Oleh: Nabila Rizkia
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Samawa
Sebagian seorang mahasiswa dari Desa Poto, kiranya perlu saya berbagi kepada pembaca akan harmonisasi Alam dan budaya dalam rasa khas Desa Poto, yang mana tulisan ini dari pengamatan penulis serta diolah dari berbagi sumber, Desa Poto dalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Desa ini merupakan satu dari sepuluh desa di kecamatan tersebut dan memiliki kode pos 84381. Secara geografis, Desa Poto berada di wilayah tengah Pulau Sumbawa dan dikelilingi oleh perbukitan serta lahan pertanian yang luas dan subur. Letak astronomisnya berada pada koordinat 8°30′ Lintang Selatan dan 117°30′ Bujur Timur. Keberadaannya yang tidak jauh dari pusat Kabupaten Sumbawa menjadikan desa ini cukup mudah dijangkau, baik oleh penduduk lokal maupun oleh wisatawan yang ingin mengenal lebih dekat budaya dan tradisi masyarakat Tau Samawa.
Berdasarkan data statistik terbaru dari laman resmi desa, jumlah penduduk Desa Poto pada tahun 2025 mencapai 2.646 jiwa, dengan rincian 1.292 laki-laki dan 1.354 perempuan. Desa ini terdiri dari 8 dusun, yaitu: Dusun Poto, Bekat, Sameri, Tengke A, Tengke B, Bekat Tengah, Bekat Pungka, dan Sagunting. Masyarakat Desa Poto mayoritas berasal dari suku asli Sumbawa, yaitu Tau Samawa, yang memegang teguh adat dan tradisi nenek moyang mereka. Kehidupan masyarakat yang berakar kuat pada nilai-nilai budaya lokal menjadikan desa ini sebagai salah satu representasi dari identitas Sumbawa yang otentik.
Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani, memanfaatkan lahan subur untuk menanam berbagai komoditas seperti padi, jagung, kacang-kacangan, dan tanaman hortikultura. Sistem pertanian yang diwariskan secara turun-temurun ini bukan hanya menjadi sumber penghidupan utama, tetapi juga menjadi landasan nilai-nilai sosial masyarakat seperti gotong royong, kebersamaan, dan solidaritas. Hasil pertanian yang melimpah juga mendorong keberadaan lumbung-lumbung pangan tradisional yang menjadi simbol ketahanan pangan desa.
Di samping sektor pertanian, Desa Poto juga memiliki kekayaan alam yang menjanjikan. Lahan yang luas, pemandangan alam yang menyejukkan, serta keberadaan sungai kecil yang mengalir di antara sawah menjadikan desa ini berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai desa wisata berbasis alam dan pertanian. Dukungan dari pemerintah pusat melalui program Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) telah memberikan ruang bagi pengembangan desa sebagai destinasi wisata edukatif dan budaya yang berbasis pemberdayaan masyarakat.
Selain keindahan alam dan pertanian, Desa Poto juga memiliki ragam kuliner khas yang menggambarkan kekayaan budaya lokal. Beberapa makanan tradisional yang populer di antaranya adalah dangai, petikal, lepat, dan buras. Dangai adalah kudapan manis yang dibuat dari kelapa parut dan gula merah yang dibakar hingga harum. Petikal merupakan kue yang terbuat dari tepung beras dan kelapa, biasanya disajikan saat acara adat. Lepat adalah makanan berbahan ketan yang dibungkus daun pisang lalu dikukus, sementara buras adalah olahan nasi yang dibungkus daun pisang dan sering dijadikan bekal saat bepergian atau dalam upacara adat.
Salah satu tradisi yang sangat melekat di hati masyarakat Desa Poto adalah Pasaji Ponan. Tradisi ini merupakan festival syukuran panen yang dilaksanakan setiap tahun, biasanya pada minggu kedua atau ketiga bulan Februari. Seluruh warga desa berpartisipasi dalam kegiatan ini, yang diawali dengan pertunjukan seni budaya seperti tari-tarian, musik tradisional, dan pertunjukan rakyat lainnya selama tiga malam berturut-turut. Puncak acara berlangsung di Bukit Ponan, sebuah lokasi yang dianggap sakral dan penuh nilai historis. Di tempat ini, masyarakat membawa dulang, yaitu nampan berisi aneka makanan dan buah sebagai simbol rasa syukur kepada Sang Pencipta atas hasil panen yang melimpah.
Dalam laporan resmi Pemerintah Kabupaten Sumbawa (2023), tradisi Pasaji Ponan bukan sekadar pesta rakyat, melainkan sebuah ritual sosial dan spiritual yang mengandung nilai mitologis serta filosofi hidup masyarakat agraris. Tradisi ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, serta memperkuat silaturahmi dan solidaritas sosial di antara warga desa. Nilai-nilai gotong royong dan penghargaan terhadap warisan leluhur menjadi inti dari pelaksanaan Pasaji Ponan, yang hingga kini terus dilestarikan dan diwariskan ke generasi muda.
Dengan seluruh kekayaan yang dimiliki, baik dari sisi alam, budaya, kuliner, maupun tradisi. Desa Poto adalah contoh nyata dari desa yang mampu menjaga harmoni antara modernitas dan kearifan lokal. Desa ini bukan hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga menjadi pusat warisan budaya yang hidup dan tumbuh bersama masyarakatnya. Bagi siapa pun yang ingin menyaksikan keindahan dan kearifan masyarakat Sumbawa secara langsung, Desa Poto adalah destinasi yang sarat akan makna dan pelajaran hidup.