Home Bank Data Arsip Pemindahan Ibukota Kesultanan Sumbawa dari Selaparang ke Sumbawa

Arsip Pemindahan Ibukota Kesultanan Sumbawa dari Selaparang ke Sumbawa

Pada tahun 1673 pusat pemerintahan Kesultanan Sumbawa memindahkan pusat pemerintahan dari Selaparang ke Sumbawa. Pemindahan ini menimbulkan kecurigaan pihak VOC karena setelah pemindahan ini Lombok dan Sumbawa menjadi pusat perlawanan VOC di wilayah tersebut. Maka pada tanggal 12 Juni 1674 VOC memaksa Sultan Mas Bantan (Raja dibuat dalam 2 bahasa yaitu bahasa Arab Melayu dan bahasa BelandaSumbawa 1674-1702) untuk menyerahkan wilayah Selaparang kepada VOC. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengawasi kegiatan perlawanan terhadap VOC. Kontrak dibuat dalam 2 bahasa yaitu bahasa Arab Melayu dan bahasa Belanda Sumber: ANRI, Makassar 374-15

Sumbawanews.com.- Kesultanan Sumbawa pernah beribukota di Pulau Lombok tepatnya di Selaparang. Pada tahun 1673 pusat pemerintahan Kesultanan Sumbawa memindahkan pusat pemerintahan dari Selaparang ke Sumbawa.

Pemindahan ini menimbulkan kecurigaan pihak VOC karena setelah pemindahan ini Lombok dan Sumbawa menjadi pusat perlawanan VOC di wilayah tersebut.

Maka pada tanggal 12 Juni 1674 VOC memaksa Sultan Mas Bantan (Raja dibuat dalam 2 bahasa yaitu bahasa Arab Melayu dan bahasa Belanda Sumbawa 1674-1702) untuk menyerahkan wilayah Selaparang kepada VOC.

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengawasi kegiatan perlawanan terhadap VOC. Kontrak dibuat dalam 2 bahasa yaitu bahasa Arab Melayu dan bahasa Belanda Sumber: ANRI, Makassar 374-15.

 

Pada tahun 1673 pusat pemerintahan Kesultanan Sumbawa memindahkan pusat pemerintahan dari Selaparang ke Sumbawa. Pemindahan ini menimbulkan kecurigaan pihak VOC karena setelah pemindahan ini Lombok dan Sumbawa menjadi pusat perlawanan VOC di wilayah tersebut.
Maka pada tanggal 12 Juni 1674 VOC memaksa Sultan Mas Bantan (Raja dibuat dalam 2 bahasa yaitu bahasa Arab Melayu dan bahasa Belanda Sumbawa 1674-1702) untuk menyerahkan wilayah Selaparang kepada VOC. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengawasi kegiatan perlawanan terhadap VOC. Kontrak dibuat dalam 2 bahasa yaitu bahasa Arab Melayu dan bahasa Belanda Sumber: ANRI, Makassar 374-15

 

Pada tahun 1673 pusat pemerintahan Kesultanan Sumbawa memindahkan pusat pemerintahan dari Selaparang ke Sumbawa. Pemindahan ini menimbulkan kecurigaan pihak VOC karena setelah pemindahan ini Lombok dan Sumbawa menjadi pusat perlawanan VOC di wilayah tersebut.
Maka pada tanggal 12 Juni 1674 VOC memaksa Sultan Mas Bantan (Raja dibuat dalam 2 bahasa yaitu bahasa Arab Melayu dan bahasa Belanda Sumbawa 1674-1702) untuk menyerahkan wilayah Selaparang kepada VOC. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengawasi kegiatan perlawanan terhadap VOC. Kontrak dibuat dalam 2 bahasa yaitu bahasa Arab Melayu dan bahasa Belanda Sumber: ANRI, Makassar 374-15

 

Hubungan antara Kesultanan Sumbawa dan VOC telah terjalin sejak abad ke-16, dengan adanya kontrak politik perdagangan dengan kesultanan-kesultanan di wilayah Pulau Sumbawa yang dilakukan pada tahun 1660 hingga 1698. Kehadiran VOC juga mempersatukan kesultanan-kesultanan di wilayah Pulau Sumbawa dengan adanya perjanjian perdamaian untuk tidak berperang dan VOC akan mengawasi jalannya perdamaian dengan membangun pos-pos di wilayah kesultanan-kesultanan tersebut pada tahun 1701.

Dokumen kontrak antara VOC dengan Sultan Mas Bantan tanggal 12 Februari 1676 mengenai hak atas daerah Selaparang dalam dua bahasa, Arab Melayu dan Belanda. Sumber: ANRI, Makassar 375-6

 

Dokumen kontrak antara VOC dengan Sultan Mas Bantan tanggal 12 Februari 1676 mengenai hak atas daerah Selaparang dalam dua bahasa, Arab Melayu dan Belanda. Sumber: ANRI, Makassar 375-6

 

Dokumen kontrak antara VOC dengan Sultan Mas Bantan tanggal 12 Februari 1676 mengenai hak atas daerah Selaparang dalam dua bahasa, Arab Melayu dan Belanda. Sumber: ANRI, Makassar 375-6
Previous articleGeografis Kabupaten Sumbawa Tempo Doloe
Next articlePanglima TNI Olahraga Bersama Taruna AAU
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.