Home Berita Kemanusiaan dan Potensi Peradaban Besar

Kemanusiaan dan Potensi Peradaban Besar

Rokhim Alnusantarae
Peserta Program KKK Nusantara Centre

Keren. Ada yang baru, menurut penulis. Ada yang melampaui bacaan-bacaan yang selama ini dikemukakan ilmuwan lainnya. Yaitu kemanusiaan sebagai poros peradaban besar. Ya. Dalam pertemuan Kelas Karakter Konstitusi (KKK) kedua yang diselenggarakan oleh Nusantara Centre, bekerjasama dengan Yayasan Pusaka Indonesia dan Foko (forum komunikasi purnawirawan TNI dan Polri) hari sabtu 10 Juni 2023. Mengambil tema pembahasan “Kemanusiaan dan Kuantum,” narasumber Kun Wardana Abyoto begitu memukau dan memberikan suasana tersendiri.

Baca juga: Korelasi Teorama Kuantum Dengan Pancasila

Dalam paparannya, ia menyinggung istilah fibrasi batiniyah dan lahiriyah. Juga menyinggung tentang energi dan gelombang. Juga tentang keselarasan antara fibrasi alam berfikir, hati dan ekspresi tubuh. Seirama dengan istilah tergulung, tergelar dan tersurat. Konsep manunggalnya, rasa, cipta, karsa dan karya. Antara kehendak, kuasa dan ilmu. Atau bahasa umumnya keselarasan antara hati, pikiran dan tindakan.

Beberapa catatan lain juga menyebut setiap benda bergerak; memiliki kehidupan dan masanya. Termasuk meja, kursi dan berbagai benda lainnya. Artinya tidak ada benda mati. Semua punya kehidupannya, dan bersama-sama mahkluk lainnya berperan menjadi saksi. Menjalani ketentuan takdir perjalanannya.

Baca juga: Pancasila dan Kemakmuran

Singkatnya, korelasi kuantum dan kemanusiaan tentunya sangat terkait. Sebab, pada dasarnya energi yang dipantulkan manusia lewat distribusi sifat kemanusiaanya kepada semesta alam, juga akan berbalik kepada manusia. Sebab, jika ferbrasi manusia baik kepada alamnya, maka alam akan semakin baik kepada manusia. Hukum gama inilah yang akan mengantarkan pertemuan energi di frekwensi yang sama. Resiprokal kritis, saling mempengaruhi; karma dan darma.

Hukum kasih sayang atau saling terima dan kasih antara manusia dan alamnya tentunya yang harus dijaga dan dipelihara. Sebab, hubungan inilah bagian dari menjalankan sebagian dari iman. Menjalankan wujud syukur atas segala rahmat yang kuasa. Menjadi tanggung jawab setiap diri dalam mengerjakan apa yang disebut konsep demi masa. Yang meliputi demi martabat, demi anak cucu, tanah air dan lain sebagainya.

Baca juga: Mentradisikan Pancasilaisme

Maka, mengenali alam adalah usaha mengenali diri. Mengenali aneka makna yang dibawa gerak, nada, warna, energi dan lainnya. Kemudian diterjemahkan dalam bahasa ungkap manusia yang berupa ucap, tulisan, tindakan dan lewat karya budaya lainnya. Jika alam semakin rusak, maka tanda nilai kemanusiaan yang dimiliki sebuah kaum itu juga rusak. Konsekwensinya, sumber pengetauhan dan inspirasi yang melekat di setiap mahkluk mengalami penurunan bahkan kehancuran dan pelenyapan.

Maka, bicara kuantum kemanusiaan adalah bicara kelembutan, bicara kuwalitas energi. Bicara seberapa besar tekad dan ketulusan. Sebab, semua yang keluar dari tubuh manusia membawa qadar dan aura. Ada rensonansi gelombang. Maka, usaha mengenal diri dan kedalaman adalah usaha mengenal sifat ketuhanan yang rahmatan. Belajar untuk tahu, konsisten, setia dan amanah. Belajar merawat dorongan keinginan luhur, sebagaimana dipimpin oleh hikmat. Mempraktekan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengalirkan visi ketuhanan. Menjalankan keadilan sosial bagi seluruh potensi yang ada pada diri. Adil dalam membagi porsi pada saat kapan berbagi tenaga, waktu, ilmu, ucap dan tulisan, pada saat kapan bersedekah harta dan doa. Termasuk segala macam potensi dan nikmat lainnya: rizki yang tidak tak terelakan.

Di sanalah letak ketauladanan selaku tonggak perubahan. Mengalirnya segala macam bahasa yang membungkus makna yang dibawa gerak, kata, ucap dan tulisan, nada, warna dan potensi lainnya. Mendistribusikan sari-sari peradaban untuk membangun hidup yang sehat lahir bin batin, yang gemah ripah loh jinawinya diri. Sehingga, lahir dan tumbuhlah buah-buah budi. Yang menyemesta dan menyamudra. Yang manunggal dengan kehendak dan ridhoNya.

Maka, potensi yang berupa tangan, kaki, mulut, mata, telingan dan anggota tubuh yang melekat dikandung badan akan maksimal. Termasuk, semua potensi yang ada di luar diri perlu dialirkan makna kemanusiaan selaku muatan. Untuk apa, apa manfaatnya dan apa ada kaitannya dengan perbaikan peradaban? Pasti ada. Sehingga semua panca indra dan potensi apa saja menjalankan peran dan tugasnya untuk berbakti dan mengabdi. Menjadi pelayan kehikmatan, sebagaimana istilah abdi dalem.

Membangun kemanusiaan adalah menjunjung tanah air dalam diri. Mendayagunakan semua potensi sebagai alat perangkat dalam membangun paradaban. Bersama hikmatnya untuk bergotong royong mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat atau potensi dalam diri. Menggelar ketauladanan dalam setiap tindakan, untuk sama-sama mengarahkan semua kebhinneka potensi menuju pada kemuliyaan.

Harapan lainnya, penanaman benih-benih pengetauhan yang sehat di Kelas Karakter Konstitusi ini dapat tumbuh subur di setiap pesertanya. Sampai tanda menjadi kesatrianya bangsa semakin nampak di mana saja dan sektor apa saja. Membentuk karakter dan mental berdasarkan kebhinnekaan yang dimiliki bangsa Indonesia, bangsa Nusantara. Untuk sama-sama membantu menjalankan peran dalam perwujudan mercusuar dunia via insan atlantik dan patriot sejati.(*)

Previous articleTercatat 288 Kasus DBD di Kabupaten Sumbawa Hingga Juni
Next articleSimulasi Pilpres Dengan Sistem MPR UUD-45 Asli
Kami adalah Jurnalis Jaringan Sumbawanews, individu idealis yang ingin membangun jurnalistik sehat berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 tentang PERS, dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Dalam menjalankan Tugas Jurnalistik, kami sangat menjunjung tinggi kaidah dan Kode Etik Jurnalistik, dengan Ethos Kerja, Koordinasi, Investigasi, dan Verifikasi sebelum mempublikasikan suatu artikel, opini, dan berita, sehingga menjadi suatu informasi yang akurat, baik dalam penulisan kata, maupun penggunaan tatabahasa.