Home Berita Menko Polhukam : KUHP Zaman Kolonial Harus Diganti Dengan KUHP Nasional

Menko Polhukam : KUHP Zaman Kolonial Harus Diganti Dengan KUHP Nasional

Jakarta, sumbawanews.com – Menteri Koordinator Bidang Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Republik Indonesia, Mahfud MD., mengatakan, Jika dilihat dari konstitusi, pembentukan KUHP nasional, merupakan salah satu politik hukum nasional merupakan yang pertama yang diperintahkan untuk di buat di NKRI. Demikian disampaikan dalam pembukaan Kick off sosialisasi Rancangan undang-undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP), Rabu (23/08) di Jakarta.

Dijelaskan, Didalam aruran peralihan pasal 2 UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 digariskan bahwa, hukum dan lembaga-lembaga peninggalan kolonial Belanda, masih berlaku sepanjang belum dibentuk hukum dan lembaga yang baru. “Artinya, ketika kita menyatakan kemerdekaan pada saat itu, sudah ada perintah konstitusi agar hukum-hukum yang berlaku sejak jaman kolonial Belanda, diganti dengan hukum-hukum yang baru. Dan yang lama boleh berlaku, sampai dibentuk hukum yang baru tersebut,” kata Mahfud MD.

Disebutkan, Salah satu hukum peninggalan kolonial Belanda yang harus diganti yaitu kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dimana ada masyarakat, disana ada hukumnya yang sesuai dengan idiologi, pandangan, dan kesadaran hukum di masyarakat itu.

“Mengapa KUHP jaman hindia-belanda harus diganti. Jawabannya menurut filsafat hukum, sosiologi hukum dan teologi hukum, dan ilmu politik hukum, karena hukum adalah pelayan masyarakatnya, dimana ia berlaku,” jelasnya.

Dikatakan, karena Hukum adalah pelayan masyarakatnya, sehingga harus membuat isi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat dimana hukum itu berlaku. Dan Jika masyarakat berubah, maka hukum juga berubah, agar sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat yang dilayani.

Diungkapkan, oleh karena masyarakat Indonesia sudah berubah dari masyarakat kolonial menjadi masyarakat nasional, atau sudah berubah dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka. Maka hukum kolonial harus diganti dengan hukum nasional.  Itulah sebabnya, politik hukum Tentang perubahan KUHP itu menjadi salah satu perintah yang pertama pada hari pertama Undang-Undang Dasar disahkan, yang dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1945.

“Sudah 77 tahun negara kita merdeka, dan kita selalu terus berusaha untuk membuat hukum pidana nasional dalam bentuk kitab Undang-Undang tersendiri. Setelah tidak kurang dari 59 tahun tepatnya pada tahun 1963, kita mendiskusikan perubahan KUHP yang alhamdulillah saat ini kita sudah menghasilkan rancangan kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang relatif siap untuk diundangkan,” ucapnya.

Dikatakan, Sudah selama 59 tahun Indonesia terus membahas dan merancamg RKUHP melalui tim yang silih berganti. Dan mendapat arahan politik hukum dari 7 Presiden. Sehingga rancangan ini dapat dikatakan sudah siap untuk segera diberlakukan.

“Sosialisasi dan dialog-dialog sudah dilakukan secara massif di Parlemen, di kantor-kantor pemerintah, kampus dan masyarakat luasluas. Selama 59 tahun sudah mendiskusikan RKUHP ini,” katanya.

Diungkapkan, oleh karena hukum harus meruapakan cermin kesadaran masyarakat dan harus dipahami oleh masyarakat, maka melalui sidang kabinet internal tanggal 2 Agustus 2022, Presiden Joko Widodo, meminta agar RKUHP ini disosiasi lagi keseluruh lapisan masyarakat. Presiden juga meminta agar kementerian terkait mendiskusikan lagi dengan para akademisi, ormas-ormas, dengan civil society organization, dan lain-lain, dari pusat sampai ke daerah-daerah.

Anut Double Track System

Dijelaskan, Politik hukum dalam RKUHP yang baru, disusun menganut Double Track System atau dua jalur pengenaan sanksi. Yakni sanksi pidana dan sanksi tindakan yang belum diatur dalam KUHP yang masih berlaku sampai sekarang.

RKUHP baru juga memberi tempat penting atas konsep restoratif justice yamg dewasa ini mulai menjadi kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat Indonesia.  RKUHP ini juga mengatur mengenai hukum adat sebagai living law, yang telah lama diakui dan menjadi kesadaran hukum pada masyarakat hukum adat dengan tetap mendasarkan pada prinsip Pancasila,  UUD 1945, dan NKRI dengan kbhinekaannya.

Pada saat ini masih terdapat beberapa masalah yang perlu didiskusikan. “Mari kita diskusikan ini kembali untuk mencapai kesepemahaman dan reformula yang lebih pas,” katanya. (Using)

Previous articleSeluruh Kegiatan Pembangunan TMMD Ke-114 Kodim 1710/Mimika Sudah Rampung 100 Persen
Next articleSatgas TMMD Mimika Manfaatkan Sisa Waktu Jelang Penutupan
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.