Jakarta-Pertumbuhan dunia bisnis yang begitu pesat menyebabkan banyak perubahan dalam menjalankan bisnis. Banyak perusahaan lokal yang menggunakan brand yang hak patennya sebenarnya milik perusahaan asing. Saat ini banyak perusahaan asing yang hanya mempatenkan nama merek dan kemudian menjual lisensi produknya saja tanpa harus memproduksi barang dalam bentuk fisik kepada perusahaan lokal. Dengan memanfaatkan lisensi dari kekayaan intelektual yang dimiliki, perusahaan asing tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang besar.
Hal itu disampaikan DR. Widyaretna Buenastuti SH., MM., dosen Hukum Hak Kekayaan Intelektual Universitas Jenderal Achmad Yani. “Ketika melakukan lisensi, yang diuntungkan bukan hanya pemilik lisensi saja, tetapi penerima lisensi juga mendapatkan keuntungan. Bagi pemilik lisensi, keuntungan yang didapat tentu berupa pembayaran royalti dari pihak penerima lisensi. Nominal royalti itu juga didasarkan dari kesepakatan dari pihak pemilik lisensi dan penerima lisensi. Yang jelas itu mahal banget,” ujarnya.
Dia mengatakan merek dagang yang didaftarkan di Indonesia oleh perusahaan pemilik merek , masa berlakunya akan diberikan oleh negara selama 10 tahun sejak tanggal permohonan pendaftarannya diterima. Hak merek lahir pada saat merek tersebut mendapatkan persetujuan pendaftarannya dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Masa berlakunya dapat diperpanjang apabila mereknya masih digunakan, masih diproduksi dan diperjualbelikan.
Dia mencontohkan merek Toyota yang sudah dikenal oleh masyarakat cukup lama. Selama masih digunakan dan diproduksi serta diperjual belikan di Indonesia, maka mereknya akan tetap dapat diperpanjang pendaftarannya. Selain itu juga merek Le Minerale yang ijin lisensi mereknya dikontrak dari Matsui Koshi Limited. “Tapi pemegang mereknya juga harus membayar mahal merek tersebut kepada pemilik brand-nya,” tutur Widyaretna.
Menurutnya, tidak ada larangan bagi perusahaan asing yang berdomisili di wilayah luar negeri untuk mengajukan permohonan pendaftaran mereknya di Indonesia. Hal itu sesuai dengan UU 20 tahun 2016 yang salah satu pasalnya mengatur untuk pemohon pendaftar merek warga negara asing dan badan hukum asing yang berdomisili di luar negeri yang wajib diajukan melalui konsultannya di Indonesia.
Dia menuturkan kenapa perusahaan pemilik merek mau mengijinkan lisensi mereknya digunakan oleh perusahaan di Indonesia, kemungkinan si pemilik brand-nya itu tidak mempunyai kapasitas untuk menggunakan brand-nya sendiri di Indonesia. Itu bisa terjadi karena secara operasional mereka memang tidak memiliki SDM-nya misalnya. “Selain itu, kan akan lebih efisien bagi si pemilik brand misalnya Le Minerale secara komersial jika dia mendelegasikan brand-nya itu kepada pihak lain dan orang itu yang membesarkan brand tersebut, dan dia mendapatkan royaltinya ketimbang dia harus membangun perusahaan di Indonesia dan harus mempekerjakan orang,” katanya.
Dia juga mengatakan bahwa pengalihan merek dapat terjadi dengan membeli putus. Contoh obat kumur terkenal dengan brand Listerine yang kini terdaftar atas nama Johnson & Johnson, yang sebelumnya merupakan brand milik dari Pfizer yang juga mengakuisi mereknya dari Warner-Lambert hasil proses penggabungan usaha. Saat Johnson& Johnson membeli merek Listerine dari Pfizer, itu berarti termasuk segala akibat hukum di dalamnya.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual, lisensi diberikan berdasarkan perjanjian lisensi dalam bentuk tertulis antara pemilik merek dan pemegang merek. Di antaranya tidak boleh merugikan perekonomian Indonesia dan kepentingan nasional Indonesia dan tidak mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Namun, kontrak lisensi yang menjadi dasar ikatan hukum antara pemberi lisensi dan penerima lisensi seringkali dilanggar sehingga timbul sengketa di antara mereka yang menyangkut hak dan kewajiban yang telah mereka sepalkati dalam kontrak lisensi. Dengan demikian, prinsip itikad baik yang dimanatkan oleh hukum kontrak terabaikan.
Sementara, Pakar Pemasaran Hermawan Kartajaya, melihat ada beberapa alasan kenapa perusahaan di Indonesia itu lebih memilih brand dari luar ketimbang brand lokal. “Brand luar negeri itu kan punya credibility, punya yang namanya brand equity ” ujarnya.
Masih menurut Hermawan, Le Minerale meski pemilik brand nya perusahaan Asing yaitu Matsui Koshi Limited, tetapi digunakan sebagai merek produk di Indonesia. Hal ini mungkin terkait startegi pemasaran untuk bisa bersaing dengan produk sejenis.
Tapi ada juga yang tetap mempertahankan brand dari produk perusahaan yang dibeli. Hal itu terjadi pada AQUA. “Itu karena AQUA kan sudah terkenal lama di Indonesia, meski sebagian saham telah dijual ke DANONE. Dilain pihak ada pesaing lain yang memakai nama Indonesia yang mirip dengan produk Prancis, yaitu Le Minerale yang mereknya didapat dari pemilik merek dari luar. Kenapa itu dilakukan, karena masalah branding itu paling penting di dunia marketing,” kata Hermawan.