Oleh: Adinda Syarifatika
Mahasiswa Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri
Pernikahan dini dapat menimbulkan permasalahan pada bidang pendidikan generasi muda, seperti lingkaran setan, begitu juga rendahnya pendidikan pada pasangan nikah dini, menimbulkan masalah ekonomi keluarga, yang kemudian anak dari pasangan usia dini, berpeluang dinikahkan secara dini pula, karena keluarga tidak mampu membiayai pendidikan.
Hal ini harus ditanggapi dengan serius untuk memahami dampaknya terhadap pendidikan remaja dan pernikahan dini, walau masalah nikah dini tidak hanya terbatas pada pendidikan, namun juga fisik dan emosional.
Pernikahan dini dapat menimbulkan kecemasan dan stres bagi generasi muda. Mereka harus menyesuaikan diri dengan peran baru mereka sebagai pasangan sekaligus mengurus keluarga.
Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Undang-Undang ini mengatur tentang perkawinan yang menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan ketika pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
Penulis mencoba mangoptik kasus pernikahan dini di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), data tahun 2021 dan 2022 masih tinggi, data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB, jumlah anak yang mengajukan dispensasi nikah sepanjang 2021-2022 mencapai 1.837 anak.
Data itu dihimpun dari 10 Kabupaten/Kota di NTB.
Bahkan Provinsi Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi nomor 1 yang memiliki kasus pernikahan dini tertinggi pada perempuan sebelum usia 18 tahun, yang mana menurut BPS tahun 2022 NTB memiliki 16,23 persen kasus pernikahan dini pada perempuan sebelum usia 18 tahun. Angka ini mengalami sedikit penurunan dari tahun 2021 dengan 16,59 persen kasus dan pada tahun 2020 dengan 16,61 persen kasus.
Kita ketahui pernikahan dini mempunyai dampak yang signifikan terhadap pendidikan generasi penerus, dampak pernikahan dini terhadap pendidikan terlihat dari rendahnya tingkat kelulusan mereka yang menikah di usia muda.
Penulis melihat kendala ekonomi menjadi kendala untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan mempengaruhi perkembangan karir di masa depan. Selain itu, pernikahan dini dapat memberikan tekanan emosional dan mental pada remaja. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang berada pada tahap penting perkembangan dan pengembangan jati dirinya. Dampak pernikahan dini terhadap pendidikan juga mencakup aspek sosial.
Ketika remaja menikah di usia muda, seringkali mereka mempunyai kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan hubungan dengan teman sebayanya. Untuk mengatasi dampak pernikahan dini terhadap pendidikan, perlu dilakukan upaya pencegahan. Pertama, penting untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan dan dampak negatif pernikahan dini.
Media sosial dan program pendidikan dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang masalah ini. Selain itu, dukungan sosial dan psikologis juga diperlukan bagi remaja yang berisiko menikah.
Menurut kami diperlukan program yang dapat memberikan nasehat dan bimbingan kepada generasi muda dapat membantu mereka mengatasi stres dan kecemasan terkait pernikahan dini dan membantu mereka mengambil keputusan yang baik mengenai pendidikan dan masa depan mereka. Dengan dukungan dan bimbingan yang memadai, remaja dapat mewujudkan potensi pendidikannya secara maksimal. Selain itu, penting juga untuk melibatkan pemerintah dan lembaga pendidikan dalam upaya mengurangi pernikahan dini. Kebijakan yang melindungi hak-hak anak dan membatasi pernikahan pada usia tertentu harus berhasil.
Untuk mengurangi pernikahan dini dan dampaknya terhadap pendidikan, kerjasama seluruh pemangku kepentingan sangat penting.
Dengan sistem yang komprehensif dan upaya preventif yang tepat, diharapkan generasi mendatang mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan menciptakan masa depan yang lebih baik. *