Home Berita Permasalahan Biaya Kuliah dan Status PTN di Indonesia 

Permasalahan Biaya Kuliah dan Status PTN di Indonesia 

Oleh: Andhika Wahyudiono*

Analisis ini mencoba menggali akar masalah terkait mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia serta dampak dari status PTN sebagai Badan Hukum. Data dan pandangan dari para ahli serta pengamat pendidikan digunakan sebagai dasar untuk menyusun pemahaman yang komprehensif terhadap situasi tersebut.

Pertama-tama, ditemukan bahwa masalah biaya kuliah yang meningkat di PTN-Negeri disebabkan oleh status PTN sebagai Badan Hukum (BH). Ini memungkinkan kampus untuk mencari pembiayaan mandiri, yang pada gilirannya meningkatkan biaya operasional kampus. Dalam hal ini, UKT menjadi sumber utama pendanaan kampus, sehingga menimbulkan beban finansial yang berat bagi mahasiswa.

Selanjutnya, kajian menyoroti bahwa status PTN sebagai BH seharusnya bertujuan untuk meningkatkan otonomi kampus. Namun, kenyataannya, banyak PTN dengan status tersebut masih bergantung pada UKT sebagai sumber penerimaan utama. Ini menunjukkan ketidakberhasilan dalam mencari sumber penerimaan alternatif di luar UKT. Solusi yang disarankan adalah pimpinan PTN perlu lebih aktif dalam mencari sumber dana lainnya, seperti melalui penelitian dan kolaborasi.

Kemudian, dalam analisis ini juga dibahas dampak dari kebijakan pemerintah yang membiarkan PTN mencari pemasukan sendiri. Hal ini mengarah pada komersialisasi kampus dan meningkatnya beban biaya pendidikan. Di sini, perbandingan dengan negara lain seperti Jerman memberikan gambaran bahwa subsidi silang dapat menjadi alternatif yang efektif untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu.

Selain itu, ditemukan bahwa bantuan operasional PTN (BOPTN) yang terbatas memaksa PTN untuk mencari pendanaan dari sumber lain, termasuk dari peserta didik melalui UKT. Meskipun UKT sebagian dianggap sebagai bentuk subsidi silang yang dilakukan oleh negara, namun masih ada masalah dalam pemenuhan kebutuhan pendanaan yang memadai untuk operasional PTN.

Dalam keseluruhan analisis, terlihat bahwa permasalahan biaya kuliah dan status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia membutuhkan penanganan serius dari pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait. Fenomena meningkatnya biaya kuliah di PTN, terutama yang berstatus Badan Hukum (BH), telah menciptakan tantangan signifikan bagi aksesibilitas pendidikan tinggi, terutama bagi mahasiswa dari latar belakang ekonomi kurang mampu. Ini merupakan hasil dari kebijakan otonomi yang mengharuskan PTN untuk mencari sumber pendanaan mandiri, yang pada gilirannya meningkatkan beban finansial mahasiswa.

Komersialisasi pendidikan, yang diadopsi melalui status PTN-BH, mendorong kampus untuk beroperasi lebih seperti entitas bisnis dengan prioritas mencari keuntungan guna menopang operasional mereka. Hal ini menyebabkan kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang signifikan, membebani mahasiswa dan keluarganya. Sementara otonomi yang diberikan kepada PTN bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pendidikan, kenyataannya adalah banyak PTN belum mampu mencari sumber pendanaan alternatif selain mengandalkan UKT. Ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam kebijakan dan manajemen PTN-BH agar dapat memanfaatkan otonomi mereka dengan lebih efektif tanpa membebani mahasiswa.

Di sisi lain, kesenjangan sosial dalam akses pendidikan tinggi tetap menjadi isu mendesak. Teori kapital sosial dan budaya menunjukkan bahwa mahasiswa dari keluarga yang lebih mampu cenderung memiliki akses lebih baik ke pendidikan berkualitas tinggi. Kesenjangan ini semakin diperburuk oleh tingginya biaya kuliah, yang membatasi peluang pendidikan bagi mereka yang kurang mampu. Data menunjukkan bahwa meskipun ada program beasiswa dan bantuan, jumlahnya masih belum cukup untuk menutup kebutuhan semua mahasiswa yang memerlukan dukungan finansial.

Kebijakan publik memainkan peran penting dalam memastikan pendidikan yang adil dan merata. Pemerintah Indonesia, meskipun telah meningkatkan anggaran pendidikan, masih menghadapi tantangan dalam distribusi dana yang efektif dan efisien. Birokrasi yang kompleks dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran pendidikan mengakibatkan banyak dana tidak sampai kepada pihak yang benar-benar membutuhkan. Oleh karena itu, diperlukan reformasi kebijakan yang memastikan alokasi dana pendidikan yang lebih adil dan efisien, terutama untuk pendidikan tinggi.

Subsidi pendidikan merupakan salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi beban finansial mahasiswa. Dengan menyediakan bantuan keuangan langsung kepada mahasiswa atau melalui pengurangan biaya kuliah, pemerintah dapat membantu mengurangi hambatan finansial yang dihadapi oleh mahasiswa. Investasi dalam pendidikan, seperti yang diungkapkan dalam teori modal manusia, akan menghasilkan manfaat jangka panjang bagi perekonomian dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Selain perbaikan kebijakan dan peningkatan subsidi, kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat juga sangat diperlukan. Pemerintah harus berkomitmen untuk menyediakan dana yang cukup dan mengelolanya dengan transparan. Sektor swasta dapat berkontribusi melalui program beasiswa, dukungan penelitian, dan kemitraan dengan universitas. Masyarakat, termasuk alumni dan organisasi non-pemerintah, dapat terlibat dalam berbagai inisiatif yang mendukung aksesibilitas pendidikan tinggi.

Komitmen bersama dari semua pihak ini menjadi kunci dalam menciptakan sistem pendidikan tinggi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dengan upaya kolaboratif, tantangan yang ada dapat diatasi, dan kesempatan pendidikan tinggi dapat terbuka lebih luas bagi semua lapisan masyarakat. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat membangun sumber daya manusia yang berkualitas dan bersaing di kancah global.

Dalam kesimpulan, penanganan permasalahan biaya kuliah dan status PTN di Indonesia memerlukan tindakan terkoordinasi yang mencakup perbaikan kebijakan, peningkatan transparansi, dan komitmen dari semua pihak. Dengan mengadopsi pendekatan ini, diharapkan sistem pendidikan tinggi di Indonesia dapat menjadi lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan, memberikan manfaat jangka panjang bagi perkembangan sosial dan ekonomi negara.

*) Dosen UNTAG Banyuwangi

Previous articlePancasila Sebagai Filter Untuk Mencegah Disorientasi Bangsa Di Masa Depan
Next articleMenhan Prabowo Bertemu PM Singapura, Perkuat Kerja Sama Pertahanan
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.