Home Berita Penertiban Truk ODOL: Anggota Komisi V DPR Minta Tidak Menimbulkan Masalah Baru...

Penertiban Truk ODOL: Anggota Komisi V DPR Minta Tidak Menimbulkan Masalah Baru di Masyarakat

Supir Truk ODOL Tengah Melakukan Aksi Demo terkait kebijakan Zero ODOL/ Haluanrakyat.com

Jakarta-Pemerintah diminta memberikan torelansi waktu kepada para pengusaha angkutan Over Dimension Over Load (ODOL) untuk bisa berbenah sebelum menerapkan kebijakan Zero ODOL. Jika itu tidak dilakukan, akan muncul masalah baru yang lebih besar dan meluas sampai kepada masyarakat juga ikut merasakan dampaknya.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sudewo saat dimintai pendapatnya mengenai rencana pemerintah untuk menerapkan kebijakan Zero ODOL ini pada tahun 2023 mendatang. “Seyogianya, pemerintah memberikan tolerasi terhadap angkutan yang over capacity ini untuk selama kurun waktu tertentu,  supaya ada satu penyesuaian  terhadap kapasitas yang diinginkan  oleh para pengusaha, masyarakat, dan juga oleh pemerintah sendiri,” ujarnya.

 

Dia meminta agar pemerintah jangan serta merta secara spontan melakukan penertiban terhadap angkutan ODOL ini. Menurutnya, langkah tersebut pasti akan menyebabkan terjadinya kontraksi yang dampaknya terhadap kenaikan harga barang-barang di masyarakat. “Sebab, salah satu faktor terjadinya kenaikan barang-barang itu adalah karena terjadinya kenaikan ongkos angkut. Dan dalam porsi kami sebagai Anggota Komisi V DPR RI, kami akan fokus mengkritisi soal angkutan barang ini,” ucapnya.

Pada kenyataan di lapangan, Sudewo memang mengakui terjadinya over capacity terhadap sebagian truk-truk angkutan barang itu. Tapi menurutnya, itu sudah berjalan sejak lama. “Jadi, kalau tiba-tiba dilakukan penertiban terhadap kapasitas angkutnya itu, diturunkan sehingga ongkos angkutan menjadi naik, tentu barang-barang itu akan menjadi naik dan berdampak terhadap masyarakat,” katanya.

Untuk itu, dia mengatakan perlu adanya satu kebijakan dari pemerintah dalam hal menghadapi ODOL ini. “Jangan sampai dilakukan penertiban, tapi menimbulkan  masalah baru yang justru  masalahnya lebih besar dan berat serta meluas sampai pada masyarakat itu merasakan dampaknya. Jadi, kami di Komisi V tidak sependapat dilakukan penertiban dengan tiba-tiba,” ucapnya.

Menurutnya, Komisi V juga menyadari dampak dari truk-truk yang over capacity itu terhadap kerusakan jalan. Tapi, kata Sudewo, harus dilihat juga bahwa kerusakan jalan itu disebabkan oleh berbagai faktor, tidak hanya semata-mata karena truk-truk yang over capacity atau over beban berat. “Bisa saja disebabkan karena pekerjaan konstruksi jalan yang tidak baik. Bisa karena perencanaan yang tidak baik. Jadi, itupun juga  harus kita lihat secara keseluruhan,” tukasnya.

Jadi, kata Sudewo, pemerintah harus mencari satu keseimbangan itu sambil menyusun sebuah regulasi untuk menentapkan kapasitas yang kira-kira wajar itu berapa, bukan yang ideal itu berapa. Kemudian, Kementerian PUPR  sebagai penyedia jasa konstruksi jalan juga harus melakukan penyesuaian terhadap faktor-faktor perencanaannya. “Jadi, pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus duduk bersama untuk mencari satu keseimbangan. Jangan dulu secara serta merta dan spontan melakukan penertiban yang pasti itu akan menyebabkan terjadinya kontraksi yang dampaknya terhadap kenaikan harga barang,” ujarnya.

Dia menuturkan Dirjen Perhubungan Darat saat mengadakan rapat dengan Komisi V DPR RI baru-baru ini telah berjanji akan melakukan evaluasi lagi terkait pelaksanaan Zero ODOL ini. “Dirjen Perhubungan Darat setelah rapat dengan kami menyatakan sepakat dengan kami untuk dilakukan penyesuaian dengan memberikan masa transisi supaya tidak terjadi kontraksi. Artinya, sebelum Zero ODOL ini dilaksanakan mereka harus melakukan penyesuaian dan langkah-langkah maksimal supaya tidak terjadi gejolak dan supaya masalahnya tidak meluas sampai ke masyarakat,” katanya.

Salah seorang bandar cabai di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, H. Nurcholis, menuturkan dalam kondisi normal saat ini dimana Zero ODOL belum diberlakukan, harga cabai keriting di Pasar Induk Kramat Jati mencapai Rp 30 ribu per kilogram (kg) dan cabe rawit merah Rp 50 ribu. Menurutnya, harga itu sudah berdasarkan kalkulasi modal dan ongkos armada angkutan dari Jawa Tengah ke Jakarta, yaitu sebesar Rp 1.000 per kg.

Jadi, katanya, kalau Zero ODOL diberlakukan, jelas itu akan menaikkan ongkos kirimnya juga. Jika ongkos kirim naik Rp 1.500 – 2.000 saja, menurut Nurcholis, itu sudah sangat memberatkan bagi para pedagang cabai di Pasar Induk Kramat Jati. “Kenaikan ongkos kirim ini pasti akan diikuti dengan kenaikan harga cabai yang akan kita jual. Harganya bisa-bisa nanti menjadi Rp 100.000-an per kilonya. Jelas itu sangat memberatkan bagi kita para pedagang cabai di Pasar Induk Kramat Jati. Penjualan bisa turun dan kita bisa rugi karena banyak cabai yang akan kering karena kelamaan disimpan,” kata pria yang sudah 22 tahun menjadi bandar cabai di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur ini.

Previous articleHUT ke-70 Kopassus, Pangdam Pattimura Gelar Baksos : Manfaatkan Bulan Ramadhan Untuk Berbagi
Next articleRayakan Paskah, Satgas Yonif 126/KC Bagikan Pakaian Kepada Warga Perbatasan