Home Berita Opini Keliru, Dana Bagi Hasil Tambang Dapat Mensejahterakan

Keliru, Dana Bagi Hasil Tambang Dapat Mensejahterakan

Anggapan bahwa dana bagi hasil tambang dapat mensejahterakan masyarakat setempat adalah anggapan yang keliru. Setidaknya itulah yang dialami oleh kabupaten Sumbawa Barat yang hanya mengandalkan dana bagi hasil. Jangan heran kalau di sini stunting di atas 7% kemiskinan di atas 21 ribu jiwa, (BPS 2024).

Dalam keadaan tidak melakukan apa pun sebenrnya pemerintah daerah penghasil, Dana Bagi Hasil (DBH) pasti masuk dengan sendirinya ke  kas daerah karena telah diatur dalam peraturan Perundangan. No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maupun UU minerba. Terlena di zona nyaman itu tak terasa waktu terus bergulir dan segera habis.

Kebijakan fiscal yang terpusat, maka daerah harus merelakan sebagian besar penerima pajak dan non pajak dipungut oleh pemerintah pusat. Termasuk Pph badan yang jumlahnya 22 % per tahun, itulah kemudian yang diturunkan dalam bentuk Dana Bagi Hasil kepada semua pemda provinsi dan kabupaten kota yang ada di dalam lingkungan provinsi (NTB).

Potensi paling besar yang dapat meningkatkan perumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat justru adalah belanja modal dan belanja operasional perusahaan tambang yang jumlahnya terilunan rupiah pertahun. Bila pemda tidak mampu memanfaatkan  untuk kepentingan masyarakat (bukan untuk pribadi dan kelompok) maka tidak akan memberikan efek apa pun kepada ekonomi setempat.

Kebutuhan perusahaan dengan karyawan 6000 an orang tidak mampu dijadikan pasar bagi hasil  pertanian, nelayan, UKM dan sebagainya. Padahal dana Program Memberdayaan Masyarakat (PPM) disiapkan atas perintah peraturan perundangan.

Di AMNT misalnya program utama PPM terdiri dari 8 bidang yakni; Pendidikan, Kesehatan, Tingkat pedapatan riel atau pekerjaan, kemandirian ekonomi, sosial budaya, Pelestarian Lingkungan, pengembangan komunitas,  infrastruktur dan penjunjang PPM dengan anggaran puluhan miliar per tahun.

Lima tahun lagi, tambang Batu Hijau, di KSB akan berakhir. Sumber Daya Alam (SDA) terbarukan; pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, tempat bergantung sebagian masyarakat secara turun temurun, penunjang utama Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tidak berkembang secara significant. Keberadaan tambang tidak ngefek ke sektor lain .

Berkaca dari apa yang telah dialami oleh Kabupaten Sumbawa Barat, seberapa siap Kabupaten Sumbawa? Apakah juga mengalami hal yang sama. Apa rencananya agar keberadaan tambang memberikan manfaat sebesar2nya bagi masyarakat dalam hubungan saling menguntungkan dengan perusahaan? Siapa yang harus Menyusun dan mengaturnya ?

Mustinya dari sekarang sudah “bunyi” jadi diskusi publik sejalan dengan mulai tahap eksplorasi Blok Elang di Sumbawa Selatan. Tapi nampaknya tetap “sunyi”. Teriakan paling kencang justru keinginan pisah dengan NTB karena anggapan bahwa dana bagi hasil dari tambang akan mensejahterakan. (Mada Gandhi)

Previous articleWabup Sumbawa Fasilitasi KP4S Bahas Percepatan Pembentukan PPS, Menkum Komit Kawal Aspirasi Masyarakat
Next articleDansatgas TMMD Kodim 1501/Ternate Tinjau Lokasi dan Progres Pengerjaan TMMD