Home Berita PPS untuk atasi Ketimpangan & Percepatan Pembangunan Bukan Semata Soal Kemampuan Fiskal

PPS untuk atasi Ketimpangan & Percepatan Pembangunan Bukan Semata Soal Kemampuan Fiskal

Hasil diskusi mingguan Kaukus Diaspora P. Sumbawa atau dikenal Diaspora Lima menyebut jika hanya pertimbangan kemampuan fiskal maka tak akan ada lagi lahir daerah otonomi Baru (DOB). Bahkan hampir semua daerah saat ini ketergantungan kepada pemerintah Pusat masih tinggi, karena pendekatan fiskal yang dianut Indonesia bersifat sentralistik.

Hal ini menanggapi pernyataan Mendagri Tito Karnavian belum lama ini pada Musyawarah Rencana Pembangun (Musrenbang) RPJM  NTB di Mataram awal Juni. Justru, pembentukan DOB guna mempercepat pembangunan, mengatasi ketimpangan dan mentriger pertumbuhan fiskal untuk kesejahteraan rakyat. Kaukus beranggapan terlalu simple menilai kemampuan fiskal yang menyebabkan calon DOB akan menambah beban pemerintah pusat.

Politik anggaran yang selama ini dianut pusat bahwa yang dibagi ke daerah dalam bentuk DBH dalam bentuk Transfer ke Daerah (TKD) hanya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)/royalty. Sedangkan penerimaan negara berupa pajak SDA sebagian besar bahkan hampir seluruhnya masih ke pemerintah pusat tidak dibagi ke daerah. Misalnya pajak (Pph) Badan dari perusahaan tambang seluruhnya ke pusat.

Demikian pula dengan PNBP pembangunan smelter, lokasi smelter hanya mendapat DBH sebesar 8 persen menurut UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Royalty 8 persen itu justru didapat dari mengutak atik DBH SDA tambang dari UU 23 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

“Seharusnya smelter dikenakan Pajak dan PNBP sendiri sebagaimana usulan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebesar 45 persen untuk daerah dan 55 persen untuk pusat” kata jubir Diaspora5 Mada Gandhi.

Kelompok study masalah strategis di Provinsi NTB, Kaukus Lima berharap pemerintah mempertimbangkan pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa dari perspektif pertimbangan strategis Nasional sebagaimana amanat UU Pemerintahan Daerah yakni pertimbangan potensi daerah, aspek sosial budaya, geografis serta pertimbangan strategis lainnya.

Kabupaten Sumbawa, sebagai calon Ibukota Provinsi Pulau Sumbawa (PPS), potensinya sangat besar. Pemasok utama Nasional daging sapi pada hari besar keagamaan, penghasil udang terbesar di Indonesia, dalam persiapan beroperasi tambang emas dan tembaga terbesar kedua setelah Freeport, Penyuplai utama jagung untuk pakan ternak di Indonesia. Lumbung pangan Nasional melalui produksi padi.

Itu baru dari aspek ekonomi. Dari aspek sejarah dan budaya, Pulau Sumbawa (Samawa, Bima dan Dompu) telah dikenal sejak ratusan tahun, karena para raja dan sultan aktif melakukan perdagangan dengan bangsa-bangsa Eropa, dari hasil hutan dan ternak (kuda). Begitu disatukan dalam NTB tahun 1957 icon dan nama yang sama sekali baru dan tidak memiliki akar pada sejarah dan budaya, maka “pamor” Pulau sumbawa pun tenggelam.

Bahwa semua dokumen kelayakan, dan Analisa akademis Provinsi Pulau Sumbawa telah rampung sejak belasan tahun lalu dan memenuhi syarat dengan skor tertinggi di antara calon DOB lain. Sehingga biaya-biaya yang dibutuhkan untuk pemekaran membangun infrastruktur kantor bupati, dinas gaji ASN dll sangat kuat berdasarkan potensi SDA yang dimiliki.

Berada dalam “rumah NTB” menurut Kaukus justru kedua pulau saling membebani dan mengaburkan banyak manfaat yang seharusnya dinikmati oleh masing2 pulau ini jika masing2 berdiri sendiri.  SDA Pulau Sumbawa harus berbagi dengan kabupaten dan kota lain dalam lingkup NTB. Walaupun daerah penghasil paling besar pasti memberatkan fiskal daerah.

Seperti diketahui Peraturan Menteri Keuangan/PMK No. 65 TAHUN 2024, tentang peta fiskal daerah menyebut beberapa kabupaten di NTB memiliki score  fiskal yang rendah. Misalnya, Kabupaten Bima Sangat Rendah skor 0,846, Kab. Lombok Barat, Lombok Tengah sangat Rendah score 0,843 dan 0,886, selebihnya rendah dan kategori Tinggi Lombok Utara dan Mataram. Adapun skor Sangat Tinggi hanya Kabupaten Sumbawa Barat (lokasi tambang Amman mineral). (007)/foto: istimewa.

Previous articleTanggapi Pernyataan Wamendagri Tentang PPS, BAM: Tidak Obyektif