Sumbawa Besar, sumbawanews.com – Pengamat Hukum, Dr. Lahmuddin Zuhri, SH., M.Hum., di Pengadilan Negeri (PN) Sumbawa, Rabu (11/10) memandang, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan terhadap anak, telah mengakomodir perlindungan HAM generasi ketiga, dan tidak perlu dirubah. Namun perlu dilakukan penguatan terhadap Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
UU Perlindungan Anak
“Ini menjadi menarik, dan konprehensif. Sehingga tidak perlu dirubah lagi, tapi perlu diperkuat perlindungan hukum terhadap guru dan pendidik,” kata LZ, sapaan akrabnya.
Dijelaskan, Undang-undang perlindungan anak dari undang-undang 23 tahun 2002 saat itu sangat sekuler ala barat. Dan perlindungan HAM pada anak, masih pada perlindungan pada generasi pertama.
Baca Juga: PGRI KSB dan PGRI Sumbawa Dorong Upaya Yudicial Review UU Guru dan Dosen serta UU Perlindungan Anak
Namun sejak dilakukan perubahan dengan lahirnya UU 35 tahun 2014, telah mengakomodir perlindungan HAM generasi ketiga. “Disitu mengakomodir budaya masyarakat, nilai-nilai masyarakat, keyakinan dan agama. Sebelumnya (di UU Nomor 23 Tahun 2002) tidak termuat disitu,” ucap dia.
Dikatakan, beberapa hal sangat mendasar dalam UU 35 tahun 2014, yakni kewajiban yang jelas dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dan sebelumnya di UU Nomor 23 Tahun 2002 juga tidak tertuang.
“Sampai kemudian dirubah pasal 76 (UU Nomor 35 tahun 2014), itu berbicara tentang perlindungan. mulai dari perlindungan kekerasan fisik dan non fisik, hak anak dalam perspektif psikologis dan fisik, plus perspektif budaya. kekerasan seksuak, pelecehan, keyakinan dan kebudayaan serta identitas sosial anak,” papar dia.
UU Guru dan Dosen
Dikatakan, terhadap Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, yakni sejauh mana tindakan-tindakan guru menjadi instrumen pembelajaran siswa. “Perkuat undang-undang guru dan dosen saja. Sehingga tidak terjadi kriminalisasi terhadap penertiban yang dilakukan guru terhadap anak didik,” ucapnya.
Dijelaskan, dalam upaya meneritbkan anak didik, harus dibuat reguliasi yang jelas. Sehingga tidak ada ketakutan guru untuk melakukan meneribkan, dan tidak ada lagi guru-guru yang dikriminalisasi dalam perbuatan untuk menertibkan.
“Kriminalisasi dalam perspektif barat sangat kental sekali. Sehingga peran guru dalam menertibkan, mendisiplinkan, menjaga moralitas, mentalitas anak sesuai Undang-undang perlindungan anak, menjadi penting,” jelas LZ.
Namun kata dia, mengenati jahat dan tidaknya musti dilihat dari niat guru. “Apakah untuk mendidik, menertibkan atau menyiksa. Sebab ada perbedaan yang sangat mendasar antara keduanya,” katanya, juga menambahkan, anak-anak adalah masa depan negeri ini. Sehingga perlu perlakuan khusus yang konprehensif untuk mendidik anak sebagai generasi penerus bangsa. (Using)