip ekuivalensi dari poros seleksi parataksis/paradigmatik ke poros seleksi sintaksis/sintagmatik”. Bagaimana prinsip fungsi puitik itu diterapkan dalam puisi “Ibu Indonesia”. Pertama-pertama mari kita bandingkan kalimat pertama puisi itu: < Aku tak tahu syariat Islam>, dengan kalimat kedua: < Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah>. Pertanyaannya, mengapa kata “sari” dipilih untuk diurutkan dalam susunan sintaksis dengan kata “konde”, mengapa bukan kata: “saripati, pati, inti, pokok” yang dalam Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa (sekarang Badan bahasa) yang diterbitkan bekerja sama dengan penerbit Mizan (2009) merupakan daftar kata-kata yang memiliki hubungan paradigmatik dengan kata “sari” (kata-kata itu bersinonim sehingga memiliki ekuivalensi semantis dan dapat saling menggantikan dengan tidak mengubah kegramatikalan kalimat). Dipilihnya kata “sari” untuk membentuk konstruksi “sari konde” agar kata ini memiliki kesepadanan/ekuivalen dengan sukukata “sari” pada kata “syariat”. Jadi ada penekanan pada kesamaan rima/bunyi. Hal yang sama terjadi pula pada kalimat 14: < Aku tak tahu syariat Islam> dan kalimat 15: <Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok >. Dipilihnya kata “suara”, bukan kata: “bunyi” pada konstruksi <…suara kidung…>, yang bersinonim dengannya (ekuivalen secara semantis) dan sebagai daftar kata yang memiliki hubungan paradigmatik untuk diseleksi pada kombinasi sintaksis/sintagmatik, karena pada kata “suara” terdapat kesamaan bunyi dengan suku kata “syari(at)”, yaitu bunyi: <sy – s >, bunyi <r> dan vokal <a>. Apabila menggunakan kata <bunyi> sehingga menjadi konstruksi <bunyi kidung> maka efek ekuivalensi/kemiripan rima atau bunyi tidak terpenuhi. Prinsip ekuivalensi dari poros seleksi sintagmatik menuju poros kombinasi, terjadi juga antarkalimat yang letaknya berjauhan, tetapi pada konstruksi yang pesannya sama. Bandingkan jika di satu sisi kalimat (1): <Aku tak tahu syariat Islam > diikuti kalimat ke 15: <Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok > dengan sisi yang lain, kalimat 14: <Aku tak tahu syariat Islam >, lalu diikuti kalimat 2: < Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah>. Kekuatan pengungkapan fungsi puitik melalui seleksi kalimat (1) digabung dengan kalimat (2) dan kalimat (14) dengan kalimat (15) jauh lebih kuat pada penekanan kelebih-samaan unsur rima atau bunyinya dibandingkan dengan pengungkapan melalui seleksi kalimat (1) digabung dengan kalimat (15) dan seleksi kalimat (14) digabung dengan kalimat (2). Keindhan efek rima jauh lebih kuat pertentangan antara: <syari(at)> dengan <sari (konde)> dibandingkan dengan pertentangan antara: <syari(at) dengan <suara (kidung)>. Tampaknya penulis puisi “Ibu Indonesia” sangat piawai dalam diksi kata untuk memperkuat pengungkapan pesan yang hendak disampaikan melalui puisinya. Dimulai dengan kata-kata yang memiliki unsur kesamaan bunyi yang lebih banyak lalu diikuti kata-kata yang kadar kemiripan lebih rendah. Dipilihnya pasangan kalimat (1) dan (2) dipandang lebih memberi nilai hentakan akan pentingnya pesan yang hendak disampaikan. Lebih jauh dari itu, pilihan jenis budaya: “konde” dan “kidung”, bukan jenis budaya lainnya di Indonesia, misalanya: “gamelan, seruling” dll., itu pun penekanan pada fungsi puitik yang luar biasa. Kedua kata itu, memiliki rima awal, sama-sama berbunyi konsonan dorsovelar: <k>, akan menjadi kurang puitis, jika <konde> diekuivalenkan dengan: <gamelan, seruling> atau <kidung> diekuivalenkan dengan: <gamelan, seruling>, yang rima awalnya tidak sama. Begitu pula dalam seleksi kata yang digunakan untuk dipertentangkan, misalnya kata: <indah> pada kalimat (2): < Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah> dengan kata: <cantik> pada kalimat (3): < Lebih cantik dari cadar dirimu > dan kata: <elok> pada kalimat (15): < Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok> dengan kata: < merdu > pada kalimat (16): < Lebih merdu dari alunan azanmu>. Bahkan untuk memberi penonjolan (istilah dalam linguistik: topikalisasi, sesuatu yang dipentingkan), pada pesan yang ingin dipertentangkan, penulis menggunakan konstruksi frase yang memang memiliki makna secara semantic bahasa keseharian bermakna bertentangan (kata yang berantonim), sperti konstruksi: <aku tak tahu…> pada kalimat (1) dan (14) dengan konstruksi: <yang kutahu…> pada kalimat: (2) dan (15). Selanjutnya, untuk memberi putusan atas pembandingan itu, penulis/pembaca puisi kata modalitas : <lebih> pada konstruksi <lebih cantik> pada kalimat (3) dan <lebih merdu> pada kalimat (16). Kekuatan fungsi puitik di samping fungsi bahasa lainnya dalam puisi ini sempat membuat penulis ragu ketika beredar di media sosial bahwa puisi “Ibu Indonesia” merupakan hasil plagiasi dari puisi “Ibu Muslimah” yang ditulis ibu Irene Radjiman (IR), karean diksi kata pada puisi yang ditulis oleh IR, sama sekali belum mencerminkan sebuah karya yang mengemban fungsi puitik seperti yang dikemukakan Roman jakobson. Kebanyakan kata yang digunakan merupakan kata-kata keseharian. Tidak mungkin sebuah puisi yang memiliki kekukuatan fungsi puitiknya diturunkan dari puisi yang belum memenuhi kaidah sebuah teks genre sastra non penceritaan, seperti puisi tersebut. Untungnya, IR segera meluruskannya. Terlepas dari itu, pertanyaan pokok yang terkait dengan analisis linguistik forensik, di manakah letak nilai penistaan agama pada puisi yang memiliki kekuatan pada fungsi puitik untuk memperkat pesan yang hendak disampaikan itu ditemukan?

Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa penggunaan pronomina pertama <aku, ku-> dan pronomina: <-mu> tidak lagi merujuk pada makna masing-masing orang pertama tunggal dan orang kedua tunggal seperti makna kata itu sehari-hari, tetapi merujuk masing-masing pertama, pada pihak yang menganut paham bahwa budaya Ibu Indonesia itu, di antaranya adalah menggunakan “Konde” dan melantunkan “Kidung” dan kedua, pada pihak yang menggunakan/percaya pada cadar/hijab dan azan sebagai syariat agamanya, yang dalam hal ini umat Islam. Dalam konstruksi kalimat (1)—(3) dan (14)—(16), dipertentangkan antara sesuatu yang merupakan produk budaya dengan sesuatu yang merupakan tuntunan beragama. Dalam pembandingan itu, penulis/pembaca puisi memberi putusan berupa penilaian tentang salah satu di antara dua hal yang diperbanding itu ada yang bernilai dan ada yang kurang bernilai, dengan menggunakan konstruksi modalitas <lebih…dari…> pada konstruksi: <lebih cantik dari cadarmu> dan <lebih merdu dari alunan azanmu>. Kata <cadar> dan <azan> memiliki hubungan yang bersifat hiponimi dengan frase <syariat Islam>, karena frase <syariat Islam> mencakup di antaranya: <cadar dan azan>; sedangkan kata <konde> dan <kidung> memiliki hubungan hiponimi dengan <budaya bangsa Indonesia>. Dengan demikian, penistaan di sini terjadi pada pemberian nilai “lebih” pada budaya dengan menderagadasi nilai keislaman, khususnya menyangkut syariat Islam: berhijab/cadar dan panggilan sholat (azan). Apabila profil tindak kejahatan sudah dapat diidentifikasi, yaitu berupa tindak kejahatan verbal penistaan agama, lalu bagaimanakah tindakan itu dilakukan?

Ada dua komponen dasar yang membentuk bahasa, yaitu bentuk (berupa bunyi untuk bahasa lisan atau huruf untuk bahasa tulis) dan makna atau konsep/gagasan. Kedua unsur ini harus ada, tidak boleh salah satu di antaranya tidak ada. Sebagai contoh, hadirnya bentuk bahasa berupa urutan bunyi [mmnnuum] atau huruf < mmnnuum>. Rangkaian bunyi atau huruf itu tidak membentuk bahasa, setidak-tidaknya untuk bahasa Indonesia, karena tidak ada makna atau gagasan yang terkandung di dalamnya. Begitu pula, ada gagasan atau makna tanpa kehadiran bentuk juga bukan bahasa, karena bagaimana kita tahu apa yang ada dalam pikiran orang tanpa diekspresikan dalam bentuk bunyi atau huruf kebahasaan. Suatu hal yang paling penting, bahwa yang lebih dahulu hadir itu adalah makna atau gagasan, misalnya kalimat: “Eni dinikahi Ali pada tanggal 29 Maret 2018”. Tuturan semacam ini tidak akan pernah berterima dalam masyarakat tutur bahasa Indonesia, meskipun dari segi bentuk sudah memenuhi syarat kegramatikalan, yaitu sudah mengandung unsur minimal sebuah kalimat (SP). S= Eni, P= menikahi, O= Ali, dan K= pada tanggal 29 Maret 2018. Namun, karena dalam alam berpikir/budaya manusia Indonesia, bahwa untuk prosesi penikahan yang aktif adalah pihak lelaki bukan wanita, maka kalimat itu tidak berterima meskipun gramatikal. Berangkat dari konsep unsur dasar pembentuk bahasa di atas, maka sesungguhnya gagasan untuk pembandingan antara budaya Indonesia: konde dan kidung dan syariat Islam berupa: berhijab/cadar dan panggilan sholat (azan) dengan memberi nilai lebih pada aspek budaya Indonesia sudah lebih dahulu ada dalam pikiran penulis/pembaca puisi “Ibu Indonesia”. Agaknya sulit dibayangkan gagasan yang sudah dimiliki dalam pikirannya itu diekspresikan secara asal-asalan dalam wujud sebuah teks puisi, dengan meminjam konsep Roman Jakobson, menggunakan pemakaian kata/bahasa yang memiliki kandung fungsi puitiknya sangat tinggi. Tentu proses menghasilkan teks genre sastra jenis non penceritaan berupa puisi “Ibu Indonesia” merupakan suatu tindakan yang secara sadar dilakukan penulis atau pembaca. Setidak-tidaknya pembuat/pembaca puisi akan memutarkan kepala untuk memilih kata yang memiliki ekuivalensi baik secara semantis maupun secara fonetis untuk dirangkai dalam proses kombinasi secara sintaktis. Dari uraian di atas, dengan tidak mempersoalkan kembali apek penegakan hukum yang berhubungan dengan: pelaku tindak kejahatan verbalnya, karena sudah diketahui, analisis linguistik forensik atas sampel bahasa yang diduga menjadi tempat terjadinya tindak kejahatan mampu memberikan gambaran tentang profil jenis tindak kejahatannya serta cara tindak kejahatan dilakukan. Akhirnya, dengan melihat fenomena sejenis pebacaan puisi “Ibu Indonesia” dan hadirnya UU ITE, edaran Kapolri tentang Ujaran kebencian, persoalan yang menyangkut kejahatan verbal akan mewarnai kehidupan berbangsa kita pada masa-masa mendatang, lebih-lebih memasuki tahun politik ini. Kiranya dalam penegakan hukum di Indonesia dapat memberi ruang khusus bagi keberadaan ahli linguistik forensik dan sudah sepantasnya dipikirkan adanya profesi pengacara kebahasaan, karena bahasa memainkan peran yang sangat penting dalam proses peradilan. Bahkan kejahatan yang dilakukan dengan tidak menggunakan bahasa pun, seperti pembunuhan dengan senjata api, ahli balistik yang akan memberikan kesaksiannya pasti akan menggunakan bahasa.

LAMPIRAN PUISI

IBU INDONESIA

Sukmawati Soekarnoputri

Aku tak tahu syariat Islam

Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah

Lebih cantik dari cadar dirimu

Gerai tekukan rambutnya suci

Sesuci kain pembungkus ujudmu

Rasa ciptanya sangatlah beraneka

Menyatu dengan kodrat alam sekitar

Jari jemarinya berbau getah hutan

Peluh tersentuh angin laut

Lihat ibu Indonesia

Saat penglihatanmu semakin asing

Supaya kau dapat mengingat

Kecantikan asli dari bangsamu

Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif

Selamat datang di duniaku, bumi ibu Indonesia

Aku tak tahu syariat Islam

Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok

Lebih merdu dari alunan azanmu

Gemulai gerak tarinya adalah ibadah

Semurni irama puja kepada Ilahi

Nafas doanya berpadu cipta

Helai demi helai benang tertenun

Lelehan demi lelehan damar mengalun

Canting menggores ayat-ayat surgawi

Pandang Ibu Indonesia

Saat pandanganmu semakin pudar

Supaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu

Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini

Cinta dan hormat kepada Ibu Indonesia dan kaumnya.

Ketum Dharma Pertiwi : Sistem Pertanian Organik Tingkatkan Kesehatan dan Kesejahteraan

(Puspen TNI).  Sistem pertanian organik akan mengurangi limbah pupuk kimia serta mengurangi bahaya penyakit sebagai efek samping yang kemungkinan menyerang manusia. Disamping itu, tanaman organik merupakan pilihan asupan makanan sehat serta membuka peluang usaha bagi Ibu-ibu dan organisasi Dharma Pertiwi maupun  anggota TNI dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

 

Hal tersebut dikatakan Ketua Umum (Ketum) Dharma Pertiwi Ibu Nanny Hadi Tjahjanto dihadapan ratusan Ibu-ibu yang tergabung dalam Dharma Pertiwi, Persit Kartika Chandra Kirana, Jalasenastri dan Pia Ardhya Garini serta IKKT Pragati Wira Anggini dalam rangka HUT ke-54 Dharma Pertiwi tahun 2018, bertempat di Gedung Serbaguna Suharnoko Harbani, Mabesau, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (6/4/2018).

 

Menurut  Ibu Nanny Hadi Tjahjanto, sistem tanaman organik adalah tanaman yang di budidayakan dalam pertanian organik yang hanya menggunakan pupuk dan pestisida alami serta mencakup  rotasi tanaman, pupuk kandang dan pupuk hijau atau kompos, pengendalian hama biologis dan pengolahan tanah secara mekanis.

 

“Pertanian organik itu sendiri adalah salah satu wadah yang sangat bermanfaat bagi sebuah sistem pertanian alami yang menerapkan prinsip untuk menjaga keseimbangan manusia dan lingkungan,” ujar Ketum Dharma Pertiwi.

 

Pada kesempatan yang sama, Ketum Dharma Pertiwi Ibu Nanny Hadi Tjahjanto menyampaikan bahwa belakangan ini kita sering mendengar disruption dalam menghadapi tantangan pada masa kini. “Hal ini perlu metode baru yang mampu menjawab tantangan, karena metode yang biasanya dikerjakan menjadi tidak relevan lagi,” ucapnya.

 

Ibu Nanny Hadi Tjahjanto memberikan contoh kemajuan teknologi informasi melalui media online saat ini telah memenuhi kebutuhan masyarakat dan mampu mengelola sumber daya menjadi sangat efisien, telah berhasil merebut pasar taksi tradisional yang dijalankan dengan metode dan pakem manajemen yang sudah biasa dilakukan.  “Hal ini dapat pula melanda organisasi Dharma Pertiwi, tatkala tidak dapat menjawab tantangan dan merespon perubahan era milenial,” katanya.

 

“Organisasi Dharma Pertiwi harus menerapkan metode dan manajemen yang baru serta meninggalkan cara-cara lama yang sudah tidak relevan lagi, agar kita tetap dapat berkontribusi kepada negara dan bangsa di tengah gelombang besar perubahan global,” tutur Ibu Nanny Hadi Tjahjanto.

 

Diakhir ceramahnya, Ibu Ketum Dharma Pertiwi mengatakan bahwa materi ceramah tentang tanaman organik yang disampaikan Bapak Harry Kis dan materi disruption oleh Bapak Renald Kasali sangat relevan dengan tema Peringatan HUT ke-54 Dharma Pertiwi tahun 2018, yaitu “Dharma Pertiwi Bertekad Mengedepankan Kepedulian Sosial, Pendidikan Anggota Yang Berkualitas, Serta Kesejahteraan Keluarga Prajurit, Guna Menciptakan Ketahanan Keluarga Sebagai Landasan Ketahanan Bangsa”.

 

‘Dengan tema peringatan HUT ke-54 tersebut, diharapkan Dharma Pertiwi beserta Unsur dapat berkontribusi terhadap masa depan bangsa dan negara,” tutup Ibu Nanny Hadi Tjahjanto. (Badar/Puspen TNI)

Berita Foto : Latma Pasific Partnership Latih ATCLS dan BTCLS di Bengkulu

sumbawanews.com,- Latihan bersama Pasific Partnership memberikan pelatihan Advanced Cardio Life Support (ATCLS) dan Basic Trauma and Cardiac Life Support (BTCLS) kepada masyarakat di kantor Dinas Kesehatan Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Jumat (6/4/2018). Selain kegiatan tersebut juga dilaksanakan kegiatan pengecekan dan pengobatan hewan ternak dari kelompok ternak sapi Mekar Sari di Kelurahan Padang Serai. Pasific Partnership melibatkan negara peserta diantaranya dari negara Amerika Serikat, Australia, Kanada, Perancis, Inggris, Peru, Korea Selatan, Jepang, Philipina dan Singapura. (Mad/Puspen TNI)

Berita Foto : Panglima TNI Hadiri Undangan Dubes LBBP RI Di Lebanon

(Puspen TNI. Jumat, 6 April 2018).  Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P. menghadiri undangan jamuan makan malam Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Lebanon H.E. Achmad Chozin Chumaidy, bertempat di KBRI Beirut, Lebanon, beberapa waktu yang lalu.

Kegiatan ini dalam rangkaian kunjungan kerja Panglima TNI meninjau prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Kontingen Garuda di Lebanon. (Badar/Puspen TNI)

Berita Terkini

Pakistan Sebut 26 Warganya Tewas, Tapi Jatuhkan 5 Pesawat Tempur India

Islamabad, sumbawanews.com - Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Pakistan, Kamis (08/05) mengumumkan, agresi India, yang dilakukan pada malam antara tanggal 6 dan...

India-Pakistan, Dua Kekuatan Nuklir Diambang Konflik Besar

Islamabad, sumbawanews.com - Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Pakistan, Kamis (08/05) menyayangkan tindakan gegabah India. Sebab telah membawa kedua negara bersenjata nuklir...

Tingkatkan Keimanan Dan Ketaqwaan Personel, Lanud Sultan Hasanuddin Gelar Yasinan Setiap Malam Jumat

Makassar - Dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, Lanud Sultan Hasanuddin secara rutin menggelar kegiatan Yasinan dan doa bersama setiap malam...

Membentuk Prajurit Tangguh dan Adaptif, Danlanud Sultan Hasanuddin Gelar Program Lari Siang

Makassar - Dalam upaya membentuk prajurit yang tangguh, sehat, dan adaptif terhadap tantangan tugas, Komandan Lanud (Danlanud) Sultan Hasanuddin, Marsma TNI Arifaini Nur Dwiyanto,...

Panglima TNI Dorong Kepemimpinan Visioner bagi Calon Danbrig, Danyon, dan Wadanyon YTP

Cilodong - Dalam rangka memperkuat kesiapan kepemimpinan militer di satuan teritorial pembangunan, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto memberikan pembekalan langsung kepada para calon...

Berita Utama