Home Serba Serbi Literasi Inilah Masjid Pertama di Negeri Sakura Jepang

Inilah Masjid Pertama di Negeri Sakura Jepang

Sumbawanews.com.- Masjid Raya Kobe berdiri sejak tahun 1935. Ini merupakan masjid pertama dibangun di Jepang. Lokasinya terletak di Kitano-cho, Nakayamate Dori, Kobe. Pada zaman sebelum Perang Dunia II, distrik tersebut merupakan kawasan permukiman bagi para utusan dari negeri-negeri luar Jepang.

Untuk mencapai Masjid Raya Kobe, pengunjung dapat berjalan kaki, misalnya, dari stasiun Motomachi, Kobe, sekira 10 menit lamanya.

Baca juga: MasyaAllah! Masjid Berusia 1 Abad Muncul Kembali Setelah 37 Tahun Tenggelam di Dasar Danau

Situs promosi pariwisata Jepang memaparkan beberapa keistimewaan rumah ibadah tersebut. Masjid Raya Kobe merupakan bangunan bersejarah di Negeri Matahari Terbit. Pada masa Perang Dunia II, masjid ini menjadi tempat pengungsian bagi penduduk sipil. Sebab, sejak tahun 1943 sampai menjelang usainya Perang Asia Timur Raya, seluruh bangunan publik di Jepang berada di bawah kendali militer. Setelah perang itu usai, Masjid Raya Kobe kembali berfungsi sebagaimana biasa.

Setidaknya, ada dua peristiwa yang membuat Masjid Raya Kobe bernilai historis. Pertama, pada Juni 1945, pasukan udara Sekutu membombardir Kobe dan sekitarnya. Ajaibnya, Masjid Raya Kobe tetap tegak berdiri.

Baca juga: Kebenaran Alquran, Ilmuwan Temukan Bukti Kisah Pemuda Tidur 309 Tahun di Gua

Sebuah foto hitam-putih menunjukkan penampakan masjid tersebut di tengah reruntuhan bangunan-bangunan sekitarnya yang rata dengan tanah. Keajaiban berikutnya terjadi pada 17 Januari 1995. Saat itu, gempa bumi mengguncang Kobe dan sekitarnya. Intensitasnya mencapai 6,9 skala Richter sehingga berdampak cukup dahsyat. Tidak kurang dari 6.400 orang tewas, sedangkan 43 ribu orang lainnya luka-luka. Bagaimanapun, Masjid Raya Kobe masih bertahan karena tidak mengalami kerusakan yang serius.

Masjid Raya Kobe terbuka untuk semua komunitas Muslim. Di sekitarnya, terdapat pula pusat perbelanjaan, hotel-hotel, dan pelbagai rumah makan halal. Lingkungan masjid ini juga termasuk kawasan yang menarik minat wisatawan mancanegara, utamanya dari negeri-negeri mayoritas Muslim. Suasana kompleks masjid ini sangat bersih, cukup tenang, tetapi dikelilingi gedung-gedung perkantoran. Misalnya, stasiun media NHK.

Di Jepang, Islam merupakan salah satu agama minoritas. Kebanyakan pemeluknya berasal dari keturunan imigran, utamanya Turki. Sejarah mencatat, kontak yang signifikan antara Dunia Islam dan Jepang bermula sejak Kesultanan Ottoman mengirimkan armada laut Ertuğrul pada 1863.

Ekspedisi ini bertujuan untuk membina hubungan baik kedua negeri. Pada 1890, Ertuğrul dihantam badai dan tenggelam di perairan timur perfektur Wakayama. Laksamana Muda Ali Osman Pasha beserta 533 awak kapal tersebut gugur. Penguasa Jepang kemudian menolong dan memulangkan 69 awak kapal yang berhasil selamat ke Turki.

Pada masa antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II, komunitas-komunitas Turki dan India mulai mendirikan permukiman di Kobe dan sekitarnya. Di antaranya merupakan saudagar atau utusan baik dari negeri masing-masing.

Masjid Raya Kobe merupakan hasil kontribusi dua komunitas tersebut pada 1935. Tiga tahun setelahnya, mereka mendirikan masjid di Tokyo. Menurut lembaga survei Amerika Serikat, Pew Research Center, ada sekitar 200 ribu orang Islam di Jepang pada 2010.

Jumlah tersebut tidak begitu signifikan dibandingkan dengan total populasi Jepang yakni 127 juta jiwa (2015, data Bank Dunia). Namun, populasi Muslim diprediksi akan mengalami tren peningkatan sampai tahun 2050 mendatang.

Masjid Raya Kobe berbentuk padat dan tampak meniru gaya arsitektur Islam di India. Arsiteknya, Jan Josef Švagr, merupakan seorang berkebangsaan Ceko yang hijrah ke Jepang sejak 1923. Ia termasuk pakar di bidang konstruksi masjid di sejumlah negara. Sekilas, penampakan bagian gerbang utama masjid ini mengingatkan orang pada Taj Mahal di India.

Namun, keterangan laman promosi wisata Jepang menyebutkan, arsitek Švagr menonjolkan ciri khas bangunan Turki Islam dengan arsitektur modern. Di sisi kiri gerbang tersebut, terdapat nama Masjid Raya Kobe dalam bahasa dan aksara Jepang.

Secara keseluruhan, bagian eksterior masjid itu berwarna krem. Dua menara menjulang tinggi di sisi kanan dan kiri tetapi menyatu dengan bangunan utama. Masjid Raya Kobe terdiri atas tiga lantai. Lantai dasar berfungsi sebagai tempat jamaah pria untuk melakukan shalat. Lantai kedua untuk para jamaah perempuan. Adapun lantai ketiga diperuntukkan bagi ruang dokumentasi masjid ini serta galeri gerakan-gerakan Islam di Jepang.

Bagian dalam atau interior Masjid Raya Kobe cukup megah. Hamparan karpet merah melapisi lantai marmer tempat shalat para jamaah. Di langit-langit, sebuah lampu kristal menggantung dengan indahnya. Permukaan dinding berwarna putih. Birai-birai menampilkan jendela yang berlapiskan mozaik berwarna keemasan.

Pada bagian mihrab atau tempat imam memimpin shalat, dindingnya terbuat dari marmer cokelat. Kaligrafi bertuliskan dua kalimat syahadat terdapat pada pucuk dinding berbentuk lengkung kubah itu.

Di sisi kanan mihrab, terdapat mimbar tempat imam menyampaikan khutbah atau ceramah. Mihrab ini terdiri atas lima undakan tangga yang dilapisi karpet merah. Bedanya dengan masjid-masjid pada umumnya, tidak terdapat podium.

Komunitas Muslim Jepang memanfaatkan masjid ini sebagai pusat dakwah dan kebudayaan Islam. Bilamana ada, beberapa orang Jepang yang memilih masuk Islam suka mengucapkan dua kalimat syahadat dengan bimbingan imam masjid ini.

Masjid ini juga menyelenggarakan pengajian yang menghadirkan alim ulama dari kota-kota di Jepang atau bahkan mancanegara. Pada bulan Ramadhan, kegiatan-kegiatan majelis ilmu semakin semarak, khususnya dalam 10 hari menjelang Idul Fitri.

Pemerintah Jepang terus mengupayakan negaranya agar menjadi sentra destinasi wisata halal yang menarik. Untuk itu, pihaknya kerap mempromosikan industri liburan (hospitality industry) halal kepada Dunia Islam. Salah satu tonggaknya, pada 2015 lalu Jepang menjadi tuan rumah Forum Ekonomi Islam Dunia (World Islamic Economic Forum).

Populasi Muslim di Jepang memang masih belum signifikan, yakni sekitar 150 ribu jiwa. Namun, pesatnya hospitality industry dan teknologi di Jepang merupakan modal besar untuk membentuk citra yang baik.

Termasuk di dalamnya adalah Masjid Raya Kobe, salah satu dari sekitar 70 masjid di kota-kota besar Negeri Matahari Terbit. Sebagai contoh bentuk keterbukaan masjid ini sebagai destinasi wisata halal. Para pengunjung yang non-Muslim dipersilakan berkeliling ke sekitar maupun masuk ke dalam masjid ini.

Pihak pengelola akan memberikan kerudung kepada pengunjung perempuan. Mereka pun akan dengan antusias mendampingi pengunjung dan menjelaskan ihwal sejarah masjid ini atau seluk-beluk Islam di Kobe pada umumnya.(sn05)

Previous articlePemuda Kampung Geruduk Satgas Yonif 143/TWEJ di Perbatasan RI-PNG, Ada Apa
Next articleHilarion Heagy, Tokoh non Muslim AS ini Menjadi Mualaf Setelah Peristiwa 9/11
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.