Home Berita Para Pakar, Cendekia dan Ekonom Prihatin Kebijakan Ekonomi Indonesia yang Memburuk

Para Pakar, Cendekia dan Ekonom Prihatin Kebijakan Ekonomi Indonesia yang Memburuk

Jakarta, Sumbawanews.com.- Para cendekia, guru besar, ekonom dan pakar sangat prihatin situasi ekonomi Indonesia akhir-akhir ini. Mereka melakukan urun rembug bertukar informasi dan data dalam diskusi terbatas yang diinisasi narasi institute pada Jumat, 2 Juni 2023 secara daring.

Urun rembug tersebut dihadiri oleh sejumlah cendekiawan nasional dan daerah seluruh Indonesia.

Mereka adalah Prof Dr Didin S Damanhuri, Dr Awalil Rizky, Dr Fadhil Hasan, Faisal Basri, Dr Said Didu, Achmad Nur Hidayat, Dr. Aries muftie, Dr. Ryan Kiryanto, Prof Dr Nurhayati Djamas, Jilal Mardhani, Dr. M Abdul Malik, Dr. Sabriati Aziz, M. Hatta Taliwang, Prof. Dr. Mas Roro Lilik Ekowanti, MS, Dr. Mufidah Said SE MM, Prof Dr Prijono Tjiptoherijanto (Univesitas Indonesia), Prof. Dr Siti Chamamah, Dr. Muhammad Chirzin (UIN Kalijaga, Yogjakarta), Dr. Fuad Bawazier, Soetrisno Bachir, Dr. Mas Ahmad Daniri, Prof Dr Marzuki Dea (UNHAS), Dr. Ayus A. Yusuf (IAIN Nurjati Cirebon), Dr. Dede Juniardi (Universitas Kuningan), Dr. Fachru Novrian (UPN Veteran Jakarta).

Baca juga: Bantah Info Denny Indrayana, KEMAH Indonesia: Menteri KLHK Siti Nurbaya tidak Terkait Kasus Manapun

Dalam pertemuan yang berlangsung hampir 3 jam tersebut, Para akademisi dan para guru besar memiliki 6 poin saran kepada pengambil kebijakan (policy makers) diantaranya adalah:

Pertama, Para pakar, cendekia dan ekonom bersepakat perlunya arah baru ekonomi Indonesia kedepan. Ekonomi yang lebih berpihak pada keadilan dan kesetaraan ekonomi.

baca juga: Denny Indrayana: Setelah Johny G Plate, 2 Lagi Menteri Kader Nasdem Akan Dijerat Pidana

Kedua, Para pakar dan ekonom bersepakat untuk menjadikan ekonomi Indonesia lebih baik lagi untuk mampu mengejar ketertinggalan dan mencapai target ekonomi 4 besar dunia pada 2045. Karenanya diperlukan turn around policy dalam ekonomi Indonesia ke depan.

Ketiga, Para pakar, cendekia dan ekonom bersepakat bahwa Presiden tidak boleh cawe-cawe dalam suksesi kepemimpinan 2024. Presiden harus menghindari low politics (politik rendah: mencampuri urusan suksesi dan parpol menjelang pemilu 2024) dan sebaiknya Presiden memastikan transisi kepemimpinan secara demokratis.

Baca juga: Modifikasi Lambang Garuda oleh Capres, Apa Boleh? Ini Ketentuannya

Keempat, Para pakar, cendekia dan ekonom bersepakat perlu adanya pemberantasan korupsi yang lebih kongkret, karena korupsi saat ini telah benar benar menjadi masalah yang serius bagi Bangsa Indonesia saat ini.

Kelima, Para pakar dan ekonom bersepakat bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga hukumlah yang harus ditempatkan sebagai panglima dan bukan politik sebagai panglima.

Baca juga: Viral! Modifikasi Burung Garuda Oleh Tiga Capres, Warganet: Ganjar Paling Buruk

Keenam, Para pakar, cendekia dan ekonom memandang diperlukan upaya untuk merekatkan kembali hubungan antara sesama warga bangsa, antara kelompok dan golongan untuk hidup rukun dan damai berdampingan.

Selain itu, Para akademisi dan para guru besar mencatat masalah ekonomi saat ini.

Ada lima dampak negatif model ekonomi saat ini diantaranya (1) Terjadinya Ketidakadilan/Ketimpangan Nyata. (2) Kebocoran dan Korupsi Yang semakin Besar (dulu 30 % saat ini sampai 57%) (3) Otonomi Daerah Yang Tidak Mensejahterakan Rakyat. (4) Ekosistem Politik Yang Menyuburkan Oligarki. (5) Struktur Tempayan (oligarki) Dalam Perekonomian Menuju Struktur Belah Ketupat (struktur yang lebih berkeadilan dan sejahtera)

Para guru besar dan akademisi juga menyoroti ada tujuh dimensi yang perlu dilakukan Arah Baru Ekonomi (AB-Nomics) diantaranya adalah

Pertama, Menggeser Orientasi Pembangunan Yang Terlalu “GDP Oriented” ke “Arah Sustainable Growth” dengan menekan kepada kesetaraan dan keadilan ekonomi.

Kedua, Arah Baru yang dimaksud adalah pencapaian GDP Sebagai Faktor Indikatif Harus Diikuti Untuk Mencapai Keberlanjutan Secara Ekonomi, Sosial dan Ekologi.

Ketiga, Perlunya Reformasi Pengelolaan Fiskal dan Moneter Yang Terlalu Terkonsentrasi di Kementerian Keuangan dengan Melibatkan Peran BAPPENAS.

Keempat, Orientasi Pembangunan Menuju Penguatan Agromaritim.

Kelima, Mengembalikan Peran Vital KPK dan KPPU

Keenam, Indikator indikator Sukses Otonomi Daerah dan Perangkingan Daerah-Daerah Yang Sukses

Ketujuh, Revisi UU Politik Untuk mencegah penguasaan parpol oleh oligarkhi politik

Achmad Nur Hidayat selaku notulensi Urun Rembug tersebut mengatakan bahwa Komitmen para akademis bangsa tersebut memperbaiki kondisi bangsa sangat tinggi dan siap berdiskusi dengan siapapun untuk kemajuan ekonomi yang lebih baik.

Achmad Nur Hidayat yang juga Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute mengatakan Seluruh permasalahan bangsa yang diperbincangkan para guru besar dalam urun rembug tersebut sangat strategis. Dirinya berharap urun rembug seperti ini dapat dilakukan dalam serial diskusi lanjutan yang melibatkan banyak gagasan dan menjadi banyak perhatian publik.

“Publik perlu pencerahan dari para akademisi yang tegak lurus memperbaiki bangsa, insya allah seri diskusi Narasi Institute nanti akan sangat bermanfaat sebagai pertukaran gagasan dari otak-otak terbaik bangsa Indonesia sehingga Indonesia dapat keluar dari persoalan ekonomi saat ini,” jelasnya kepada Sumbawanews.com, Sabtu (3/6/2023). (sn02)

Previous articleMi6 : KPU – Bawaslu Perlu Bentuk Tim Task Force Bayangan untuk antisipasi dan cegah serangan Klenik
Next articlePanglima TNI Mutasi 68 Perwira Tinggi TNI di Bulan Juni, Ini Daftar Nama Lengkapnya
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.