Home Berita Ternyata PNS Boleh Berpoligami, Ini Aturannya

Ternyata PNS Boleh Berpoligami, Ini Aturannya

Jakarta, Sumbawanews.com.- Banyak yang mengira PNS tidak boleh berpoligami, namun ternyata bisa dengan berbagai syarat. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengatur PNS pria diperbolehkan untuk berpoligami, namun PNS wanita tidak diperkenankan.

Analis Hukum ahli Madya Badan Kepegawaian Negara (BKN) Yuyud Yuchi Susanta mengatakan aturan itu tertuang dalam Pasal 2 Ayat 1.

Baca juga: PDIP Tegaskan Komitmen Ganjar Perbaiki Jalan di Banten, Warganet: Ngayal Tingkat Dewa

Yuyud menuturkan PNS yang telah melangsungkan pernikahan pertama wajib menginformasikan secara tertulis kepada pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan.

“PNS wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat. Untuk PNS pria yang akan beristri lebih dari satu, wajib memperoleh izin dari Pejabat dan memenuhi syarat-syarat,” kata Yuyud dikutip dari laman resmi BKN, Rabu (31//5) dikutip Sumbawanews.com.

Baca juga: Ganjar Kampanye di Masjid Agung Banten, Warganet: Mana Bawaslu

Yuyud menjelaskan syarat yang harus dipenuhi oleh PNS pria berpoligami terdiri dari syarat alternatif dan syarat kumulatif.

Syarat alternatif yakni isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri dan isteri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Baca juga: Terkait Kebocoran Rahasia Negara, Mahfud Garang kepada Denny Indrayana tapi Melempem Kepada Ketua KPK Firli

Kemudian, isteri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurang-kurangnya sepuluh tahun yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Sementara syarat kumulatif yakni ada persetujuan tertulis dari isteri sah PNS yang bersangkutan dibuktikan dengan surat pernyataan bermaterai, PNS pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup, dan ada jaminan tertulis dari PNS pria yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.

Baca jugaMahfud Lapor Jokowi Dugaan Aliran Dana Korupsi BTS Mengalir ke PDIP, NasDem, dan Gerindra, Muslim Arbi: Usut Tuntas Jangan Tebang Pilih

Selain itu, Yuyud juga menjelaskan terkait ketentuan Pasal 3 ayat 1 PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

“Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat,” terangnya.

Baca juga: Jokowi Izinkan Ekspor Pasir Laut, Muslim Arbi: Untung Buat Taipan, Lingkungan Tambah Rusak

Ia menekankan hal itu berlaku bagi PNS yang melakukan perceraian, baik sebagai penggugat maupun tergugat.

Diakhir penjelasan, Yuyud juga menyampaikan terkait larangan hidup bersama diluar ikatan perkawinan yang sah bagi PNS.

Berikut aturan lengkap yang memperbolehkan PNS berpoligami

Mengutip Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, para PNS diperbolehkan untuk melakukan poligami. Akan tetapi, terdapat sejumlah ketentuan yang mesti ditaati para PNS.

Baca juga: Perpanjangan Rektor UNS Sepihak Pemerintah, Isharyanto: Senat, Dewan Profesor Hingga MWA Belum Pernah Bertemu Tim Teknis

Berikut aturan yang dimuat dalam PP No 45 tahun 1990 Pasal 4 yang berbunyi:

(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.

(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.

(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis.

Gaji ke-13 Cair Sebentar Lagi, Intip Nominal Gaji Pokok dan Tukin Pegawai Pajak
(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang.

Adapun, ketentuan bagi atasan yang berhak menerbitkan izin poligami bagi PNS diatur dalam ayat (2) Pasal 5 berbunyi sebagai berikut :

(2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristri lebih dari seorang wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.

Baca juga: MK Bantah Bocoran Denny Indrayana Terkait Putusan Soal Sistem Pemilu Tertutup

PNS Nikah Siri Bakal Dipecat
Nikah siri bisa diartikan sebagai pernikahan yang sah secara agama, namun tidak sah menurut peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang perubahan atas PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS. Dalam aturan ini sangat jelas bahwa PNS dilarang nikah siri atau pernikahan tanpa pencatatan yang sah.

Dalam peraturan PNS, menikah siri diartikan dengan hidup tanpa ikatan perkawinan yang sah, hal ini tentu melanggar Pasal 14 PP Nomor 45 Tahun 1990 yang berbunyi

“Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah,” kutip pasal 14.

Apabila PNS melakukan pelanggaran tersebut, maka PNS akan menerima hukuman disiplin berat. Tertuang dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 pasal 8 ayat 4 yang berbunyi jenis Hukuman Disiplin berat terdiri atas:

a. penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan
b. pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan
c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

(sn02)

Previous articleSatgas Yonif 143/TWEJ Gelar Pengobatan Massal Bersama Dinas Kesehatan di Papua
Next articleJepang Sebut Korut Luncurkan Rudal Hari Ini
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.