Iramadan
Peserta Program KKK Nusantara Centre
Setiap bangsa di dunia mempunyai dasar atau landasan, kekuatan, dan daya dorong bagi perjuangannya, yang berupa jiwa, semangat dan nilai-nilai untuk mencapai cita-cita nasionalnya. Begitu juga bangsa Indonesia telah memiliki jiwa, semangat dan nilai-nilai 45 yang merupakan akumulasi nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia. Masalahnya, apakah dalam alam kemerdekaan nilai-nilai 45 perlu terus digelorakan? Untuk siapa, di mana, kapan, kenapa dan bagaimana manfaatnya. Dulu berjuang mengusir musuh dari luar, sekarang musuh tersebut multidimensi yaitu; kebodohan, kemiskinan, ketidaksejahteraan, ketidakadilan, disintegrasi dan KKN. Pertanyaannya, “bagaimana kontribusi Jiwa Semangat dan Nilai-nilai 45 (JSN-45)? Bagaimanakan metode yang tepat dalam penyelamatan dan melestarikan JSN 45? Bagaimanakah pola penerapan JSN 45 agar bisa diaplikasikan dengan baik?”
Baca juga: Tantangan Pancasila adalah Penghianatan
Tulisan ini menjawab pertanyaan di atas. Kita tahu bahwa jiwa, semangat dan nilai- nilai (JSN) kejuangan bangsa Indonesia tidak lahir seketika tetapi merupakan proses perkembangan sejarah dari zaman ke zaman di mana embrio nilai dari JSN itu sudah ada dari jaman kerajaan, hanya saja belum dimunculkan dan dirumuskan. Setelah tercapainya titik kulminasi atau titik puncak pada tahun 1945, nilai-nilai JSN disepakati sebagai dasar, landasan, kekuatan dan daya dorong bagi para pendiri Republik Indonesia. JSN berkembang pada setiap zamannya yang di bagi dalam beberapa periodisasi, yaitu: Periode I (Masa sebelum Pergerakan Nasional).
Yaitu saat masa kejayaan kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara dengan masuknya berbagai agama serta kedatangan bangsa-bangsa barat dalam tugas ekspansi wilayah. Wilayah Nusantara dahulu terdiri dari bebarapa kerajaan Hindu, Budha dan Islam yang merdeka dan berdaulat. Kerajaan itu antara lain: Sriwijaya, Majapahit dan Mataram. Pada periode ini beberapa agama yang tersebar seperti: agama Budha, Hindu, Islam dan Kristen yang kemudian dianut oleh penduduk setempat dengan penuh kerukunan. Jiwa, semangat dan nilai-nilai kejuangan sudah mulai timbul yaitu dengan kesadaran harga diri.
Baca juga: Hening Cipta Jalan Menyalakan Cahaya Pancasila
Periode II (Masa Pergerakan Nasional). Yaitu masa pergerakan nasional di mana masa proses runtuhnya kerajaan-kerajaan nusantara, berganti jadi perlawanan senjata oleh tokoh baru masa kebangkitan kembali bangsa Indonesia. Perlawanan meluas di bidang ideologi politik, ekonomi, sosial dan budaya terhadap penjajahan Jepang hingga lahirnya Pancasila.
Perjuangan tersebut kalah dan melahirkan gejolak jiwa yang ingin merdeka. Rasa harga diri bangsa yang tidak mau dijajah menggugah semangat dan perlawanan seluruh masyarakat terhadap penjajah untuk berusaha merebut kembali kedaulatan dan kehormatan bangsa. Sejak itu timbulah jiwa, semangat dan nilai-nilai kejuangan, nilai harkat dan martabat manusia, jiwa dan semangat kepahlawanan, kesadaran anti penjajah atau penjajahan, kesadaran persatuan dan kesatuan perjuangan.
Pada abad XX perlawanan senjata makin berkurang dan beralih pada perjuangan dengan koordinasi persatuan dan kesatuan intelektual. Tahap perjuangan ini dikenal sebagai Kebangkitan Nasional. Dalam tahap ini timbul pergerakan seperti Budi Utomo (1908), Serikat Dagang Islam/Serikat Islam (1912) dan gerakan emansipasi yang dipelopori RA.Kartini.
Periode III (Masa Proklamasi dan Perang Kemerdekaan). Titik kulminasi atau titik puncak perjuangan kemerdekaan tercapai dengan Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Pada 18 Agustus 1945 disahkan pancasila sebagai falsafah bangsa dan negara. UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Lahirnya Negara Republik Indonesia menimbulkan reaksi dari pihak Belanda yang ingin menjajah Indonesia kembali. Hal tersebut menyebabkan bangsa Indonesia kembali mengalami perjuangan yang dahsyat dalam segala bidang baik melalui perjuangan senjata, bidang politik maupun diplomasi.
Perjuangan ini melahirkan nilai-nilai operasional yang memperkuat jiwa, semangat dan kejuangan yang telah ada sebelumnya terutama rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka, semangat untuk berkorban demi tanah air, bangsa dan negara. Pada akhir periode ketiga berkembangnya perjuangan bangsa Indonesia diberi nama dengan Jiwa, Semangat dan Nilai- Nilai 45.
Periode IV (Masa Perjuangan Mengisi Kemerdekaan). Perjuangan masa ini tidak terbatas waktu karena bermaksud mencapai tujuan akhir nasional seperti yang tercantum dalam UUD 1945. Dalam periode ini jiwa, semangat dan nilai-nilai kejuangan yang berkembang sebelumnya tetap lestari, yaitu nilai-nilai dasar yang terdapat pada Pancasila, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sedang yang mengalami perubahan adalah nilai operasional.
Apabila masa perjuangan dalam mengisi kemerdekaan dipandang secara kuantitatif maka kemungkinan nilai-nilai ini akan bertambah. Sedangkan jika dipandang secara kualitatif maka kemungkinan akan mengalami perubahan-perubahan sesuai dinamika dan kreatifitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Apa rumusan JSN 45 itu? Jiwa adalah sesuatu yang menjadi sumber kehidupan dalam ruang lingkup makhluk Tuhan yang maha esa. Jiwa bangsa adalah kekuatan batin yang terkandung dalam himpunan nilai-nilai pandangan hidup suatu bangsa. Semangat adalah manifestasi dinamis atau ekspresi jiwa yang merupakan dorongan untuk bekerja dan berjuang. Jiwa dan semangat suatu bangsa menentukan kualitas nilai kehidupannya. Nilai adalah suatu penyifatan yang mengandung konsepsi yang diinginkan dan memiliki keefektifan yang mempengaruhi tingkah laku. Jiwa 45 adalah sumber kehidupan bagi perjuangan bangsa Indonesia yang merupakan kekuatan batin dalam merebut kemerdekaan, menegakkan kedaulatan rakyat serta mengisi dan mempertahankannya.
Semangat 45 adalah dorongan dan manifestasi dinamis dari Jiwa 45 yang membangkitkan kemauan untuk berjuang merebut kemerdekaan bangsa, menegakkan kedaulatan rakyat serta mengisi dan mempertahankannya. Nilai 45 adalah nilai-nilai yang merupakan perwujudan jiwa dan semangat 45 bersifat konseptual yang menjadi keyakinan, keinginan dan tujuan bersama bangsa Indonesia dengan segala keefektifan yang mempengaruhi tindak perbuatan dalam merebut kemerdekaan, menegakkan kedaulatan rakyat serta mengisi dan mempertahankannya.
JSN 45 memiliki nilai-nilai dasar yang dapat dijabarkan menjadi berikut ini: nilai-nilai dasar JSN 45 adalah semua nilai yang terdapat di dalam setiap sila dari Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Undang-Undang Dasar 1945, baik pembukaan, batang tubuh, maupuun penjelasannya. Sedangkan nilai operasional JSN 45 adalah nilai-nilai yang lahir dan berkembang dalam perjuangan bangsa Indonesia selama ini dan merupakan dasar yang kokoh dan daya dorong mental spiritual yang kuat dalam setiap tahap perjuangan bangsa seterusnya untuk mencapai tujuan nasional akhir seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 serta untuk mempertahankan dan mengamankan semua hasil yang tercapai dalam perjuangan tersebut. Nilai-nilai operasionalnya adalah: ketakwaan, semangat merdeka, nasionalisme, patriotisme, rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka, pantang mundur dan tidak kenal menyerah, persatuan dan kesatuan, anti penjajah dan penjajahan, percaya kepada kekuatan dan kemampuan diri sendiri, kepahlawanan, disiplin yang tinggi, dll.
Sedangkan metode penyelamatan ataupun menjaga kelestariannya dapat dilakukan dengan beberapa, yaitu: metode edukasi. Metode ini tujuannya untuk menanamkan dasar yang kuat untuk penghayatan dan pengalaman jiwa, semangat dan nilai-nilainya. Metode edukasi ini dilakukan dengan jalur keluarga, jalur sekolah dan jalur masyarakat.
Pada jalur keluarga, orang tua berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya supaya tanggap dan peka terhadap keadaan dan perkembangan lingkungan, pertumbuhan anaknya, dan juga penyebarluasannya. Hal ini bertujuan agar anak-anak dapat terangsang, menghayati dan mengamalkannya di kehidupannya. Kemudian melalui jalur sekolah formal yang terikat pada ruang, waktu, mata pelajaran dan jenjang persekolahan yang bertujuan untuk menanamkan melalui proses belajar mengajar. Sedangkan melalui jalur masyarakat, beriringan dengan pendidikan formal melalui jalur sekolah, juga memanfaatkan wadah-wadah seperti Karang Taruna, Gerakan Pramuka, dll.
Metode keteladanan. Pada metode keteladanan ini juga dibagi menjadi 3 jalur yaitu jalur keluarga, jalur sekolah, dan jalur masyarakat. Jalur keluarga menjadi hal yang paling utama karena keluarga adalah wadah yang paling dekat untuk menanamkan nilai tersebut. Pada pendekatan jalur keluarga ini menyangkut sikap, tingkah laku, serta penghayatan dan pengamalannya. Keteladanan orang tua sangat menentukan karena secara naluri seorang anak akan melihat dan mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Jalur sekolah merupakan forum pendidikan formal yang memegang peran utama dalam usaha melestarikan terutama upaya guru yang menjadi tokoh panutan sehingga berperan menciptakan kondisi para anak didik dalam menghayati dan mengamalkan nilai tersebut. Sedangkan pendekatan jalur masyarakat peranan dan keteladan tokoh-tokoh masyarakat menjadi kunci.
Berikutnya dengan metode informasi dan komunikasi. Dibagi menjadi 3 jalur: keluarga, sekolah dan masyarakat yang ketiganya mempengaruhi hubungan timbal balik di antara mereka.
Berikutnya metode sosialisasi. Pendekatan sosialisasi ini bertujuan supaya masyarakat mengerti, menghayati dan mau mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita juga bisa mengembangkan pendekatan jalur keagamaan. Jalur ini mudah untuk mengembangkan pelestariannya lewat tokoh dan lembaganya.
Singkatnya, kita masih terus melakukan penguatan pendidikan karakter (PPK) untuk menumbuhkan dan membekali generasi penerus agar memiliki bekal karakter baik, keterampilan literasi yang tinggi, dan memiliki kompetensi unggul abad 21 yaitu mampu berpikir kritis dan analitis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif. Nilai utama karakter yang menjadi fokus dari kebijakan PPK adalah religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas.
Tentu saja diperlukan strategi yang dilakukan satuan pendidikan agar dapat menanamkan nilai-nilai karakter pancasila dalam diri peserta didik, salah satunya dengan cara mengimplementasikan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah. Semua dikerjakan dengan empat jalur: 1)Penerapan dalam Intrakurikuler; 2)Penerapan dalam Bidang Kokurikuler; 3)Penerapan dalam Kegiatan Ekstrakurikuler; 4)Penerapan dalam Bidang Non-Kokurikuler. Keempat penerapan ini tidak bisa berdiri sendiri. Melainkan satu kesatuan yang serentak dikerjakan bersama. Pasti hasilnya maksimal. Semoga.(*)