Jakarta,Sumbawanews.com.- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap hak angket KPK oleh DPR, menegaskan sesuatu yang wajar dan normal dalam tradisi presidensialisme bahwa lembaga pengawas tertinggi DPR RI.
Penilaian ini disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah saat dihubungi, Kamis (8/2), terkait putusan MK menyatakan hak angket KPK yang dibentuk DPR adalah sah.
Kata Fahri, karena DPR lembaga pengawas tertinggi, maka memiliki seluruh hak dalam pengawasan dan menggunakan hak-hak pengawasan itu kepada lembaga negara apapun yang kewenangannya diberikan negara, termasuk anggaran serta fasilitas yang juga diberikan negara.
“Jadi ini (putusan MK) adalah penegasan dari keyakinan konstitusional yang selama ini kita anut. Sebab itu, sebaiknya keputusan ini menegakkan sikap semua lembaga negara agar mau diawasi DPR tanpa terkecuali,” tambah politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu lagi.
Diingatkan Fahri bahwa penggunaan hak angket adalah penggunaan hak tertinggi DPR yang harus dihormati sampai kapan pun, selama negara ini menganut sistem demorkasi presidensialisme.
Mengingat hak angket adalah hak DPR untuk menggunakan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tertinggi yang dimiliki oleh negara, dalam perspektif hukum tata negara, maka tidak ada satu lembaga manapun yang bebas dari kontrol pengawasan DPR.
“Termasuk peradilan. Manakala peradilan itu sudah selesai, dan didalamnya mengandung kejanggalan yang meresahkan dan secara kasat mata, maka dapat dianggap dan diduga terjadinya penyimpangan, baik terhadap hukum atau UU,” tegasnya.
DPR, lanjut Fahri dapat saja menggunakan kewenangannya tersebut untuk menemukan seberapa jauh penyimpangan itu ada, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang kewenangannya diberikan negara, termasuk KPK.
“Sekali lagi, sebagai mekanisme penyelidikan dan penyidikan tertinggi, hari ini hak angket mendapatkan basis legitimasi konstitusionalnya yang tidak dapat diragukan lagi oleh siapapun,” tegas Anggota DPR dari dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai KPK terhadap hak angket KPK oleh DPR.
Dalam pertimbangannya, yang dibacakan oleh Ketua MK Arief Hidayat, MK menyatakan bahwa KPK adalah lembaga penunjang pemerintah yang dibentuk berdasarkan UU. Dengan demikian, KPK adalah lembaga eksekutif.
“KPK merupakan lembaga di ranah eksekutif yang melaksanakan fungsi eksekutif yakni penyidikan dan penuntutan. DPR berhak meminta tanggung jawab KPK,” kata Arief.
Dari sembilan hakim, ada empat hakim yang menyatakan disssenting opinion atau perbedaan pendapat atas putusan ini. Mereka adalah Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Suhartoyo.
Dalam uji materi ini, pegawai menilai pembentukan hak angket itu tak sesuai dengan Pasal 79 ayat (3) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Para Pemohon menganggap KPK bukan termasuk unsur eksekutif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai objek pelaksana hak angket oleh DPR. (Es)