Home Berita Tambang di Pulau Sumbawa, Tulang Punggung Ekonomi NTB 

Tambang di Pulau Sumbawa, Tulang Punggung Ekonomi NTB 

(Catatan dari Diskusi Kaukus Diaspora)

Satu titik Industri tambang di Pulau Sumbawa telah menjadi tulang punggung ekonomi NTB selama puluhan tahun. Segera menyusul 6 titik baru dengan skala lebih besar. Tetapi pembangunan infrastruktur di Pulau Sumbawa justru jauh tertinggal dibanding Pulau Lombok.

Kelompok diskusi yang tergabung dalam Kaukus Diaspora P Sumbawa kembali mengeluarkan rilis minggu ke empat April 2024 dengan judul “Tambang di P. Sumbawa, Tulang Punggung Ekonomi NTB”. Alasannya berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Produk Domestik Ragional Bruto (PDRB)

Kontrubusi sektor tambang menempati urutan kedua setelah pertanian.

Bahwa industri pertambangan di Pulau Sumbawa berkontribusi kepada ekonomi P. Lombok serta semua daerah kabupaten dan kota di dalam berbagai bentuk pajak, royalty, Dana Bagi Hasil (DBH) serta Dana Bagi Hasil Bersih yang diatur secara rinci dalam UU Nomor 1 tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah Pasal 116, serta UU Minerba No 3/2020 pasal 129.

Jika 1 atau 2 tahun ke depan proyek smelter dengan investasi sekitar Rp 45 triliun di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) rampung dan beroperasi, maka penyumbang PDRB baru pun akan bertambah secara sangat signifikan.

Konstribusi industri tambang terhadap P. Lombok sudah berlangsung hampir seperempat abad dari hanya satu titik. Selanjutnya akan bersambung ke blok baru Elang Dodo (Sumbawa Selatan), yang kini dalam proses eksplorasi. Gabung dengan Batu Hijau berdasarkan prospektus perusahaan masuk dalam 5 besar deposit emas dan tembaga dunia.

Kaukus menyebut, di P. Sumbawa, bukan hanya satu atau 2 tambang besar. Di antaranya PT Sumbawa Barat Mineral, 24,7 ribu ha dan PT Sumbawa Barat Sejahtera Bersama di KSB 24,7 ribu ha. PT Sumbawa Juta Raya 8,6 ribu ha dan PT PT Intam 18,5 ribu hektar di Sumbawa bagian Selatan.

Agak ke timur di Kemacatan Hu’u Dompu juga diklaim memiliki cadangan salah satu terbesar di dunia. Jika dalam 5 s/d 10 tahun ke depan semuanya beroperasi, maka Pulau Lombok sudah barang tentu ikut menikmati manfaatnya yang luar biasa jika peraturan perundangan pun tidak berubah.

Namun dari semua keunggulan dan kontribusi yang tidak kecil tersebut Kaukus menyesalkan bahwa insftrastruktur Pulau Sumbawa justru jauh tertinggal dibandingkan Pulau lombok.

Minimnya penduduk menjadi salah satu kesulitan tersendiri Pulau Sumbawa dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena andalanya retribusi dari aktivitas transaksi penduduk. Semua barang hasil alam dari laut dan darat yang melimpah langsung dibawa terbang untuk diolah dan dijual ke luar Pulau. Tidak ada proses produksi yang dapat meningkatkan nilai tambah.

Dalam kondisi seperti ini hampir mustahil Pulau Sumbawa mampu mengejar ketertinggalannya dengan P. Lombok yang menjadi tempat ibukota provinsi, semua aktivitas bisnis dan pemerintahan terkonsentrasi.

Populasi penduduk yang “jomplang” menjadi pertimbangan elektabilitas politis. Kepemimpinan NTB dari P. Sumbawa terkesan “sebagai pelengkap” keterwakilan saja. Tidak memberikan efek signifikan pada perubahan karena “daya tekan” dari populasi Pulau Lombok demikian kuat.

Dalam sejarah 65 tahun provinsi ini berdiri baru 2 kali kepala daerah asal P. Sumbawa memimpin NTB. Yakni 1998-2003 saat reformasi, dan baru kejadian lagi 20 tahun kemudian periode 2018 s/d 2023 pertama dalam sejarah pasca reformasi. Pastinya tidak mudah mengejar ketertinggalan dan ketimpangan pembangunan yang sedemikian dalam pada masa singkat satu periode kepemimpinan. Tetapi dalam dunia politik siapa perduli ?

Sejak tahun 2000 masyarakat P. Sumbawa ingin mendirikan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) lepas dari Lombok. Kemajuan Sumbawa dianggap “tersandera” dalam bingkai NTB, namun sampai kini issue PPS hanya sebatas “jualan” politisi untuk meraup suara setiap pemilu.

Keinginan yang “terlampau bahaya” ini tentu saja tidak mulus. Jika ini terjadi, sudah pasti P. Sumbawa akan mengalami lompatan yang luar biasa. Populasi sangat kecil dengan sumber daya yang demikian besar, otomatis pendapatan perkapita penduduk sangat mungkin menjadi tertinggi di Asia. (Mada Gandhi)

Previous articleFaizal Assegaf: Mega-Hasto Menipu Oposisi dan Rakyat 
Next articleBabinsa Kuala Kencana Laksanakan Komsos dan Pendampingan Kepada Petani
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.