Mendengar nama Desa Mantar, mungkin akan membayangkan Film Seradu Kumban, Paralayang, dan wisata alam pegunungan. Ya…, Karena Desa Mantar yang terletak di Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) ini telah dikenal sebagai “Desa di Atas Awan”.
****
Dengan ketinggian 685 mdpl. Sejauh mata dari desa mantar, dapat terlihat jelas hingga puluhan kilometer ke daerah sekitar. Kecamatan Poto Tano, Seteluk, Kecamatan Alas Barat, hingga pulau Seberang menjadi suguhan pandangan dari Mantar.
Namun dibalik itu semua, terdapat sisi eksotik lain dari Desa Mantar. Yakni “Ai Mante” dan “Guci” Penangkal Racun-nya, yang disakralkan oleh masyarakat Mantar.
Baca Juga : Berita Foto : Bandara Kabupaten Sumbawa Barat
Ai Mante
Ai Mante, diyakini masyarakat Mantar merupakan sumber air pertama desa, dan bagian dari lahirnya penamaan nama desa Mantar. Dari kata “Mante” lahirlah kata “Mantar”.
Masyarakat Mantar menyakini, Ai Mante adalah sebuah sumur kecil atau “Buin” (Bahasa sumbawa). Dan sumur tersebut menjadi satu-satunya sumber air bagi masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.
Saat ini Ai Mante telah ditata, dan menjadi seperti kolam. Sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencuci dan mandi. Termasuk memancin, karena didalamnya terdapat berbagai jenis ikan air tawar.
Namun dalam pemanfaatan air Ai Mante, tetap harus mejaga etika yang telah digariskan leluhur. Seperti, air yang digunakan baik untuk mencuci maupun mandi tidak boleh masuk kembali kedalam kolam. Dan mandi hanya diperbolehkan dengan menggunakan gayung.
Baca Juga : Setiap Hari Terdapat Kepindahan Warga ke Pasir Putih
“Tidak boleh nyebur seperti mandi kolam. Juga tidak boleh masukkan kaki ke dalam kolam,” kata, salah seorang warga.
Apalagi membully, dan mencela air. Misalnya jika kondisi air sedang keruh atau berwarna cokelat. “Kalau dari cerita leluhur, Dulu Ai Mante bisa memberi tanda bahaya. Kalau terjadi perubahan warna secara drastis, akan ada musibah,” katanya, juga menambahkan, jika melanggar ketentuan dan etika leluhur di Ai Mante, diyakini si pelanggar akan mendapat marabahaya.
Air Ai Mante disebut tidak pernah mengering sepanjang tahun, meski kering-kerontang kemarau melanda. “Paling-paling airnya menyusut saja,” ucapnya.
Guci Penangkal Racun
Sedangkan Guci Penangkal Racun, air-nya diyakini dapat menjadi obat, penetralisir, dan penangkal racun dalam tubuh manusia. Sehingga tidak sedikit orang yang mendatangi Mantar hanya untuk meminun segelas air atau meminta untuk membawa pulang air dari guci tersebut.
Selain menangkal racun, air guci tersebut juga diyakini dapat meredakan api jika terjadi kebakaran di desa. Termasuk khasiat-khasiat lain, sesuai keperluan masing-masing.
“Kalau ada kebakaran, airnya dipercikkan ke arah api. Maka apinya tidak membesar dan segera padam,” jelasnya.
Hari-hari, guci berada di masjid desa mantar. Namun karena saat ini masjid desa mantar sedang dipugar, maka guci berada di salah satu rumah ahli waris juru kunci guci.
Guci tersebut sepasang, satu disebut sebagai guci perempuan dan lainnya sebagai guci laki-laki. Air guci selalu diisi dengan ritual khusus dari air Ai Mante.
Ahli waris juru kunci menceritakan, pernah seorang kolektor barang antik mendatangi Mantar. Kemudian melakukan serangkaian pengujian anti toksin, dan menawarkan harga selangit untuk guci tersebut.
Namun, warga Mantar menolak untuk menjual dengan harga berapapun. Sebab guci dianggap sebagai aset masyarakat desa, dan warisan leluhur yang tak ternilai harganya. (Using)