Sumbawa Besar, sumbawanews.com – Ketua Komite Percepatan Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (KP4S) Pulau Sumbawa, Zakariah Surbini menegaskan, pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) bukan agenda elite. Demikian disampaikan, Jum’at (06/06), menanggapi pernyataan Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya.
“Pemekaran PPS Bukan Agenda Elite, Tapi Aspirasi Masyarakat Pulau Sumbawa. Gerakan PPS lahir dari akar rumput dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat Pulau Sumbawa,” ucap dia.
Baca Juga: DPP GJPI dan GMNI Komisariat Jayabaya Demo Kemendagri, Ancam Kembali Turun dengan Masa Besar
Diungkapkan, issue PPS bukan sekadar isu politik, melainkan tuntutan kultural dan administratif dari 5 daerah. Yakni Kota Bima, Kaob Bima, Dompu, Sumbawa, dan Sumbawa Barat.
“Aspirasi ini telah diperjuangkan selama lebih dari dua dekade, bukan sekadar lima tahunan,” jelas dia.
Ditambahkan, Moratorium Bukan Alasan Menutup Dialog. Alasan moratorium pemekaran memang menjadi penghambat administratif, tapi bukan dalih untuk mematikan ruang dialog dan hak konstitusional masyarakat.
“Justru, kondisi ini menuntut pemerintah pusat membuka jalur komunikasi yang lebih terbuka dan solutif, bukan sekadar memberikan jawaban kaku tanpa empati terhadap dinamika daerah,” katanya.
Menurut dia, Evaluasi DOB Lain Jangan Jadi Penghakiman Terhadap PPS Setiap DOB memiliki tantangannya masing-masing. Namun menyamaratakan kegagalan daerah lain sebagai ancaman bagi PPS adalah bentuk generalisasi yang menyesatkan.
“PPS punya modal kuat. SDM, SDA, sejarah, dan kekuatan sosial budaya. Jangan lumpuhkan harapan kami karena kesalahan birokrasi di tempat lain,” tegas dia.
Sedangkan Soal Keuangan Negara menurutnya bukan dalih. “Apakah Daerah Harus Menunggu Negara Kaya Raya Dulu. Jika alasan penundaan adalah keterbatasan APBN, maka penting juga diaudit berapa banyak anggaran yang selama ini tidak tepat sasaran di pusat. Daerah seperti Pulau Sumbawa justru bisa menjadi lokomotif pertumbuhan jika diberi kewenangan dan porsi fiskal yang adil. PPS bukan beban, tapi potensi,” bebernya.
Menurutnya, Kriminalisasi Aksi Rakyat Tidak Akan Meredam Aspirasi. Menetapkan 6 orang sebagai tersangka karena demonstrasi hanya menunjukkan bahwa pemerintah belum siap menerima aspirasi rakyat dalam bentuk apapun. Padahal aksi tersebut adalah ekspresi konstitusional dari masyarakat yang lelah diabaikan.
“Hentikan pendekatan represif terhadap suara rakyat,” ujar dia.
Ia menegaskan, Pulau Sumbawa bukan anak tiri Republik. PPS adalah harga diri kolektif yang tak bisa dibarter dengan janji lima tahun lagi. “Kami tidak anti pemerintah, tapi kami menolak didikte seolah perjuangan ini halusinasi. Pemekaran bukan hadiah, tapi hak yang harus diperjuangkan dengan bermartabat. Salam hormat, Warga Pulau Sumbawa Tidak Akan Diam,” ucapnya.
Dilansir dari Pintassatu.com, Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya usai melaksanakan ibadah Sholat idul Adha, Jumat 6/6/2025, mengatakan, pemekaran Propinsi Pulau Sumbawa tidak dapat direalisasikan dalam waktu dekat. “Tidak akan, tidak mungkin pemekaran (Propinsi Pulau Sumbawa) terjadi, mungkin bisa dalam waktu 5 tahun kedepan,” ungkapnya.
Bima menambahkan, selain moratorium pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) belum dibuka, saat ini kondisi keuangan negara tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pemekaran daerah. Pemerintahan saat ini lebih fokus menggunakan anggaran untuk sektor yang lebih produktif.
“Selain masih moratorium, Kondisi keuangan negara saat ini masih belum dapat memfasilitasi, banyak daerah lain juga pengen mekar, kalau yang ini dibuka, yang lain gimana,”Tegasnya
Menurutnya, Pemerintah sekarang juga sedang mengevaluasi banyak DOB yang justru belum mampu menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat sebagaimana tujuan pembentukannya.
“Kita juga sedang evaluasi, ini kan banyak daerah terbentuk tapi tidak seperti yang diharapkan,” Tutup Mantan Wali Kota Bogor tersebut. (Using)