Home Berita Punahnya Agensi Moralis

Punahnya Agensi Moralis

Yudhie Haryono

Presidium Forum Negarawan

 

Kini, ke mana kita bisa bertanya. Kini, ke mana kita bisa minta fatwa. Inilah problemnya saat semua tentara, ilmuwan, kyai, cendekiawan, sastrawan, bangsawan menjadi politisi: pengejar selebritas, penumpuk rente, pemuja kapital, penjumlah rating.

 

Kini rumah ibadah ramai tapi kosong, kampus semarak tapi sepi, ormas keagamaan mati, LSM limbo, pesantren kebingungan, barak-barak TNI-Polri terbeli.

 

Negara tanpa agensi moralis. Inilah takdir kita kini. Bagai rumah tanpa sinar listrik. Seperti jiwa tanpa cinta kasih. Gelap dan tergagap. Tanpa laku bajik, semua sesat dan menyesatkan. Tanpa contoh dan panutan ideal, semua bunuh dan saling melenyapkan. Banjirlah teroris (resmi maupun illegal). Yang resmi tinggal di kantor-kantor pemerintahan, gedung-gedung pengadilan dan rumah-rumah rakyat (dpr/d). Yang illegal bergentayangan di sepanjang jalan: atas baju agama, ras, profesi dan kelaparan.

 

Kita tahu, agensi moralis adalah kunci. Ia menyempal dari keumuman: crank. Anti libidinal, anti kapital dan anti status quo. Ia mencintai yang tak lazim: spiritualitas, intelektualitas dan kaum miskin plus kejuangan kejujuran kebersahajaan. Ia memproduksi “moralitas.” Dari bahasa Latin, moralitas adalah tindakan manusia yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral: tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya.

 

Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia di negara merdeka yang berdasar Pancasila. Moral secara ekplisit adalah modal hidup waras. Ia harus jadi sifat dasar yang diajarkan di kampus dan rumah ibadah agar manusia dihormati oleh sesamanya. Makanya, moral jadi nilai ke-absolutan dalam kehidupan bernegara secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat karena moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan yang konsisten. Satunya kata dan perbuatan.

 

Kini saat amoral menjamur maka semua perlu bertanya: apa produk dari budaya dan agama di sekitar kita? Jangan-jangan agama dan budaya kita sudah uzur tertelan kejahiliyahan: fasisme, feodalisme, fundamentalisme yang pada akhirnya mengalami kematian sebelum ajal tiba. Jika itu yang sedang kita alami maka mari kita maki-maki agama-agama tersebut agar siuman. Bahwa kini kita memasuki dunia tanpa nahkoda, alarm dan kompas. Semua busuk jauh sebelum matang. Semua asam jauh sebelum dapat dimakan.

 

Absennya agensi moralis adalah fakta terkejam dari gagalnya kita menjadi manusia pancasila. Itu adalah fakta mutakhir bahwa kita bukan pewaris peradaban atlantis. Lalu, kita mau apa? Entahlah.(*)

Previous articleManifesto Nusantara
Next articleKasasi Bambang Tri dan Gus Nur di tolak MA? 
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.