Home Berita Kebijakan Zero ODOL Diminta Mempertimbangkan Nasib Petani

Kebijakan Zero ODOL Diminta Mempertimbangkan Nasib Petani

Gemilang Tarigan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo)

Jakarta-Ketua Departemen Penataan Produksi dan Pengembangan Usaha Tani Aliansi Petani Indonesia (API), Muhammad Rifai, menyambut baik kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Load) yang akan diterapkan Kementerian Perhubungan. Namun, dia juga meminta agar kebijakan itu juga mempertimbangkan kesiapan dari para pelaku industri yang terkena dampak. Jika tidak, kebijakan Zero ODOL ini ujung-ujungnya akan menekani para petani juga.

“Tujuan ODOL kan terkait dengan keselamatan pengangkutan dan transportasi. Dalam konteks itu kita setuju. Tapi yang perlu dipertimbangkan itu pertama dalam aspek kesiapan dari pelaku usaha sendiri. Jika pemberlakukan kebijakan Zero ODOL ini tanpa ada waktu untuk penyesuaian dari para pelaku, itu akan berdampak pada biaya pengangkutan mereka. Ujung-ujungnya pasti kami para petani ini juga yang terkena dampaknya,” ujarnya, Kamis (9/4).

Karenanya, menurut Rifai, dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan kebijakan Zero ODOL itu, pemerintah harus mempersiapkan semua sarana dan prasarana pendukungnya.  “Tapi kita para petani juga mengkhawatirkan jika biaya pengangkutan semakin mahal, dampaknya akan ke kita juga, dimana biaya pengangkutan per kilonya akan naik,” tuturnya.

Selain itu, dia juga mengkhawatirkan terjadinya kelangkaan pupuk seperti yang disampaikan pengusaha pupuk jika Zero ODOL ini tidak disertai dukungan sarana dan prasarana yang baik.  “Dalam konteks itu, kami meminta pemerintah juga harus melihat kesiapan moda transportasi dari penyedia jasanya,” tukasnya.

Boycke Garda Aria dari Asosiasi Pengusaha Pupuk Indonesia (APPI) menyampaikan sudah menerapkan Zero ODOL sejak tahun lalu. Namun, dia mengatakan kesulitan untuk menyediakan pupuk tepat waktu hingga ke daerah-daerah karena para penyedia jasa transportasi tidak ada yang mau mengangkut pupuk dari mereka dengan biasa yang sama saat sebelum Zero ODOL diterapkan.

“Setelah kita coba ternyata regulasi itu sulit untuk dilakukan. Dengan mengurangi tonase berarti kita harus menambah armada. Tapi yang kita alami, tidak ada jasa transportasi yang mau mengangkut barang kita dengan harga normal.  Sementara kita harus menyiapkan pupuk secepat mungkin ke daerah-daerah terpencil,” tuturnya.

Karenanya, dia menyarankan agar penerapan Zero ODOL ini dilakukan secara bertahap hingga ada kesiapan dari sisi sarana dan prasarana pendukungnya dan dari pelaku industrinya juga.

Rifai mengatakan kondisi yang dialami pengusaha pupuk itu jelas-jelas akan meresahkan masyarakat petani.  Menurutnya, pelaksanaan Zero ODOL yang tidak disertai dengan dukungan sarana dan prasarana yang baik itu justru akan menyebabkan kelangkaan pupuk karena keterlambatan distribusi.

“Jika penyediaan pupuk ke petani itu terlambat, itu sangat berpengaruh pada hasil produksi yang pasti akan jauh berkurang. Untuk tanaman itu, pupuk harus tepat waktu dan tepat dosis. Kalau tidak, untuk tanaman semusim seperti padi, jika pemupukannya telat, tanamannya akan sulit berkembang dan bulir gabahnya itu banyak yang gapuk juga,” ucapnya.

Dari pengalaman tahun 2020 lalu dimana terjadi keterlambatan distribusi pupuk ke Tuban dan Lamongan, Jawa Timur, Rifai mengatakan telah terjadi penurunan produksi padi hinggga 30-40 persen.

Karenanya, kata Rifai, Aliansi Petani Indonesia akan meminta penjelasan yang lebih rinci dari Kemenhub terkait kebijakan Zero ODOL ini. Selain itu, API  juga akan meminta penjelasan dari Kementan terkait mapping atau peta persiapan mereka dalam rangka menghadapi masalah yang akan diakibatkan kebijakan Zero ODOL ini ke petani.

“Pada prinsipnya soal isu keselamatan dari kebijakan Zero ODOL ini kami setuju. Tapi kami juga meminta untuk dipertimbangkan dampaknya kepada kami para petani yang akan menanggung beban dari kenaikan biaya yang terjadi akibat dari kebijakan ini,” kata Refai. Sebelumnya, dalam sebuah webinar, para pelaku usaha meminta agar kebijakan Zero ODOL ini ditunda pelaksanaannya hingga 2025 mendatang. Hal itu mengingat dunia industri memerlukan tenggat waktu dan investasi besar untuk mempersiapkan jenis-jenis truk angkutan baru untuk kebutuhan logistik. Apalagi ditambah dengan terjadinya pandemi Covid-19 yang memukul perekonomian Indonesia, tak terkecuali dunia industri.

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim, juga menyambut baik kebijakan Zero ODOL ini. Namun, menurut dia, penerapan kebijakan ini harus disertai dengan penegakan hukum yang jelas. “Harusnya saat tidak memenuhi standar di jalan tol, ya truk-truk ODOL tidak boleh masuk. Tapi selama ini kan di lapangan terjadi lempar-lemparan kewenangan antara Dinas Pehubungan, Ditlantas, dan pengelola jalan tol. Mereka sering saling lempar tanggung jawab. Nah, menurut saya, ketika melintas di jalan tol, Badan Pengatur Jalan Tol harus menghentikan kendaraan ODOL itu,” ucapnya.

Previous articlePrajurit TNI Yonif 131/Brs Bantu Perbaiki Jembatan Gantung Yang Rusak Akibat Banjir
Next articleAsops Panglima TNI : Atasi Kendala dan Manfaatkan Peluang Untuk Antisipasi Kemungkinan yang Terjadi