Home Berita Refleksi 17 Agustus 2023: MERDEKA tapi Galau

Refleksi 17 Agustus 2023: MERDEKA tapi Galau

Oleh: Muslim Arbi
Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu

Merdeka, tapi galau. Meski demikian. Semangat dan jiwa untuk Republik Tercinta tak akan pudar. Selama hayat di kandung badan.

Kemerdekaan saat ini, telah menginjak hampir usia 80 tahun. Tujuh puluh delapan tahun sudah usia kemerdekaan dan perjalanan bangsa ini.

Mestinya kemerdekaan ini di rayakan dengan penuh khidmat dan suka cita. Tapi kegalauan dan was-was menghantui kegalau di pikiran dan jiwa di banyak anak bangsa saat ini.

Betapa tidak, Ibu Kota Negara yang konon telah di pindahkan ke Kalimantan Timur, persis nya di Penajam. Mesti di bangun dengan kekuatan sendiri tapi melibatkan kekuatan Asing (RRC) dengan Konsesi 160 tahun. Anggaran nya di ambil dari APBN sebesar 20% dan dari Pemerintah China 80%. Saham Negara untuk Ibu Kota Negara nya hanya 20%. Dan Saham Mayoritas nya 80%. Adalah RRC. Kalimantan mau dijadikan Ibu Kota Baru RRC?

Dapat di katakan Indoensia telah di serahkan ke China karena Ibu Kota Negara nya di bangun China dengan saham mayoritas dan di kuasai selama 160 tahun dan diberikan hak guna bangunan selama 190 tahun.

Merdeka baru 78 tahun. Belum seratus tahun. Tapi telah di serahkan ke RRC selama 160 tahun dan 190 Tahun HGU.

Apakah itu solusi atas Ibu Kota Negara atau malapetaka?

Konflik dan klaim China di Laut Utara Natuna, bahkan terinformasi China telah bangun landasan pacu di pulau sengketa di Laut China Selatan. Ya. Landasan pacu RRC di pulau sengketa di laut Utara Natuna.

China juga tidak akui hasil Pengadilan di Den Haag soal sengketa di Laut Utara Natuna. Yang telah di atur di dalam Hukum Laut Internasional – UNCLOS. Dapat diyakini hingga kini China akan berupaya keras merebut laut Natuna Utara: sebagai Lautan China di Selatan.

Laut nya telah di klaim sebagai milik nya. Hukum laut dan batas teritori Internasional tidak di akui dan Hasil Pengadilan Internasional di Den Haag pun dilawan.

Lalu, Rezim saat ini memberikan konsesi 160 tahun dan 190 tahun HGU. Tidak kah itu perbuatan konyol dan membahayakan kedaulatan dan kekuasaan Negara NKRI?

Usaha keras China di Laut dan Daratan yang diserahkan untuk di bangun dan di kelola China selama ratusan tahun. Tidakkah itu sama saja dengan telah menjual murah dan menggadaikan Kedaulatan Negara ke Pihak Asing-RRC?

Meski dalam pertemuan di Chengdu antara Presiden Jokowi dan Presiden Xi Jinping dan telah sepakati 8 poin kerjasama. Tapi nampak nya dengan dalih Investasi dan kerjasama itu nampak nya memposisikan telah menjadi bagian dari kedaulatan RRC.

Refleksi dan kegalauan itu yang paling membuat suasana kebatinan penuh kegalauan menatap masa depan Indonesia di tahun tahun mendatang.

Di tambah lagi tumpukan hutang yang makin membesar dan kemampuan bayar yang sangat rendah bahkan sampai hari ini belum terdengar catatan pembayaran hutang oleh pemerintah. Apakah telah terjadi default – gagal bayar hutang? Tapi pemerintah takut umumkan?

Demikian juga pemerintah tidak jujur umumkan jumlah hutang yang sesungguhnya. Karena menurut catatan Anggota DPR RI. Muhammad Misbakum. Hutang kita sesungguh nya: Rp 20.700 Triliun lebih. Ini adalah keresahan dan kegalauan lain.

Apalagi Sekjen PBB, Dr Antonio Gutteres beberapa waktu lalu umumkan ciri negara gagal di antara nya. Besaran hutang dan kecil biaya pendidikan dan kesehatan. Kita dapat di kategorikan negara gagal karena hutang yang besar tapi biaya untuk pendidikan dan kesehatan kecil. Lalu di pakai untuk apa?
Bangun infrastruktur yang merugi di mana-mana?

Belum lagi pelanggaran Konsitusi dan marak nya KKN. Yang membelenggu. Akibat dari politik dinasti dan korupsi marajalela di berbagai partai politik dan sistem sandera di birokrasi dalam perpolitikan nasional. Demokrasi semakin terjerembab.

Lahirnya UU IKN, UU Minerva, UU Omnibuslaw, UU kesehatan dsb. Membuat demokrasi semakin tercekik dan hanya menguntungkan kepentingan pemodal. Juga menjadi biang keresahan dan kegelisahan di anak-anak Bangsa.

Presiden umumkan kenaikkan Gaji ASN dan TNI-Polrin 8 % dan Para Pensiun 12%. Tapi Gaji dan Upah buruh tidak naik.
Dengan rencana kenaikkan itu, darimana membayar nya? Di tengah pertumbuhan ekonomi yang hanya berdasarkan optimisme. Dan inflansi yang katanya rendah. Tapi kondisi ekonomi rakyat yang semakin terjepit dengan marak nya pinjaman-pinjaman On Line.

Lalu, klaim pertumbuhan ekonomi itu di mana?
Jika kesejahteraan Rakyat semakin meresahkan? Jadi hutang yang tinggi untuk biayai infrastruktur yang banyak makrang dan jadi beban. Lalu hutang negara Membengkak itu di gunakan untuk apa? Kalau nanti hanya membebani Negara dan Rakyat?

Dari sejumlah rangkain kegelisahan di atas. Meski merdeka tapi galau. Meski demikian, sebagai anak-anak Bangsa yang mencintai negeri ini. Harus tetap optimis dan menatap masa depan nya. Dan harus berpikir bahwa di bawah rezim ini ternyata Kemerdekaan yang di perjuangkan dengan penuh pengorbanan akhirnya tergadaikan dan hanya untuk kepentingan kekuatan dan kekuasaan Asing belaka.

Kata Bung Hatta, Sang Proklamator. “Lebih baik Indonesia tenggelam ke Dasar lautan. Dari pada menjadi embel-embel bangsa lain.”

Saat ini, bukan lagi menjadi embel-embel bangsa lain. Tetapi beberapa keputusan dan tindakan rezim saat ini, negeri ini mau di jadikan bagian dari Bangsa dan negeri lain? RRC? Jelas pasti di tolak oleh Seluruh Rakyat Indonesia.

Merdeka!
Allahu Akbar!

Sawangan – Depok:
17 Agustus 2023

Previous articleInilah Nama Lengkap dan Biodata 76 Anggota Paskibraka Tahun 2023
Next articlePahlawan Bukti Merebut dan Mempertahankan NKRI Butuh Pengorbanan Jiwa Raga
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.