
Oleh: Prihandoyo Kuswanto
Ketua Pusat Study Kajian Rumah Psncasila.
Sejak pak Jokowi menjadi Presiden ada istilah yang di pakai Ibu Megawati dengan Istilah petugas partai , sebutan seperti ini tentu saja yang pertama mengradasi presiden sebagai Presiden nya rakyat Indonesia .
Yang kedua juga mengradasi Indonesia jadi PDIP bukan bagian dari Indonesia tetapi Indonesia bagian dari PDIP .
Hanya Cak Nun MH Ainun Najib yang mengkritik istilah ini tetapi para pakar tatanegara diam tidak bersuara.
Baca juga: Inilah Biografi Lengkap Kandidat Capres 2024, Anies vs Ganjar, Siapa yang Unggul?
Amandemen UUD 1945 banyak rakyat tidak mengetahui sesungguhnya amandemen yang telah dilakukan sejak tahun 2002 telah mengubah negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Dari negara berdasarkan Pancasila menjadi negara yang berdasar liberalisme, kapitalisme.
Ternyata amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945 berimplikasi terhadap perubahan sistem ketatanegaraan , berubah nya negara berideologi Pancasila .menjadi sistem Presidenseil yang dasar nya Individualisme Liberalisme Kapitalisme.
baca juga: Ganjar Gencar Kampanye, Warganet: Mana Bawaslu, Tidak Berkutik!
Kita perlu membedah perbedaan negara ber sistem MPR berideologi Pancasila dan Negara dengan sistem Presidenseil berideologi Individualisme,Liberalisme, Kapitalisme agar kita semua paham dan mengerti telah terjadi penyimpangan terhadap Ideologi Pancasila.
Sistem MPR basisnya elemen rakyat yang duduk sebagai anggota MPR yang disebut Golongan Politik diwakili DPR sedang golongan Fungsional diwakili utusan Golongan-golongan dan utusan daerah .
Baca juga: Polling Twitter CNBC: Anies Baswedan Menang Telak dari Ganjar dan Prabowo
Tugasnya merumuskan politik rakyat yang disebut GBHN. Setelah GBHN terbentuk dipilihlah Presiden untuk menjalankan GBHN. Oleh sebab itu, presiden adalah mandataris MPR.dan Presiden dimasa akhir jabatan nya mempertangungjawabkan GBHN yang sudah dijalankan .
Presiden tidak boleh menjalankan politik nya sendiri atau politik golongan nya apa lagi Presiden sebagai petugas partai , seperti di negara komunis .Jadi petugas partai tidak dikenal pada negara berdasarkan Pancasila .
Baca juga: Ganjar Sambangi Gus Baha, Warganet: Sunah Nonton Bokep
Pidato Soekarno BPUPKI Rapat besar pada tanggal 15-7-2605 dibuka Jam 10.20 mengatakan (cuplikan):
”Maka oleh karena itu jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong menolong, faham gotong royong, faham keadilan sosial, enyakanlah tiap-tiap pikiran,tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme daripadanya.“
Jadi mengapa pendiri negeri ini anti terhadap individualisme, liberalisme, kapitalisme, sebab semua itu sumber dari kolonialisme imperalisme yang menjadi dasar perjuangan bangsa ini untuk melawan dengan mengorbankan harta, darah dan nyawa. Kita hidup tidak terlalu lama oleh sebab itu, sebagai anak bangsa, kita harus mempunyai kesadaran bersama, bahwa, kerusakan negara (seperti sekarang) ini, tentu, tidak dikehendakai oleh para pendiri bangsa seperti Soekarno, Hatta, Soepomo, Haji Agus Salim, Ki Bagus Hadi Kusumo, KH Wahid Hasym dan pahlawan-pahlawan yang telah berjuang untuk melahirkan negara Indonesia.
baca juga: Dugaan Penyimpangan di UNS, Staf ahli hukum MWA UNS: Kasus Serupa Terjadi di Universitas Lain
Para pengamandemen UUD 1945 rupanya tidak memahami sistem yang mendasari UUD 1945, Akibatnya amandemen yang dilakukan telah merusak sistem bernegara dan bahkan menghancurkan tata nilai negara dengan tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Cuplikan Sidang BPUPKI
Toean-toean dan njonja-njonja jang terhormat. Kita telah menentoekan di dalam sidang jang pertama, bahwa kita menjetoedjoei kata keadilan sosial dalam preambule. Keadilan sosial inilah protes kita jang maha hebat kepada dasar individualisme.
Tidak dalam sidang jang pertama saja telah menjitir perkataan Jaures, jang menggambarkan salahnja liberalisme di zaman itoe, kesalahan demokrasi jang berdasarkan kepada liberalisme itoe.
baca juga: Diduga Oknum Dirjen Dikti Terlibat, Persetujuan Anggaran 34 Miliar UNS di Setujui Sepihak
Tidakkah saja telah menjitir perkataan Jaures jang menjatakan, bahwa di dalam liberalisme, maka parlemen mendjadi rapat radja-radja, di dalam liberalisme tiap-tiap wakil jang doedoek sebagai anggota di dalam parlemen berkoeasa seperti radja. Kaoem boeroeh jang mendjadi wakil dalam parlemen poen berkoeasa sebagai radja, pada sa’at itoe poela dia adalah boedak belian daripada si madjikan, jang bisa melemparkan dia dari pekerdjaan, sehingga ia mendjadi orang miskin jang tidak poenja pekerdjaan. Inilah konflik dalam kalboe liberalisme jang telah mendjelma dalam parlementaire demokrasinja bangsa2 Eropah dan Amerika.
Toean-toean jang terhormat. Kita menghendaki keadilan sosial. Boeat apa grondwet menoeliskan, bahwa manoesianja boekan sadja mempoenjai hak kemerdekaan soeara, kemerdekaan hak memberi soeara, mengadakan persidangan dan berapat, djikalau misalnja tidak ada sociale rechtvaardigheid jang demikian itoe? Boeat apa kita membikin grondwet, apa goenanja grondwet itoe kalau ia ta’dapat mengisi “droits de l’homme et du citoyen” itoe tidak bisa menghilangkan kelaparannja orang jang miskin jang hendak mati kelaparan.
Maka oleh karena itoe, djikalau kita betoel-betoel hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeloeargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong, faham keadilan sosial, enjahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanja.
Baca juga: KPK Bidik Rektor UNS Terkait Dugaan Kasus Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri
Toean-toean jang terhormat. Sebagai tadi poen soedah saja katakan, kita tidak boleh mempoenjai faham individualisme, maka djoestroe oleh karena itoelah kita menentoekan haloean politik kita, jaitoe haloean ke-Asia Timoer Rajaan. Maka ideologie ke-Asia Timoer Raja-an ini kita masoekkan di dalam kenjataan kemerdekaan kita, di dalam pemboekaan daripada oendang-oendang dasar kita……..
Toean-toean dan njonja-njonja jang terhormat.
Kita rantjangkan oendang-oendang dasar dengan kedaulatan rakjat, dan boekan kedaulatan individu. Kedaulatan rakjat sekali lagi, dan boekan kedaulatan individu. Inilah menoeroet faham panitia perantjang oendang-oendang dasar, satoe-satoenja djaminan bahwa bangsa Indonesia seloeroehnja akan selamat dikemoedian hari. Djikalau faham kita ini poen dipakai oleh bangsa-bangsa lain, itoe akan memberi djaminan akan perdamaian doenia jang kekal dan abadi.
…………. Marilah kita menoendjoekkan keberanian kita dalam mendjoendjoeng hak kedaulatan bangsa kita, dan boekan sadja keberanian jang begitoe, tetapi djoega keberanian mereboet faham jang salah di dalam kalboe kita. Keberanian menoendjoekkan, bahwa kita tidak hanja membebek kepada tjontoh2 oendang2 dasar negara lain, tetapi memboeat sendiri oendang2 dasar jang baroe, jang berisi kefahaman keadilan jang menentang individualisme dan liberalisme; jang berdjiwa kekeloeargaan, dan ke-gotong-royongan. Keberanian jang demikian itoelah hendaknja bersemajam di dalam hati kita. Kita moengkin akan mati, entah oleh perboeatan apa, tetapi mati kita selaloe takdir Allah Soebhanahoewataala. Tetapi adalah satoe permintaah saja kepada kita sekalian:
Djikalau nanti dalam zaman jang genting dan penoeh bahaja ini, djikalau kita dikoeboerkan dalam boemi Indonesia, hendaklah tertoelis di atas batoe nisan kita, perkataan jang boleh dibatja oleh anak-tjoetjoe kita, jaitoe perkataan: “Betoel dia mati, tetapi dia mati tidak sebagai pengetjoet”.
Apakah kita sadar bahwa tidak ada jalan lain untuk menebus kesalahan ini, kecuali mengembalikan Pancasila sebagai Dasar Negara. Arti ya kita harus kembali ke UUD 1945 yang tak terpisahkan dengan dekrit presiden 5juli 1959. Harus! Dan mengakhiri merasa paling berkuasa dan menganggap Indonesia bagian dati PDIP sehingga Presiden diturunkan derajat nya dibawah ketua partai politik sehingga disebut petugas partai .
Nah, oleh karena bangsa atau rakyat adalah satu jiwa, maka kita pada waktu memikirkan dasar statis atau dasar dinamis bagi bangsa, tidak boleh mencari hal-hal di luar jiwa rakyat itu Beograd.
[Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 37]
Entah bagaimana tercapainya “persatuan” itu, entah bagaimana rupanya “persatuan” itu, akan tetapi kapal yang membawa kita ke Indonesia.
Merdeka itu, ialah ….”Kapal Persatuan” adanya.
[Di bawah bendera revolusi, hlm. 2]
Rupa nya kapal persatuan itu telah oleng dan bocor akibat badan.nya persatuan telah digerogoti oleh individualisme , liberalisme m
.Amandemen UUD 1945 telah mengingkari salah satu prinsip yaitu persatuan Indonesia .
Dengan menghilangkan prinsip Bhenekatunghal Ika yang oleh pendiri negeri ini diaplikasikan didalam sistem MPR dan MPR itulah seluruh elemen rakyat duduk disana sebagai utusan- utusan golongan .
Sejak UUD1945 diamandemen Bhinekatunggal ika itu dibubarkan dan diganti dengan satu golongan saja yaitu golongan Partai politik .
Karna pertarungan politik maka PDIP merasa superior dan menganggap Indonesia bagian dari PDIP dan Presiden direndahkan menjadi petugas partai .
Indonesia merdeka dasarnya Pancasila. Jadi kalau negara tidak didasarkan pada Pancasila bisa dipastikan bukan Indonesia yang di proklamasikan 17 Agustus 1945.
Bung Karno mengatakan Pancasila itu lima prinsip dalam berbangsa dan bernegara.
Kita mempunyai proclamation of independence dan declaration of independence sekaligus. Proklamasi kita memberikan tahu kepada kita sendiri dan kepada seluruh dunia. Bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka.
Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu. (pidato Soekarno).
Sadar atau tidak sadar amandemen UUD 1945 adalah membubarkan negara yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Mengapa? Sebab pendiri negeri ini sudah membentuk negara berdasarkan Pancasila sesuai dengan Alinea ke-4 UUD 1945 mempunyai prinsip sendiri yang mengikat bangsa Indonesia.
Amandemen UUD 1945 justru mengkhianati prinsip -prinsip yang sudah menjadi konsesnsus nasional yang di urai didalam UUD 1945 dan Pembukaannya.
Sistem negara berdasarkan Pancasila ada tiga ciri yang tidak di punyai oleh sistem Presidenseil, Parlementer atau kerajaan sekalipun, yaitu :
1.Adanya lembaga tertinggi negara yang di sebut MPR.
2.Adanya politik rakyat yang di sebut GBHN.
3.Presiden adalah Mandataris MPR .
Ketiga ciri ini sudah tidak ada artinya negara ini sudah tidak berdasarkan Pancasila.
Jadi di negara berdasarksn Pancasila tidak dikenal presiden adalah petugas partai bangsa ini harus berani melakukan koreksi terhadap penyimpangsn penyimpangan yang selams ini terjadi akibat diamandemen nya UUD 1945.