Home Berita Bahaya Kental Manis Menjadi Bahasan dalam Pelatihan 60 Fasilitator Aisyiyah – Kemen...

Bahaya Kental Manis Menjadi Bahasan dalam Pelatihan 60 Fasilitator Aisyiyah – Kemen PPPA

Bandarlampung, Sumbawanews.com.- Sosialisasi terkait pencegahan stunting tanpa konsumsi kental manis dilakukan oleh Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) dalam acara pelatihan 60 fasilitator pendamping kesetaraan gender pemberdayaan perempuan (KGPP) yang diselenggarakan oleh PP Aisyah bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di Bandar Lampung, Rabu (22/5).

Dalam hal ini diberikan pelatihan secara offline dalam percepatan pencegahan dan penurunan stunting dengan peserta berasal dari Kabupaten Pesawaran, Lampung Tengah, dan Pringsewu.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat menjelaskan, sosialisasi ini dilakukan lantaran masih banyak masyarakat di daerah maupun perkotaan yang menganggap kental manis adalah susu. Hal ini menunjukkan literasi terkait bahaya kental manis masih sangat rendah.

Untuk itu, melalui kerja sama dengan PP Aisyah tersebut, pihaknya melakukan pembekalan terhadap 60 kader Aisyiyah di Lampung, yang akan diterjunkan ke masyarakat untuk membantu pemerintah melakukan sosialisasi pencegahan stunting.

“Salah satu program kami adalah sosialisasi terkait kesehatan, yang spesifiknya pada bahaya gula, yaitu kental manis. Yang menjadi konsen kami, kenapa kental manis tidak dianjurkan, karena kandungan gula sangat tinggi, kami anggap itu sirup beraroma susu,” terang Arif.

Arif menuturkan, pada tahun 2017 akhir, ada seorang anak di Kendari meninggal dunia karena kelebihan konsumsi kental manis. Lantas, YAICI melakukan penelitian. Hasilnya, mayoritas ibu-ibu muda di sana menganggap kental manis sebagai susu, bahkan sebagai pengganti ASI.

Selain itu, penelitian juga dilakukan di Batam, Jabodetabek, dan DIY Yogyakarta, dengan hasil yang sama. Mayoritas masyarakat masih menganggap kental manis adalah susu lantaran menjadi korban iklan yang menyesatkan. Bahkan, kesalahan persepsi ini sudah terbentuk sejak 100 tahun lalu.

“Padahal dampak negatif kental manis ini bukan hanya pada balita, tetapi ada garisnya, bahwa itu berdampak adanya stunting. Bagi orang dewasa juga dampaknya bisa menyebabkan kanker, diabetes dan sebagainya,” ungkapnya.

Di Lampung, pihaknya melakukan sosialisasi di tiga pemerintah kabupaten (Pemkab) yakni Kabupaten Pesawaran, Pringsewu, dan Lampung Tengah terkait program pencegahan stunting ini. Dalam masa penjajakan dengan pihak Pemkab, YAICI semakin tercengang lantaran mendapati fakta bahwa ada pihak pengambil kebijakan pun belum mengetahui bahwa kental masih bukanlah susu.

Maka, lanjut Arif, hal inilah yang akan didorong, agar pihak pemerintah atau pengambil kebijakan juga paham bahwa kental manis bukan susu. Sehingga nantinya tidak ada lagi kental manis yang masuk dalam bantuan dari Pemda untuk masyarakat, dan Pemda juga berperan aktif dalam melakukan sosialisasi terkait hal tersebut.

Kendati, di tingkatan Provinsi Lampung, sejauh ini menunjukkan kemajuan signifikan dalam upaya mengurangi angka stunting. Pada tahun 2019, angka stunting di Bumi Ruwa Jurai tercatat sebesar 26,26%. Namun pada tahun 2023, angka tersebut berhasil turun menjadi 14,9%.

Intervensi dari pemerintah juga sudah dilakukan terkait persoalan kental manis melalui badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang telah mengeluarkan Peraturan BPOM nomor 18 tahun 2018 tentang label pangan olahan. Melalui regulasi tersebut, BPOM melarang penggunaan kental manis sebagai pengganti susu dan sumber gizi serta larangan penggunaan visual anak di bawah 5 tahun untuk label maupun iklan promosinya.

Terbaru, BPOM juga mengesahkan Perturan BPOM No. 26 tahun 2021 yang mengatur tentang perubahan takaran saji. Sebelumnya, pada label kemasan per takaran saji kental manis adalah sekitar 48 gr. Dalam peraturan terbaru, BPOM mengurangi menjadi 15 – 30 gr.

Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Chairunnisa, menjelaskan tantangan dalam persoalan kental manis adalah persepsi masyarakat yang menganggap kental manis adalah susu yang dapat dikonsumsi layaknya minuman susu untuk anak.

“Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh PP Aisyiyah, sebanyak 37% ibu beranggapan kental manis adalah susu dan minuman yang menyehatkan untuk anak. Masyarakat sudah mengetahui bahwa kental manis bukan merupakan susu, namun banyak yang mengabaikannya karena harga yang murah dibanding kategori susu lainnya,” ungkap Chairunnisa.

Chairunnisa menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi konsen PP Aisyiyah di antaranya yakni kesehatan ibu dan anak, perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat, kesehatan lansia, kesehatan jiwa, dan lainnya.

“Pada pelatihan hari ini kami mendatangkan 20 kader dari Pringsewu, 20 dari Lampung Tengah, dan 20 orang dari Pesawaran. Mereka yang nantinya akan melakukan edukasi cegah stunting. Dalam edukasi itu banyak yang disampaikan, salah satunya persoalan gula, yaitu menyampaikan bahwa kental manis itu bukan susu,” kata dia.

Sasaran dari program ini, kata Chairunnisa, adalah remaja, ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia subur, dan ibu yang memiliki balita.

“Jadi nanti kader-kader akan diturunkan ke lapangan, diberi waktu untuk melakukan sosialisasi ke sasaran dan melaporkan hasil kegiatannya,” terangnya.

Chairunnisa bilang, terkait program cegah stunting ini, pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dan diterima dengan sangat baik. Tak hanya itu, gayung bersambut juga terjadi ketika pihaknya melakukan audiensi dengan Bupati Pesawaran, Bupati Lampung Tengah, dan Staf Ahli mewakili Bupati Pringsewu.

“Tiga kepala daerah tersebut sangat mendukung program ini. Bahkan di Pesawaran, Bupati akan memberikan SK kepada 20 kader sebagai fasilitator pencegahan stunting di Pesawaran,” terangnya.

Program ini berjalan berangkat dari hasil penelitian pihaknya terkait konsumsi kental manis di masyarakat. Hasil penelitian di Jabodetabek dan DIY, dari 3.000 responden, ternyata berkorelasi secara positif dengan kejadian stunting.

“Kenapa kental manis berkorelasi dengan stunting? Karana anak bayi yang diberi kental manis merasa kenyang dan tidak mau makan lagi, padahal kental manis tidak memiliki gizi seimbang. Padahal penyebab stunting itu kekurangan gizi kronis,” paparnya.

Sementara itu, Anggin Nuzulah Rahma, Perencana Ahli Madya pada Asisten Deputi PUG Bidang Sosial Budaya Kementerian PPPA menambahkan, Stunting menjadi salah satu prioritas nasional, bahkan di dalam peraturan BKKBN terkait dengan aksi nasional ini pihaknya dituntut bisa memfasilitasi daerah ramah perempuan dengan isu stunting.

“Sehingga kami yang tidak bisa bekerja sendiri ini, kami menggandeng Aisyiyah untuk bermitra. Dengan pelatihan yang secara offline hanya 60 orang, kami ingin mengembangkan menjangkau sampai ranting-ranting. Mereka punya target, minimal 300 SDM yang terpapar isu-isu ini, yang salah satunya soal stunting,” ujar Anggin.

Anggin menegaskan, bahaya kandungan gula, garam dan lemak (GGL) menjadi salah satu masalah dan intervensi yang yang harus dilakukan. Hal itu karena, Anak-anak sekarang banyak diimingi minuman yang berpemanis, berpengawet, gula, garam, lemak, pedas, dan sebagainya, yang nilai gizinya kurang.

“Maka hal ini yang harus ditanggulangi. Kami sudah melakukan beberapa advokasi dengan BPOM dan Kementerian Perdagangan, untuk mengatur regulasi terkait penggunaan gula pada minuman yang dijual di masyarakat. Jadi harus menyasar dari hilirnya, bagaimana mengedukasi masyarakat agar masyarakat paham bahwa GGL itu tidak baik bagi anak,” ujar Anggin. (Sn01)

Previous articleDua Siswa Yang Viral Baku Hajar di Media Sosial Kini Telah Berdamai
Next articlePanglima TNI Tinjau Proyek Food Estate dan Pompanisasi di Papua Selatan
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.