Home Berita NTB; Pertanian, Produktivitas dan Takdir

NTB; Pertanian, Produktivitas dan Takdir

Muhammad Mada Gandhi

NTB adalah salah satu dari 4 lumbung pangan Nasional sampai saat ini belum berubah. Penghasil gabah kering giling berkisar antara 1,35 s/d 1,46 juta ton/tahun.

Punya bendungan terbanyak di Indonesia lebih 76 buah. Tersebar di berbagai sentra pertanian di P. Sumbawa dan P. Lombok.

Produktivitas tanaman pangan, rata-rata data statistik 2022 masih di bawah 50%. Cukup rendah padahal bendungan telah mencover sebagian besar wilayah pertanian. Produktivitas pertanian sedikit lebih baik di P Lombok.

Masalah air menjadi kendala utama pertanian di P. Sumbawa. Bendungan tidak bisa maksimal mengairi sesuai proyeksi karena volume terus berkurang di musim kemarau. Pendangkalan waduk karena lumpur disebabkan hutan2 yang semakin gundul.

Akibatnya petani sebagian besar kesulitan air untuk bisa dua kali panen pertahun. Jika panen minimal 2 kali setahun maka tingkat produktivitas lahan dua kali lipat, menjadi 2 juta – lebih 3 juta ton pertahun.

Kendati produksi gabah tinggi, namun tidak serta merta petani ortomatis tambah sejahtera. Beras sebagai sembako harganya diatur pemerintah. Tidak berlaku harga pasar. Kedua, tingginya biaya produksi. Mulai dari membajak, memberisihkan rumput, menabur, mencabut & menanam, biaya pupuk walaupun disubsidi hingga cost panen yang menyebabkan margin bersih petani sangat kecil. untuk mendapatkan itu pun menunggu setahun.

Tanam jagung adalah cara yang paling instan untuk menutup kekosongan produksi 3 s/d 6 bulan nganggur. Jagung dapat tumbuh di lahan2 tadah hujan. Akibatnya kawasan2 terlarang digunakan untuk tanaman semusim; jagung. Petani nyaris tidak punya pilihan lain. Masalah air dan pendangkalan waduk belum menemukan solusinya yang menyeluruh.

Pasca panen, uang para petani terbang lagi ke luar pulau/provinsi untuk membeli berbagai kebutuhan dan barang2 konsumsi. Tidak ada rantai produksi di dalam daerah yang menambah nilai ekonomis. Agaknya itulah yang ditangkap dalam Visi industri Zul-Rohmi dimaksudkan uang dapat beredar cukup lama di daerah dalam rantai produksi, walau dengan mesin dan proses yang sederhana buatan UMKM.

Di P. Sumbawa dengan lahan pertanian demikian luas selalu kesulitan tenaga kerja pertanian. Ironis justru tenaga produktif non skill masih tergoda menjadi PMI/TKI. Sarjana2 terknis pertanian dan pengairan, juga tidak sedikit dihasilkan perguruan tinggi tiap tahun. Biaya sekolah mereka justru dari hasil pertanian.

NTB sebagai daerah sentra produksi pertanian sudah menjadi takdirnya. Kalau pun Lombok mulai leading di pariwisata adalah berkah “bonus” yang tidak kecil nilainya.

Pulau Sumbawa? Belum. Masih sangat tergantung pada pertanian khususnya padi dan jagung yang panen sekali setahun, dan dengan margin keuntungan kecil. Eh, satu lagi Pertambangan.

Tetapi jika kehadiran pertambangan tidak mampu mengungkit pengembangan pertanian dan pariwisata agar menjadi andalan, maka kesempatan besar telah terbuang secara Cuma2. Waktu tidak mungkin ditarik mundur dan sekian ribu ton kekayaan itu telah pergi entah ke mana.

Mada Gandhi

Previous articleAspirasi Reses, Waka III DPRD Sumbawa Tekankan Penanganan Pasca Banjir Bandang Moho Hulu
Next articleMengenang Jalasena KRI NGL-402 Dalam Misi Eternal Patrol
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.