Home Berita Tinjauan Kualitas Konstitusi Indonesia Berdasar Pengukuran Level of Consciousness

Tinjauan Kualitas Konstitusi Indonesia Berdasar Pengukuran Level of Consciousness

Setyo Hajar Dewantoro

Pendiri dan Pengasuh Persaudaraan Matahari

Ketua Umum Perkumpulan Pusaka Indonesia

Indonesia tengah mengalami dilema konstitusi seiring munculnya gagasan dan pergerakan untuk kembali pada UUD 1946 yang asli. Senyatanya sebagai satu negara-bangsa Indonesia berada di persimpangan: konstitusi yang diterapkan saat ini, sebagai hasil 4 kali amandemen sejak 1999 hingga 2002 dinilai banyak pihak telah melenceng dari spirit Pancasila, sebaliknya malah terlalu banyak diwarnai spirit neoliberalisme dan neokapitalisme.

Saya ingin memberi sumbang saran dengan melakukan tinjauan kualitas atas konstitusi atau UUD yang sedang diberlakukan dan pernah diberlakukan di Indonesia. Metodanya adalah dengan mengukur Level of Consciousness dari masing-masing versi UUD itu. Metoda ini mengadaptasi apa yang pernah diinisiasi dan diperkenalkan oleh Prof. David R. Hawkins, seorang psikiater yang kemudian dikenal luas sebagai periset kesadaran (consciousness researcher) dan pengajar spiritual, bahkan mistikus terkemuka.

Dengan teknik muscle test atau kinesiologi terapan, ia dan timnya mengukur Level of Consciousness manusia dan produk intelektual manusia: buku. Berdasarkan riset panjang yang dilakukan oleh Hawkins dan timnya dinyatakan bahwa semua tokoh legendaris dan buku yang populer dalam peradaban manusia, bisa dikalibrasi/diukur LoCnya. Data hasil kalibrasi dan pengukuran Hawkins misalnya bisa dilihat di situs ini: https://nancybragin.com/2012/12/29/dr-david-hawkins-calibrated-reading-list/.

Dulu saya menggunakan metoda dan parameter yang dipergunakan Hawkins untuk melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran spiritual yang dilakukan. Hingga kemudian, sejak 2020 saya mengembangkan metode dan parameter tersendiri, yang seperti pada kasus Hawkins, bisa diterapkan untuk mengukur tingkat kesadaran manusia dan segenap produk intelektualnya.

Metoda yang saya pergunakan adalah paduan dari kinesiologi terapan/muscle test dan pendayagunaan rasa sejati, dengan basis keheningan/mindfulness.

Akurasi dari pengukuran sangat tergantung dari kualitas hening dan keterbebasan sang pengukur dari segala faktor yang membiaskan. Sementara parameternya mirip dengan Hawkins, pengukuran dengan skala 0-1000 yang mengindikasikan semakin tingginya level kesadaran untuk hasil pengukuran yang semakin tinggi/mendekati 1000.

Buku yang sakral, yang berisi kebenaran absolut, tanpa bias ilusi sedikitpun, dengan vibrasi kasih murni sempurna, akan terukur memiliki LoC 1000.

Perlu ditegaskan, bahwa pengukuran semacam ini bisa dikategorikan subyektif tapi sebenarnya bisa diobyektifikasi melalui verifkasi dan validasi oleh para ahli yang punya kemampuan setara.

Sebelum saya sampaikan hasil pengukuran terhadap 4 versi konstitusi Republik Indonesia, mari kita kenali dulu masing-masingnya:

1. UUD 1945 Asli. Perumusannya dimulai dengan kelahiran dasar negara Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang pertama BPUPK. Perumusan UUD yang rill sendiri mulai dilakukan pada tanggal 10 Juli 1945 dengan dimulainya sidang kedua BPUPK untuk menyusun konstitusi. UUD 1945 diberlakukan secara resmi sebagai konstitusi negara Indonesia oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.

2. UU RIS. Disebut juga Undang-Undang Republik Indonesia Serikat, Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau lebih dikenal dengan sebutan Konstitusi RIS. Ini adalah konstitusi yang berlaku di Republik Indonesia Serikat sejak tanggal 27 Desember 1949 (yakni tanggal diakuinya kedaulatan Indonesia dalam bentuk RIS) hingga diubahnya kembali bentuk negara federal RIS menjadi negara kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1950

3. UUDS. Ini adalah Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan UUDS 1950 sebagai konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959.

 

UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.

Konstitusi ini dinamakan “sementara”, karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante

hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, tetapi Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959, yang antara lain berisi kembali berlakunya UUD 1945.

4. UUD 1945 hasil Diamandemen. Ini adalah konstitusi produk era reformasi yang terjadi seiring runtuhnya kekuasaan Orde Baru di tahun 1999. Sejak 1999, MPR mengadakan Amandemen sebanyak empat kali. Hasil Amandemen UUD 1945 selama 1999-2002 dapat kita pahami sebagai berikut:

A. Amandemen UUD 1945 yang pertama

Amandemen UUD 1945 yang pertama dilaksanakan pada Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999.

Hasil Amandemen UUD 1945 yang pertama meliputi 9 pasal dan 16 ayat sebagai berikut:

– Pasal 5 Ayat 1: Hak presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR

– Pasal 7: Pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden

– Pasal 9 Ayat 1 dan 2: Sumpah presiden dan wakil presiden

– Pasal 13 Ayat 2 dan 3: Pengangkatan dan penempatan duta

– Pasal 14 Ayat 1: Pemberian grasi dan rehabilitasi

– Pasal 14 Ayat 2: Pemberian amnesti dan abolisi

– Pasal 15: Pemberian gelar, tanda jasa, dan kehormatan lain

– Pasal 17 Ayat 2 dan 3: Pengangkatan menteri

– Pasal 20 Ayat 1-4: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

– Pasal 21: Hak DPR untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU)

B. Amandemen UUD 1945 yang kedua

Amandemen UUD 1945 yang kedua dilaksanakan pada Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000. Perubahan kedua UUD 1945 ditetapkan pada 18 Agustus 2000.

Hasil Amandemen UUD 1945 yang kedua meliputi 27 Pasal dalam 7 Bab sebagai berikut:

– Bab VI mengenai Pemerintah Daerah

– Bab VII mengenai Dewan Perwakilan Daerah

– Bab IXA mengenai Wilayah Negara

– Bab X mengenai Warga Negara dan Penduduk

– Bab XA mengenai Hak Asasi Manusia

– Bab XII mengenai Pertahanan dan Keamanan

– Bab XV mengenai Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan

C. Amandemen UUD 1945 yang ketiga

Amandemen UUD 1945 yang ketiga dilaksanakan pada Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001. Perubahan ketiga terhadap UUD 1945 ditetapkan tanggal 9 November 2001.

Hasil Amandemen UUD 1945 yang kedua meliputi 23 Pasal dalam 7 Bab sebagai berikut:

– Bab I mengenai Bentuk dan Kedaulatan

– Bab II mengenai MPR

– Bab III mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara

– Bab V mengenai Kementerian Negara

– Bab VIIA mengenai DPR

– Bab VIIB mengenai Pemilihan Umum

– Bab VIIIA mengenai BPK

D Amandemen UUD 1945 yang keempat

Amandemen UUD 1945 yang keempat dilaksanakan pada Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-11 Agustus 2002.

Hasil Amandemen UUD 1945 yang kedua meliputi 19 Pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan. Hasil Amandemen UUD 1945 yang keempat menetapkan berlakunya konstitusi baru ini.

Lalu, bagaimanakah haasil pengukuran terhadap keempat versi UUD tersebut? Demikianlah hasilnya:

UUD 1945 Asli, LoC 300. UUD RIS, LoC 50.

UUD Sementara, LoC 30.

UUD Hasil 4 Kali Amandemen, LoC 2.

Catatan: Parameter LoC 0-1000, diukur oleh Setyo Hajar Dewantoro dan divalidasi oleh Tim Persaudaraan Matahari (Keisari Pieta, Galih Setyawan).

Sebagai pembanding, berikut hasil pengukuran LoC dari beberapa konstitusi negara lain:

Konstitusi AS, LoC 5.

Konstitusi UK, LoC 8.

Konstitusi China, LoC 6.

Konstitusi Malaysia, LoC 3.

Konstitusi Finlandia, LoC 150.

Hasil pengukuran di atas menunjukkan kejomplangan kualitas antara UUD 1945 yang asli dengan versi UUD yang lain terlebih UUD hasil amandemen di era reformasi.

Bagaimana ini bisa terjadi? Sederhana jawabannya: Level Kesadaran kolektif para penyusunnya yang termanifestasikan dalam ketulusan dan kejernihan berpikir, sangat menentukan kualitas produk intelektual hasil rapat mereka. Demikian juga suasana perjuangan kemerdekaan yang masih relatif murni belum dipengaruhi bias hasrat egoistik, niscaya memberi pengaruh. Jika dibandingkan dengan suasana dan semangat yang melandasi amandemen UUD 1945 sepanjang 1999, jelas segala sesuatunya berbeda. Para penyusunnya adalah produk demokrasi pasar dengan political cost tinggi, dan selama rapat-rapat amandemen di MPR, sejauh yang saya dengar selentingannya, banyak sekali pihak yang bermain termasuk memberi pengaruh dengan kekuatan finansial.

UUD hasil amandemen dengan LoC 2, mengindikasikan kondisi konstitusi yang bertentangan dengan prinsip Trisakti: berdaulat dalam politik, berbudaya sesuai jatidiri, berdikari dalam ekonomi.

UUD hasil amandemen ini sangat neoliberalis dan neokapitalis, jauh dari nilai-nilai Pancasila. Spesifiknya, ia betul-betul mengabaikan “hikmat kebijaksanaan” dan “keadilan sosial”.

Dengan berbagai data di atas, saya sangat mendukung gerakan kembali pada UUD 1945 yang asli.(*)

Previous articlePeta Baru China. Indonesia tetap kerjasama IKN dgn RRC?
Next articleMenhan Prabowo Serahkan 100 Unit Rantis E-Tactical Sergap Produk Dalam Negeri Kepada TNI dan Polri
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.