Home Berita Resensi Buku: Menghidupkan Pancasila dengan Karya

Resensi Buku: Menghidupkan Pancasila dengan Karya

@Aksara Mafasa PH
Kurator di Perpustakaan Presiden

Pancasila sekarat. Bahkan mati. Ia ditaruh di mulut, tapi dikhianati di sembarang tempat. Ia diikat di tiang gantungan lewat undang-undang anti rakyat. Ia diucapkan, tanpa dipraktekkan. Apa akibatnya? Kemiskinan, kesenjangan, kesakitan, ketimpangan, kebodohan, keamoralan, keterjajahan, kepengangguran, konflik tak berkesudahan makin riil.

Membaca buku berjudul “Nyalakan Api Pancasila” yang ditulis Setyo Hajar Dewantoro, seorang guru spiritual dan penulis jenius menyadarkan kita dalam banyak hal: tentang nusantara, indonesia, pancasila dan posisi strategisnya. Buku setebal 245 hlm yang diterbitkan oleh Pusaka Indonesia Gemahripah, Kota Jakarta ini terbit pas bulan Pancasila, Juni 2023.

Baca juga: Serial Resensi Buku Kedua~ Menyambut Kolokium Spiritualisme Dunia: BISAKAH AGAMA DAN AGAMAWAN BERBEDA BERTEMU?

Buku yang mengajak kita mencandra secara reflektif dan melakukan proyeksi keindonesiaan dengan ceria. Satu refleksi yang menemukan bahwa sekaranglah puncak prestasi pemerintahan kali ini: menswastakan negara. Pekerjaan agung itu menghasilkan enam krisis. Pertama, krisis ekonomi rakyat miskin, sehingga ketimpangan makin lebar tak terukur.

Kedua, krisis politik sehat, yang membuat banyak orang tidak percaya lagi pada demokrasi. Ketiga, krisis alat-alat kekuasaan negara, yang membuat problema kita terus menggunung. Keempat, krisis cara berpikir dan cara meninjau, sehingga tak ada kebaruan metoda. Kelima, krisis moral, sehingga banjir orang edan di mana saja. Keenam, krisis gejag (kewibawaan otoritas), sehingga profanitas ditradisikan.

baca juga: Serial Resensi Buku: Menyambut Kolokium Spiritualisme Dunia, MENSORGAKAN BUMI INDONESIA

Menjawab warisan agung “negara swasta” produk pion neoliberalisme, penulis buku ini menawarkan jawaban terhadap akar masalahnya: yaitu dengan menyalakan api pancasila. Buku anti mainstream yang membahas Pancasila dan akar permasalahan negara dengan sudut pandang spiritual, intelektual dan sosial.

Sesungguhnya, isi dari buku ini merupakan materi-materi yang disampaikan di program Ngaji Pancasila sejak tahun 2020 oleh penulis yang juga Ketua Umum Pusaka Indonesia, Setyo Hajar Dewantoro, dirangkum menjadi satu. Warisan pemikiran hebat yang menjadi solusi bagi bangsa ini layak untuk disebarluaskan dan diketahui seluruh rakyat Indonesia terutama para pemangku kebijakan, untuk menyadarkan kembali bangsa ini.

Di banyak kesempatan, penulis mengungkapkan bahwa bangsa ini adalah bangsa spiritualis yang sayangnya telah lupa akan penerapan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, sila yang menjadi pondasi bagi ke empat sila lainnya. Bangsa ini juga bangsa dengan sistem sendiri dalam berdemokrasi.

Ya. Demokrasi yang cocok dan khas Indonesia adalah demokrasi dengan sistem perwakilan yang mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Perwakilannya diisi lewat keterpilihan (utusan parpol) dan keterwakilan (utusan daerah dan utusan golongan). Ketiganya membentuk trikameral yang manunggal menjadi lembaga tertinggi negara: MPRRI.

Seperti yang dikatakan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI: “Saudara-saudara, saya usulkan, kalau kita mencari demokrasi hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-ecconomische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. Rakyat Indonesia lama bicara tentang ini. … Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang kita akan buat hendaknya bukan badan permusyawaratan politik democratie saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip: politieke rectvaardigheid dan sociale rechtvaardighaeid.”

Sangat jelas dari sila keempat bahwa negara Indonesia tidak boleh dipimpin oleh satu golongan agama, oleh satu golongan orang kaya (oligarkhi), oleh satu gologang ras dan etnis; tidak dipimpin oleh para bangsawan atau salah satu raja; tidak dipimpin oleh satu kekuatan bersenjata; tidak juga para preman. Bangsa Indonesia harus dipimpin oleh “hikmat kebijaksanaan.”

Tapi kok dihapus dan dibuang? Entahlah. Sejarah kita memang parah. Para pendiri republik susah payah merekonstruksinya, generasi setelahnya mengkhianatinya.

Agar kita tak jadi pengkhianat, ayok hadir dalam diskusi buku ini yang akan diluncurkan bersama acara Pagelaran Kebangkitan Pancasila. Acara pada Sabtu, 29 Juli 2023 di RRI. Bagi yang tertarik bisa kontak ke panitia: 08985081939 (Mbak Putri).**

Previous articlePanglima TNI Tinjau Kesiapan Pasukan Kuda HUT TNI ke 78
Next articleSerial Resensi Buku Ketiga: Menyambut Kolokium Spiritualisme Dunia, LAKU TANTRA PURBA DI ZAMAN MODERN
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.