Home Berita Perombakan di UNS,  Dr. Isharyanto: Status Pejabat Plt, Managerial Tidak Sehat

Perombakan di UNS,  Dr. Isharyanto: Status Pejabat Plt, Managerial Tidak Sehat

Jakarta, Sumbawanews.com.- Perombakan personil yang meliputi Kepala Program Studi dan Kepala Bagian Universitas Sebelas Maret (UNS) ternyata berlanjut. Minimnya keterbukaan informasi mengenai hal ini menyebabkan penjelasan dari pihak universitas tak bisa diakses sepenuhnya. Setelah media ini menurunkan  potensi pelanggaran hukum karena keragu-raguan terhadap dasar hukum untuk kebijakan tersebut, belum ada tanggapan resmi dari universitas.

Informasi yang berhasil  dihimpun Sumbawanews.com kebanyakan personil Kepala Program Studi dan Kepala Bagian diajukan dari nama-nama yang masih bersedia menjabat oleh Fakultas dan ada pula yang ditunjuk personil baru. Hanya saja statusnya adalah Pelaksana Tugas (Plt.). Tentu ini menjadi rekor karena untuk program studi di UNS saja tak kurang 166, berarti ada sejumlah itu yang menjadi Plt.

Baca juga: Perpanjangan Rektor UNS Sepihak Pemerintah, Isharyanto: Senat, Dewan Profesor Hingga MWA Belum Pernah Bertemu Tim Teknis

Untuk memberikan tanggapan, berikut wawancara dengan Dr. Isharyanto, dosen FH yang juga Staf Ahli Hukum MWA UNS, Kamis (1/6/2023).

Perombakan personil nampaknya berlanjut. Banyak yang berstatus Plt.

Kita hanya memperoleh informasi yang beredar atau disampaikan informal oleh beberapa pejabat di lingkungan Fakultas. Banyaknya status Plt sebenarnya secara manajerial tidak sehat untuk kinerja organisasi.

Baca juga: Aktivis Ahmad Khozinudin : Menteri Nadiem Lakukan Kudeta Rektor Terplih UNS, Ijazah Mahasiswa Bermasalah

Mengapa bisa seperti itu?

Ya karena keputusan Universitas tidak ada yang mengontrol. Seperti pernah saya sampaikan bahwa dengan dibekukannya MWA, yang tidak jelas masa limitasinya, menyebabkan kebijakan nonakademik tidak ada yang mengawasi. Ini pelanggaran PP No. 56/2020 tentang PTNBH UNS. Berkali-kali telah disampaikan, organ PTNBH itu utuh dan tidak dapat saling dihapus, meliputi MWA, Senat Akademik, Pemimpin, dan Dewan Profesor. Itu penanda PTNBH dan itu aturan hukum.

Baca juga: Ketidakabsahan Perpanjangan Rektor UNS, Mahasiswa Yohanes: Wisudawan Tidak Sah, Kedepan Bermasalah

 

Ada yang mengatakan, tanpa MWA selama ini sudah berjalan baik.

Semoga itu tidak serius. Pendapat seperti itu narsis. Coba perhatikan dengan seksama ritme kerja dan semangat organ di bawah Rektor. Sudah mulai berani memberikan pendapat walau tak langsung. Masih wait and see. Tidak boleh dikembangkan pendapat seperti itu. Jangan-jangan tanpa Senat juga berjalan. Jangan-jangan tanpa organ lain lancar-lancar saja. Ambyar jika jalan pikiran seperti itu dikembangkan.

Jadi, MWA harus dihidupkan kembali.

Ya. Kita mendamba tim 7 yang membantu Menteri sebagai pelaksana tugas dan wewenang menurut Permendikbud No. 24/2023 aktif, tampil, berdialog, dan bersedia terbuka soal rumusan kebijakan. Ingat. Keberadaan mereka membantu menteri melakukan penataan peraturan internal dan organ di UNS. Jika secara keseluruhan berakibat terhadap kinerja UNS, tim tersebut tak bisa lepas tangan dan bertanggung jawab. Semoga mereka betul-betul memahami denyut nadi dan persoalan UNS. Soalnya kebanyakan adalah pejabat kementerian dan ada yang personil dari Universitas lain.

Baca juga: Sudah Diduga, Bawaslu Sebut Safari Ganjar di Masjid Agung Banten tak Melanggar Aturan

Oh, ya status Plt. Sebenarnya bagaimana dari segi hukum?

Begini, di samping PP 56/2020 ada aturan-aturan terkait lain. Ada UU 5/2014 tentang ASN, UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kemudian PP No. 11/2017 dan PP No. 17/2021 tentang Manajemen PNS, kemudian Permenpan-RB No. 17 Tahun 2021 dan Edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) No. 1/2021.

Seingat saya dan semoga tidak keliru, di lingkungan UNS belum ada Peraturan mengenai Tata Cara Penugasan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas di Lingkungan UNS.

Baca juga: Jokowi Ikut Cawe-Cawe Pilpres, Muslim Arbi: Pemilu Akan Curang

Jadi, ada Plt. dan juga Pelaksana Harian ya.

Jadi begini. Pelaksana Harian yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara. Pelaksana Turgas yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap. Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak berwenang mengambil keputusan dan latau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian.

Pelaksana Harian dan Pelaksana tugas bukan jabatan definitif, oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil yang diperintahkan sebagai Pelaksana Harian atau Pelaksana Tugas tidak diberikan tunjangan jabatan sehingga dalam surat perintah tidak dicantumkan besaran tunjangan jabatan. Pengangkatan sebagai Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak boleh menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya dan tunjangan jabatannya tetap dibayarkan sesuai tunjangan jabatan definitifnya.

Baca juga: Jokowi Izinkan Ekspor Pasir Laut, Muslim Arbi: Untung Buat Taipan, Lingkungan Tambah Rusak

Untuk masa jabatan bagaimana?

Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas melaksanakan tugasnya untuk paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan. Evaluasi setiap bulan oleh pejabat yang memberi surat tugas.

Diangkat dengan Keputusan resmi?

Bukan. Dengan surat perintah pelaksana tugas/pelaksana harian. Format ada dalam lampiran Surat Edaran BKN No. 1/2021.

Jadi, Plt. sebenarnya orang yang sedang memegang jabatan definitif tertentu ya. Lalu diperintahkan melaksanakan tugas lain.

Baca juga: Ada Potensi Kecurangan dan Penjegalan, Anies Respon Jokowi Cawe-Cawe dalam Pilpres 2024

Iya. Misalnya di UNS jabatan definitif Kepala Program Studi. Lalu ditugasi sebagai wakil dekan. Maka status sebagai wakil dekan itu adalah Plt. Dan mestinya tetap memegang jabatan Kepala Program Studi tersebut.

Plt bukan “pemangku jabatan sementara” tetapi pelaksana tugas. Mestinya juga bukan personil yang tidak memangku jabatan apapun, lalu menjadi Plt. Nanti ada keragu-raguan soal tugas dan wewenangnya.

Mengambil keputusan pengangkatan pejabat memang harus menuruti aturan ya.

Bukan saja patuh kepada peraturan perundang-undangan, tetapi juga asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Baca juga: PDIP Tegaskan Komitmen Ganjar Perbaiki Jalan di Banten, Warganet: Ngayal Tingkat Dewa

Misalnya seperti apa.

Misalnya asas kecermatan. Pejabat senantiasa bertindak secara hati-hati, untuk mempertimbangkan secara cermat pada waktu membuat Keputusan, dengan terlebih dahulu mencari gambaran yang jelas mengenai semua fakta hukum relevan, serta Peraturan Perundang-undangan yang mendasarinya dan memperhatikan kepentingan pihak ketiga, agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat. Ini sudah menjadi yurisprudensi Mahkamah Agung misalnya Putusan MA RI No. 150 K/TUN/1992, Putusan MA RI No. 213 K/TUN/2007, dan Putusan MA RI No. 101 K/TUN/2014.

Kemudian, Yurisprudensi Mahkamah Agung Putusan No. 81 K/TUN/2006 menunjukkan indikasi adanya pelanggaran asas proporsionalitas, yaitu menyaratkan bahwa keputusan yang diterbitkan oleh pejabat hendaknya memperhatikan aspek prosedural dengan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan asas proporsionalitas juga muncul dalam Putusan MA RI No. 81 K/TUN/2006 dan Putusan Nomor MA RI Nomor 31 K/TUN/2014. Jadi, asas ini dimaknai serupa dengan asas kepastian hukum dan asas kecermatan. (sn01)

 

Previous articleJika MK Putuskan Proporsional Tertutup Rakyat Berhak Menolak
Next articleZaini di Ujung Tanduk, Surat Pencopotan Dirut PTAM Giri Menang Sudah Dikirim ke Bupati Lobar
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.