Home Berita Tambang Batu Hijau Hampir Habis, Gagal Transformasi SDA Terbarukan

Tambang Batu Hijau Hampir Habis, Gagal Transformasi SDA Terbarukan

Ikasum Jaya usai diskusi bertemu dengan Pj. Gubernur NTB di Kantor Penghubung NTB di Jakarta

Industri tambang emas dan tembaga di Batu Hijau Kabupaten Sumbawa Barat hampir habis. Selama 37 tahun bercokol dan 23 tahun berproduksi belum mampu mengungkit pertumbuhan sektor pertanian, peternakan, perikanan hingga SDM.

Ini adalah tambang kedua terbesar di Indonesia setelah Freeport, tapi di sana ada 13,02 % penduduk miskin dan 5,5 % pengangguran terbuka.

Efek tambang terhadap pertumbuhan sektor pertanian, perikanan, dan SDM terseok jauh di belakang. Hampir seperempat abad gagal memberi efek significant terhadap ekonomi lokal.

Apa yang terjadi di KSB mempertegas pendapat ekonom Inggris Ricard Auty seperti yang terjadi di Afrika thn 90 an Sebagai “the curse of natural resources” atau lebih popular sebagai teori kutukan tambang. Anomali SDA yang kaya raya tetapi tidak berdampak besar pada masyarakat sekitar, KSB adalah satu contoh nyata.

Tulisan ini lanjutan tulisan sebelumnya dengan judul: “PDRB, Kemiskinan & Anomali Tambang”.

Baca juga : PDRB, Kemiskinan & Anomali Tambang dari Diskusi Diaspora IKASUM

Melihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di KSB tahun 2022 berdasarkan bidang usaha bahwa sektor tambang jauh melejit sendiri hingga 85,25 %, sementara sektor pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan hanya berkontribusi 3,68%. Sisanya dari 17 item bidang usaha lain yang nilainya sangat, sangat kecil.

Kabupaten Sumbawa Barat cukup lama dalam wilayah ‘nyaman’(confort zone). Nyaris tidak ada lompatan berarti terhadap sektor lain yang merupakan mata pencarian turun temurun selama berabad2. Setelah hampir habis baru menyadari (jika sadar) bahwa gagal memanfaatkan keberadaan tambang untuk memicu perekonomian dan sumber daya alam daerah lain.

Tentu saja ini bukan semata kesalahan perusahaan, mereka telah membayar kewajiban pajak dan PNBP. Pun bukan pemerintah daerah saja karena hanya menjalankan regulasi.

Namun satu hal yang luput, adalah pertambahan nilai tidak langsung yg tidak mampu dimanfaatkan berupa belanja modal (capex) dan belanja operasional sehari2 perusahaan yang nilainya justru sangat besar.

Pasca tambang habis, maka ekonomi pasti akan anjlok sedemikian rupa. Lebih dari 4000 tenaga kerja akan disalurkan kemana, Rp 28,6 triliun terhadap PDRB di mana di cari ? Lebih dari seperempat abad waktu emas itu habis sia-sia.

Itu baru efek kepada sumber daya alam terbarukan. Bagaimana pengaruhnya terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), melalui beasiswa, pelatihan dll ? ke mana penerima bea siswa yang pernah diberikan zaman pemegang saham Amerika dulu sebelum diambil alih perusahaan Nasional 2016 ?

Statistik mencatat, tingkat pengangguran di daerah ini mencapai 4,14 ribu dari 145 ribu jiwa penduduk KSB. Tingginya tingkat pengangguran ini boleh jadi karena sektor lain tidak ngefek kepada penyerapan tenaga kerja.

Kenyataan lain, anomali PDRB tinggi tetapi belanja barang dan jasa konten lokal tidak lebih 5 %. Artinya uang lebih banyak justru beredar di luar daerah, tentunya tidak ngefek ke perekonomian setempat, secara teoritis disebut kebocoran regional (regional leakeges).

Apa pun yang telah terjadi, waktu tidak dapat diputar mundur. Blok Elang Dodo di Kabupaten Sumbawa titik baru yang mulai dieksplorasi hendaknya ambil pelajaran dari KSB.

Jangan terlena dalam confort zone tambang. Karena kenyataannya itu semua hanyalah ‘fatamorgana’ – tipuan mata. Indah dalam angka tapi perih di dunia nyata. (Mada Gandhi).

Previous articleBupati Sumbawa: Perubahan KUA dan PPAS 2023 Mengalami Penyesuaian
Next articleCatatan Lepas di Stasiun Balapan Solo:: Setidak nya ada 4 King Makers?
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.