Home Berita Opini Catatan dari HBH IKASUM Jaya ‘25; Hanya Bicara Karakter & Filosofi...

Catatan dari HBH IKASUM Jaya ‘25; Hanya Bicara Karakter & Filosofi Hidup Manusia Sumbawa

Berbeda dengan dugaan sebagian orang bahwa halal bihalal Ikatan Keluarga Sumbawa (IKASUM) Jaya Senin 12/5/’25 akan sikapi masalah Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) yang sedang “ramai” kembali di Sumbawa,  ternyata berbeda. Sepanjang acara hanya bicara tentang karakter manusia Sumbawa.

Silaturrahmi/halal bihalal IKASUM, mulai dari pidato Plt ketua Umum IKASUM, Dr. Lukman Malanuang,  arahan Sultan Sumbawa hingga acara adat kental dengan budaya Samawa (Sumbawa) dan seputar filosofi dan pegangan hidup orang Sumbawa.

Sultan Sumbawa Muhammad Kaharuddin IV misalnya, seperti biasa dalam berbagai kesempatan selalu mengingatkan tentang filosofi; ‘Takit Ko Nene’ Takit Boat Lenge’ (takut pada Allah dan takut berbuat tercela. Terutama dalam menjalani kehidupan di rantau).

Di samping Sultan Sumbawa hadir juga H Faisal Tamin (Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara pada kabinet Gotong Royong), Dr. H. Suhadi, S.H., M.H, Wamen Fahri Hamzah, Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa (H jarot dan M Ansori). Sejumlah ketua dan pengurus paguyuban Sumbawa yang tersebar di sejumlah titik di Jabodetabek, Pimpinan dan pengurus Komite Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (KP3S).

Di hadapan sekitar ratusan hadirin Sultan meminta kepada pejabat yang berada di pusat untuk ingat dan perhatikan Sumbawa, dan juga ingat bahwa mereka adalah orang Sumbawa, sehingga keberadaannya di pentas Nasional memberikan manfaat sebesar2nya bagi tau ke tana Smawa (orang dan tanah Sumbawa).

Sementara menurut Plt Ketum IKASUM Dr Lukman Malanuang pandangan hidup masyarakat Sumbawa syarat nilai2 yang disebut “Krik Selamat”. Artinya limpahan anugerah dan keselamatan dari Allah SWT.  Adalah kandungan mutiara atau nobility merupakan hadiah masa lampau yang secara turun temurun diwariskan di kalangan masyarakat lokal Sumbawa.

Gambaran utuh pandangan hidup Krik Selamat kata Lukman yakni a. To’ (tahu) dan Ila’ (malu), ekspresi optimisme memandang manusia, b. “Bau marua dengan”, dan bau batempu ke dengan”;  ekspresi, egalitarianisme konservatif, memandang ummat manusia setara  dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. c. “Balong ke bakalako”; ekspresi kekhalifahan umat manusia bagus  dan bermanfaat. d. “Kameri Kamore”; ekspresi kegembiraan memandang hidup dan saling memberi kenyamanan pada sesama (saling sanyaman ate).

Sikap demokratis dan egaliter tampak kuat dalam kehidupan dan pandangan masyarakat Sumbawa. To’ diri (tahu posisi diri) dan Ila’ diri (mempertahankan kehormatan diri) implikasinya perbedaan posisi dan status dapat diterima sebagai sesuatu yang wajar.

Di sisi lain, kehormatan diri tak dapat direndahkan (no beri diri ya rek repa leng tau) di dalamnnya terkandung makna bahwa orang Sumbawa tidak dapat direndahkan dan diperlakukan sesuka hati oleh siapa pun meskipun terlihat sikap hormat dan merendah yang dimiliki orang Sumbawa.

Siapa pun yang datang dan berinteraksi di Sumbawa, apapun kegiatannya hendaknya memahami  “Password” tersebut agar dapat menjalankan aktivitas selaras dengan budaya lokal.

Pribadi orang Sumbawa lanjut Lukman diabadikan dalam syair sebagai berikut:

Tutu’ si lenas mu gita/Mara ai dalam dulang/Rosa dadi umak rea. (Lahirnya tak beriak/Seperti air dalam dulang/Namun sesekali bisa menjulang Seperti ombak mendebur pantai).

Untuk itu semua bentuk kerjasama, kemitraan, kolaborasi dan pertukaran sosial dalam masyarakat Sumbawa baik personal atau berbentuk investasi bisnis apa pun baru dapat berlangsung sehat dan berkesinambungan sepanjang nilai2 diatas ikut dipertukarkan dalam proses interaksi sosial atau kerjasama yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Sementara Fahri Hamzah mengelaborasi filosifi orang Sumbawa yang telah dipaparkan Sultan Sumbawa. Karena itu dihadapan Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa Fahri berjanji sejumlah investasi dan program untuk “desa darat” Sumbawa yang diperjuangkannya sedang dalam proses, dan meminta kesiapan Bupati dan Wakil Bupati.

Satu-satunya soal PPS yang disebut Fahri secara seloroh dalam Bahasa Sumbawa. “Tau dua to (menyebut 2 orang pimpinan KP3S), nda de lin WA tau saruntung ano PPS bae si. Yang disambut gelak tawa hadirin. Maksudnya dua orang aktivis KP3S yang hadir selalu menannyakannya tentang PPS hampir setiap hari.  Fahri tidak menjelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud . (MG)

Previous articleDansatgas TMMD Tinjau Progres Pembangunan Rumah