JAKARTA, Sumbawanews.com. – Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyampaikan hasil rapat terkait penanganan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dalam rapat tersebut, juga dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Wakil Ketua Komite TPPU) Airlangga Hartarto, Menteri Hukum dan HAM (Anggota Komite TPPU) Yasonna H. Laoly, dan Kepala PPATK (Sekretaris Komite TPPU) Ivan Yustiavandana serta para Pejabat eselon I pada Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam Komite TPPU.
Baca juga: Panglima TNI Perintahkan Kirim Bantuan Tempur Maksimal Cari Prajurit Ditembak Teroris KKB Papua
Dirangkum dari berbagai sumber, Minggu (16/4/2023) berikut ini adalah fakta terbaru soal transaksi janggal Rp349 triliun.
1. Jumlah Rp349 triliun data dari 2009-2023
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa rekapitulasi surat PPATK yang dikirimkan PPATK kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejumlah 300 surat sejak tahun 2009 hingga 2023.
Baca juga: Kronologis 6 Prajurit TNI di Mugi-Mam Papua Tewas dan Belasan Disandera Teroris KKB saat Selamatkan Pilot Susi Air
“Ini daftar surat sejak tahun 2009 hingga 2023, ini yang kemudian menyebabkan statement mengenai Rp349 triliun. Kami menerima surat tersebut tanggal 13 Maret, dan kemudian langsung meneliti data atau surat tersebut,” ujarnya.
2. Rincian surat
Menkeu Sri Mulyani menjelaskan rincian surat yang dikirimkan oleh PPATK. Pada tahun 2009 terdapat 6 surat, yang 4 suratnya ditujukan kepada Kemenkeu dan 2 ke aparat penegak hukum (APH) dengan jumlah Rp1,97 triliun.
Baca juga: Mahfud Mulai di Gadang sebagai Cawapres Anies, Ini Kata Pengamat
“Tahun 2010 ada 41 surat, nilainya Rp736,3 miliar. Dari 41 surat ini ternyata 21 surat dikirimkan ke Kemenkeu dan 20 ke APH, dan 21 surat yang dikirim ke kami sudah di follow-up dimana kami kemudian membuat hukuman disiplin kepada 24 pegawai dan 1 orang ditindaklanjuti oleh APH, ini biasanya kalau menyangkut korupsi yang bisa dibawa ke APH,” jelas Sri Mulyani.
Ia juga menjelaskan kalau di tahun 2020, pihaknya menerima 28 surat dengan nilai transaksi Rp199,4 triliun, dimana 23 surat kepada Kemenkeu dan 5 surat senilai Rp199,3 triliun diserahkan ke APH.
baca juga: Ada Apa? Mahfud Tiba-tiba Buka Suara Lagi Soal Transaksi Rp 349T!
“Di tahun 2021, sebanyak 20 surat dengan nilai transaksi Rp27,19 triliun, 14 surat kepada Kemenkeu, 11 sudah ditindaklanjuti, dan 60 pegawai sudah dikenakan hukuman disiplin dan 1 ditindaklanjuti APH,” tambahnya.
Lalu, di tahun 2022, 18 surat dengan nilai transaksi Rp17,69 triliun, 9 surat dikirimkan ke Kemenkeu dan 9 surat diserahkan ke APH senilai Rp11,65 triliun.
“Dan di tahun 2023 ini, ada 2 surat yang disampaikan, semuanya kepada kami, dan 1 sudah difollow up oleh kami, dan masih dalam proses audit investigasi dan pendalaman informasi,” kata Menteri Keuangan tersebut.
3. Rp253 triliun berasal dari perusahaan dan korporasi
Sri Mulyani memberikan keterangan lanjutan terkait transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun dimana salah satunya mengenai data perusahaan dan korporasi.
“Ini terdiri salah satunya dari Rp253 triliun yang ada di dalam 65 surat, mengenai data perusahaan dan korporasi. Jadi dalam hal ini, dibedakan data korporasi perusahaan yang memang ada di dalam domain kursi Kemenkeu,” terangnya.
4. 193 pegawai dihukum sejak 2009
Dalam periode 2009-2023, tercatat sudah ada sebanyak 193 pegawai yang dihukum disiplin.
“Ini periode 2009 hingga 2023 karena ada juga berita yang menunjukkan seolah-olah tahun ini saja 193. Ini 2009 hingga 2023. Sementara 9 surat ditindaklanjuti ke aparat penegak hukum”, jelas Menkeu Sri Mulyani.
5. Tidak ada perbedaan data
Menkeu Sri Mulyani juga menegaskan kalau tidak ada perbedaan data antara yang disampaikannya dengan yang disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD terkait transaksi agregat Rp349 triliun, karena berasal dari sumber yang sama yaitu PPATK.
“Tapi ini semuanya dijumlahkan menjadi Rp349 triliun. Sumber dari data ini adalah dari PPATK,” ujarnya.
Menko Polhukam Mahfud MD juga membenarkan kalau tidak ada perbedaan data antara yang disampaikan pihaknya dan pihak Kemenkeu.
“Karena sumber data yang disampaikan sama, yaitu Data Agregat Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK tahun 2009-2023. Terlihat berbeda karena cara klasifikasi dan penyajian datanya yang berbeda,” kata Mahfud. (sn03)