Bahwa pertimbangan utama keputusan Pembentukan DOB adalah kemampuan Fiskal termasuk daerah yang akan ditingalkan. Pertanyaan ini menjadi penting di tengah desakan Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) lepas dari NTB.
Kabupaten dan kota di NTB rata2 80 s/d 90 % APBD-nya masih berharap ke pemerintah Pusat. Seperti juga daerah lain di hampir seluruh Indonesia. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kecil sementara gaji dan operasional pemda di atas 70%. Sisanya untuk bangun infrastruktur pada di wilayah yang luas.
Perlu diingat UU No. 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
Dan Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 146 bahwa biaya operasional pemda termasuk gaji tidak boleh melebihi 30% dari APBD (di luar tunjangan guru). Sehingga belanja modal termasuk infranstruktur dapat dialokasikan lebih besar.
Penataan tenaga honorer saat ini dalam bentuk P3K di seluruh Indonesia adalah bagian mengontrol biaya dan operasional pegawai agar tidak melebih ketentuan dan kemampuan daerah. Maka sejak Januari 2025 Pemda tidak lagi boleh merekrut honorer baru.
Tito Karnavian Mendagri dalam sebuah kesempatan belum lama ini bilang, berat bagi pemerintah pusat untuk menambah beban baru. Pertimbangannya bagi pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) tetapi juga bagi daerah yang ditinggalkan. Inilah gambaran Fiskal beberapa kabupaten di kota di (NTB).
Terdiri dari 10 kabupaten dan Kota. Kedua Pulau (Pulau Lombok dan P. Sumbawa) sama2 punya 5 kabupaten dan kota. Tetapi kondisi Fiskal-nya sangat lemah. Rata2 APBD (2024) Rp 1 T s/d Rp 3,5 T. Terendah APBD kota Bima 1,01 T, menyusul kabupaten Dompu, Rp 1,2 T. Lombok Utara Rp 1.16 T, ada pun PAD rata-rata kurang dari 10%.
Pulau Sumbawa bagian timur yakni kab. Dompu dari Rp 1,28 T APBD 2024, hampir 90 % bergantung pada pemerintah pusat, sementara pendapatan Asli Daerah (PAD) kurang dari 10 %. Dari anggaran tersebut sekitar 80% untuk belanja pegawai dan operasional pemda sisanya untuk belanja modal dan bangun infrastruktur.
Kabupaten Bima dari Rp 1,9 triliun APBD (2024) 90 % tergantung transfer pusat, dan kurang dari 10 % PAD. Dari jumlah tersebut sekitar 70% untuk biaya gaji dan operasional pemda.
Kota Bima, APBD Rp 1,01 T PAD untuk gaji dan belanja operasional di atas 80 %, PAD hanya 10%.
Begitu pula Kabupaten Sumbawa, dan Sumbawa Barat tidak jauh berbeda. Sepanjang sejarah belum ada lonjakan significant peningkatan PAD padahal sumber daya alam demikian besar. Perikanan, pertanian, peternakan dan perkebunan, serta pertambangan. Merupakan tantangan bagi pemerintahan baru.
Lebih ironis lagi penghasilan hasil laut tangkap dan budidaya, Kabupaten Sumbawa tercatat tahun lalu Rp 14 triliun dari Teluk Saleh, itu sama dengan berlipat2 kali besarnya dibandingkan APBD tetapi tidak menggerakkan PAD. Pertanian, jagung dan padi, menjadi andalan industri peternakan raksasa dan lumbung pangan Nasional tetapi tudak mampu mengangkat PAD. Mengapa ?
Sumbawa Barat, jika tidak ada bagi hasil dari sektor tambang sebagai daerah penghasil, maka kondisinya pun memprihatinkan. Perlu diingat tahun 2030 tambang di KSB akan berpindah ke kab. Sumbawa.
Di Pulau Lombok, tercatat Lombok Timur dengan sebaran penduduk tertinggi, APBD 2024 sebesar Rp 3,3 triliun dan PAD sebesar Rp 547 milyar. Sebagian besar untuk gaji dan operasional pemda.
Beberapa daerah kabupaten dan kota di Lombok juga sama. Ketergantungan pada pemerintah pusat masih tinggi sementara PAD kurang dari 10 s/d 25 %. Belanja operasional serta gaji pegawai sebagian besar atau Rp 2,5 Triliun. Masih Panjang dan berliku jalan untuk membalikkan keadaan.
Lombok Barat dari Rp 1,9 triliun APBD 2024, PAD tercatat Rp 380 miliar. Namun dari situ digunakan untuk belanja operasional dan gaji mencapai Rp 1,5 triliun, baru sisanya untuk bangun/belanja infrastruktur.
Di tengah semangat, pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa yang ingin memisahkan diri dari NTB, harus berhadapan dengan kenyataan tersebut. Pertimbangan pemerintah pusat tentu saja bukan cuma bagaimana nasib daerah yang ditinggalkan tetapi juga prospek ekonomi dan fiscal daerah baru.
Para kepala daerah yang baru dipilih gubernur dan bupati/walikota ini adalah tantangan baru untuk membuktikan sumber daya alam yang demikian berlimpah memberikan efek pada PAD dan kesejahteraan masyarakat. (M. Mada Gandhi)