Home Berita Kisruh ODOL: Pemerintah Didesak Tanggung Biaya Normalisasi ODOL serta Penyesuaian Tarif Angkkutan...

Kisruh ODOL: Pemerintah Didesak Tanggung Biaya Normalisasi ODOL serta Penyesuaian Tarif Angkkutan Barang

Supir Truk ODOL Tengah Melakukan Aksi Demo terkait kebijakan Zero ODOL/ Haluanrakyat.com

Jakarta-Para sopir truk di berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Kudus, Solo, Bali, NTB, dan Sumatra secara serempak melakukan aksi demonstrasi pada Selasa, 22 Februari 2022, menolak kebijakan Zero ODOL yang akan mulai diterapkan pada Januari 2023 mendatang. Para sopir truk ini meminta agar pemerintah tidak asal menerapkan Zero ODOL ini tanpa memperhatikan nasib mereka.

Di Surabaya, ratusan sopir truk dari Driver Logistik Community berunjuk rasa dengan memarkir truk-truk mereka di Bundaran Waru dan mengadakan orasi di depan City of Tomorrow (Cito) sampai depan kantor Dinas Perhubungan Jatim.

Korlap aksi demonstrasi, Supriyanto, mengatakan aksi demo yang dilakukan para sopir truk ini untuk memprotes tentang kebijakan pembatasan dan pelarangan truk Over Dimension Over Loading (ODOL). “Kami memprotes adanya pemberlakukan UU Lantas No.22 tahun 2009 yang diperketat hari ini karena ada surat dari Kemenhub terkait pelaksanaan Zero ODOL di 2023,” kata Gus Pri, sapaan akrab Supriyanto.

Dia mempertanyakan kenapa selama ini truk-truk mereka diperbolehkan uji KIR, sehingga membuat banyak para sopir truk yang akhirnya mengubah konstruksi truk mereka menjadi ODOL. “Ini kan jadi aneh, kenapa waktu-waktu dulu itu diperbolehkan uji KIR,” ungkapnya.

Para sopir truk di Surabaya ini mengindikasi adanya mafia ODOL yang berkaitan dengan Sertifikasi Uji Tipe Kendaraan Bermotor (SRUT di dinas perhubungan kota/kabupaten, karena ketika meloloskan uji KIR ada unit yang tidak dicek secara fisik. “Jadi, kami mengindikasikan itu. Karena, kalau karoseri-karoseri besar, suratnya bisa keluar padahal kendaraannya sudah ODOL. Mereka bisa memainkan SRUT-nya,” tutur Gus Pri.

Dalam aksi demonya, para sopir truk di Surabaya ini menuntut beberapa hal kepada pemerintah terkait kebijakan Zero ODOL. Pertama, pemerintah harus membuat regulasi peraturan pelaksanaan terkait ODOL. Kedua, bersihkan mafia ODOL dan SRUT. Ketiga, membuat standar upah bagi sopir truk. Keempat, harus ada kepastian muatan ketika sudah dinormalisasi. Kelima, menuntut biaya pemotongan dari pemerintah. Menurut Gus Pri, untuk memotong badan truk saja dibutuhkan biaya sebesar Rp 5-10 juta. Sedang untuk pemotongan sasis truk menjadi lebih pendek biayanya mencapai Rp 15-20 juta. “Ini jelas akan sangat memberatkan para sopir truk yang hanya memiliki 1-2 truk saja,” ujarnya.

“Kalau tuntutan kami belum terpenuhi kami akan tetap akan melawan,” tambahnya.

Di Semarang, Jawa Tengah, ratusan sopir truk juga menggelar unjuk rasa di depan Kantor Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah, untuk  mendesak pemerintah membatalkan aturan ODOL.

Para sopir truk membentangkan poster dan spanduk penolakan aturan truk ODOL. Mereka mendesak Kementerian Perhubungan meninjau ulang kebijakan Zero ODOL karena dinilai merugikan para pengemudi truk.

 

“Jika tuntutan tidak dipenuhi, kami mengancam akan mogok dan melumpuhkan jalanan,” kata Ketua Aliansi Pengemudi Independen, Suroso.

Suroso mengatakan tidak semua sopir mampu melakukan perbaikan dimensi truknya. Pasalnya, selama ini para sopir sudah terbebani angsuran pelunasan pembelian truk serta biaya operasional kendaraan, ditambah lagi biaya perbaikan dimensi kendaraan.

Selain itu, dia memandang perlu pemerintah terlibat dalam penyusunan standardisasi tarif untuk jasa pengiriman. Dia mengingatkan dalam penyusunan aturan sebaiknya melibatkan masyarakat bawah, terutama sopir truk yang mengetahui permasalahan di lapangan. “Selama ini, yang diajak bicara hanya Organisasi Angkutan Darat (Organda) selaku pengusahanya,” katanya.

Di Kudus, aksi demo para sopir truk menolak kebijakan Zero ODOL dilakukan dengan menutup akses Jalan Lingkar Selatan. Dalam aksinya, ratusan truk berbagai ukuran diparkir di sisi kiri ruas JLS Kudus, yang berada di depan Terminal Induk Jati. Sementara, di ruas sebelah kanan yang semula bisa dilalui juga dibuat parkir truk. Awalnya, truk tersebut akan melintas, namun sejumlah sopir yang melakukan demo menghentikan sopir truk yang tengah melintas untuk ikut serta unjuk rasa.

Ratusan sopir truk lainnya juga melakukan aksi menutup jalan menolak penertiban truk ODOLdi Jalan Pantura Batang. Aksi tersebut memakirkan dua ruas jalan pantura Banyuputih Kabupaten Batang. Beberapa truk dipasang tulisan “Menolak UU Odol hingga Hentikan Razia ODOL”. “Ini bentuk solidaritas pada aksi di beberapa daerah di Indonesia,” kata seorang sopir truk, Safrudin.

Di Bandung, para sopir truk menutup Jalan Tol Purbaleunyi khususnya di ruas interchange Tol Pasteur KM 126 dalam rangka unjuk rasa menolak aturan pemerintah terkait larangan truk ODOL. Pemblokiran jalan tol ini dilakukan dua arah yakni arah Bandung dan arah Jakarta.

Di Bali, aksi demo ratusan sopir truk menolak kebijakan Zero ODOL dilakukan di kawasan Terminal Cargo Kelurahan Gilimanuk, Jembrana. “kami meminta agar dilakukan revisi UU terkait Zero ODOL. Jika tidak, kami meminta untuk menunda pelaksanaannya karena sangat merugikan kami para sopir truk,” tukas Korlap demo, Lukman Pekutatan.

Yang menjadi tuntutan para sopir truk di Bali ini adalah pemerintah harus menghentikan ijin truk-truk built up ekpedisi-ekpedisi besar yang diimpor dari Singapura yang jenisnya long. Menurut Lukman, keberadaan truk-truk itu menyebabkan mereka kalah saing yang membuat truk-turk mereka tidak ada yang mau menggunakan.

“Karenanya, kami terpaksa memanjangkan truk kami. Jika tidak, truk kami yang dulu pendek dan standar menjadi nggak laku. Jadi, itu terpengaruh di saat diijinkannya mobil Singapura itu masuk. Nah, kalau pemerintah serius untuk menindak truk ODOL, tindak dulu lah mobil-mobil ekspedisi asal Singapura itu.  Seharusnya mereka yang diatur dan dicabut ijinnya,” ucapnya.

Dia juga mengatakan para sopir sering diintimidasi pihak kepolisian dengan didengungkannya pemberlakukan Zero ODOL pada 2023 mendatang. “Kesulitan kami, di jalan sering diintimidasi sama pihak kepolisian yang menindak kami karena ODOL. Mereka bahkan patroli sampai ke warung pas kami sedang makan. Tiba-tiba truk kami diukur baknya, di jalan dikejar untuk diukur muatannya dan ditilang karena dikatakan truk ODOL. Inilah yang menyebabkan kami tergerak para sopir truk di daearah-daerah lain juga sepakat untuk melakukan yang kami beri judul gerakan nasional Indonesia menolak kebijakan Zero ODOL,” katanya.

 

Previous articleSatgas Yonif 126/KC Melaksanakan Komsos ke Rumah Warga Binaan
Next articleKodam XVI/Pattimura Serbuan Vaksin di Pelabuhan Ambon