Home Berita Warning! Tren Balita dengan Berat Badan Kurang (Underweight) Naik 3 Tahun Terakhir

Warning! Tren Balita dengan Berat Badan Kurang (Underweight) Naik 3 Tahun Terakhir

Jakarta, Sumbawanews.com. – Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 yang dirilis Kementerian Kesehatan pada awal 2023 menunjukkan, terjadi peningkatan anak balita dengan berat badan kurang (underweight) sepanjang tiga tahun terakhir.

Merujuk laporan hasil SSGI 2022, sebanyak 16,3 persen anak balita yang mengalami underweight pada 2019, lalu angkanya naik menjadi 17 persen pada 2021, dan meningkat lagi menjadi 17,1 persen pada 2022. Untuk diketahui, underweight atau berat badan kurang adalah kondisi saat berat badan anak berada di bawah rentang normal.

Baca juga: Dampak Konsumsi SKM, Jangan Sampai Ada Arisandi Lain

Kondisi ini bisa jadi indikator atau pertanda anak balita kekurangan zat gizi untuk mendukung tumbuh kembangnya. Baca juga: Penyebab Stunting: Kekurangan Gizi Kronis pada Anak Jadi Faktor Utama Waspadai berat badan kurang pada balita 3-4 tahun Tren kenaikan kasus berat badan rendah pada balita yang naik selama tiga tahun terakhir ini disoroti sejumlah lembaga swadaya masyarakat.

Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) mengajak publik tidak mengesampingkan masalah underweight pada balita, terutama pada anak usia 3-4 tahun.

Baca juga: Terungkap Bayi Alami Obesitas, Kenzie Minum 6 Botol Kental Manis Dalam Sehari

“Stunting menjadi isu nasional, fokus kampanye kebanyakan pemenuhan gizi di masa 1000 HPK (usia 0 – 2 tahun). Usia 3-4 tahun, dianggap anak sudah cukup gizi. Padahal justru di usia ini anak rentan mengalami gangguan gizi,” jelas Arif Hidayat, Ketua Harian YAICI, lewat siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (10/4/2023).

Menurut Arif, anak usia 3-4 tahun rawan mengalami gangguan gizi karena sudah kenal jajan, mulai mengerti iklan, dan sudah punya kemauan sendiri.

Baca juga: Temuan KOPMAS, Banyak Ibu Berikan Kental Manis Sebagai Pengganti Susu

“Orangtua banyak yang menyerah dengan kemampuan anak, termasuk dalam hal pilihan makanan yang disukai dan tidak disukai anak,” jelas dia.

Lebih lanjut Arif mengemukakan, dari temuan YAICI saat melakukan pendampingan masyarakat di sejumlah daerah, beberapa orangtua memberikan kental manis sebagai penopang gizi anaknya. Kebiasaan seperti ini membuat anak terbiasa mengonsumsi asupan manis dan tidak suka dengan menu bergizi lengkap dan seimbang.

“Anak-anak jadi tidak suka dengan menu komposisi ‘isi piringku’ yang disediakan ibu,” jelas dia.

Arif berharap, semua pihak tak hanya fokus pada pemenuhan gizi pada balita di bawah 2 tahun, tapi juga sampai anak berusia 5 tahun. Pasalnya, masalah gizi seperti underweight atau berat badan kurang dapat memengaruhi kecerdasan sampai daya tahan tubuh anak.

“Pemantaun tumbuh kembang balita ini dapat dilakukan dengan kerja sama yang baik dari Posyandu dengan PAUD atau TK,” ujar dia. (Kompas/sn03)

Previous articleAS Kecam Uji Coba ICBM Korut
Next articlePolres Sumbawa Kembali Ringkus Pelaku Narkoba
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.