Home Berita Tambang “Batuk” Ekonomi NTB Langsung “Meriang”

Tambang “Batuk” Ekonomi NTB Langsung “Meriang”

Catatan; Mada Gandhi

Kontribusi pariwisata pada ekonomi NTB hanya 1,73 % terhadap PDRB. Masih sangat jauh untuk diandalkan. Sektor Pertanian kontribusi tertinggi, justru hanya menjual bahan mentah nyaris 100 % keluar pulau yang tentunya tidak terkena pajak. Maka pasti tidak ngefek ke PAD, dan penambahan nilai eknomis.

Tanpa pertambahan nilai dalam bentuk setengah jadi saja, tanpa hilirisasi/industrialisasi dalam skala mikro kecil saja, hampir mustahil provinsi ini mampu melepaskan diri dari ketergantungan pada sektor tambang sekaligus mengejar ketertinggalannya dengan provinsi lain. Bab yang paling berat justru merubah mindset menjadi masyarakat produktif.

Data Biro Pusat Statistik (BPS) bahwa tahun 2023 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga berlaku nilainya Rp 166,4 Triliun/tahun. Tiga besar bersumber dari Pertanian, Pertambangan dan Perdagangan besar/eceran. Bahkan nilai ekspornya 95 % berasal dari konsentrat tambang. Pariwisata urutan ke 13 dari 17 item, (lihat table). Sehingga bila tambang “batuk”, maka ekonomi NTB langsung “meriang”

Pertengahan tahun lalu, industri tambang dalam hal ini PT Aman Mineral Nusa Tenggara, “batuk”, gegara terlambat keluar ijin ekspor dari kemeterian ESDM karena berkaitan kewajiban progress penyelesaian smelter, mengakibatkan pertumbuhan ekonomi daerah ini langsung anjlok ke titik nadir se Indonesia. Terbaca dalam data BPS pada awal 2024.

Data yang dikeluarkan lembaga Regional Institute, pimpinan Badrul Munir (Wakil Gubernur NTB 2008 s/d 2013) berkerja sama dengan Dinas Perikanan dan kelautan provinsi menyebut tahun 2023 hasil dari perikanan tangkap dan budaya Teluk Saleh di Pulau Sumbawa mencapai Rp 15,9 Triliun. Terus meningkat tiap tahun mengikuti nilai jual.

Nilai tersebut sama dengan 8 kali APBD Kab. Sumbawa, atau hampir 3 kali APBD Prov. NTB. Lalu ke mana uang banyak itu?. Mengapa tidak ngefek pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) ? Pastinya terbang keluar pulau karena rezim pajak tidak memungut pajak barang mentah. Pun semakin tidak berdampak apa pun pada kesejateraan jika pelaku usaha justru datang dari luar pulau, dan nelayan hanya berstatus buruh.

Di bidang Peternakan, Pulau Sumbawa menjadi salah satu sentra peternakan sapi. Saat ini, provinsi terdapat 1,2 juta ekor. Dijual dalam bentuk hidup ke luar pulau,. Apakah punya nilai tambah ? tidak. Sama dengan perikanan dan hasil laut. Rezim pajak tidak memungut barang yang belum diproses.

Jagung? Saat ini makin massif karena ambisi pusat untuk menggenjot produksi jagung NTB sebagai andalan Nasional. Memenuhi kebutuhan bermacam industri pakan ternak. Hanya ada proses pengeringan (corndriyer) setelah itu diangkut keluar.

Penanaman jagung secara massif diduga timbulkan dampak lingkungan. Belum diatur tataniaga yang memungkinkan ada kepastian harga petani karena kerjasama dengan enduser (industri pakan). Ada pengaturan lahan inti, sehingga masyarakat tidak sembarangan menanam. Belum ada payung hukum daerah, justru di tengah ambisi pusat terus menggenjot jagung sumbawa salah satu sentra produksi jagung Nasional.

Gambaran besar masalah secara obyektif ini serta merta akan buyar jika sudah bercampur dengan urusan politik praktis dan elektabilitas pilkada. Gerakan hilirisasi/industrialisasi, adalah satu-satunya jalan mereformasi NTB menjadi provinsi yang produktif. Memiliki banyak kaki yang kuat penopang berupa industrialisasi bidang pertanian, perikanan, peternakan. Bila suatu saat tambang “batuk” maka pasti stamina ekonomi NTB tetap kokoh.

Previous articleBupati Sumbawa Sampaikan Jawaban Atas Tanggapan Fraksi Dewan
Next articleDandim 1607/Sumbawa Pimpin Gelar Pasukan Pengamanan Kunjungan Presiden
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.