Sumbawanews.com-Industri air minum saat ini dibuat gelisah dengan tidak kunjung disahkannya Peraturan Pemerintah terkait Perizinan Berusaha bagi industri tersebut. Apalagi sejumlah pemerintah daerah sudah tidak mau lagi mengeluarkan izin berusaha bagi industri air minum di daerah karena menganggap wewenang tersebut sudah dialihkan ke pemerintah pusat sesuai dengan UU No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Padahal jelas-jelas Peraturan Pemerintah sebagai turunan UU 17 Tahun 2019 itu belum dibuat. Akibatnya, pengusaha air minum pun dibuat bingung dengan kondisi ini yang berujung kepada terhambatnya operasional perusahaan.
Berlarut-larutnya proses pembahasan PP Perijinan Pengusahaan Air Minum itu pun telah menghambat beberapa industri di daerah yang ingin melakukan perpanjangan izin usahanya. Salah satunya dialami CV Varia Indah Tirta Pekan Baru. HR Manager CV Varia Indah Tirta (VIT) Pekan Baru, Yendri, mengutarakan kebingungan perusahaan dalam mengajukan Surat Izin Pengusahaan Air Tanah (SIPA) Baru. Pada Desember 2019 VIT sudah mengajukan permohonan SIPA ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Riau dan disampaikan bahwa berdasarkan UU 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA), wewenang mereka sudah dicabut dan menyarankan untuk mengurusnya ke Badan Geologi Kementerian ESDM Provinsi. Jawaban serupa juga disampaikan Badan Geologi, yaitu tidak lagi memiliki wewenang untuk mengeluarkan rekomendasi teknis (rekomtek) berdasarkan UU 17 Tahun 2019 dan menyarankan VIT untuk mengajukannya ke Kementerian PUPR.
“Anehnya, Kementerian PUPR mengatakan bahwa mereka hanya mengeluarkan rekomtek terkait sumur permukaan. Hingga kini kami pun bingung harus mengurusnya kemana, sementara perusahaan kan harus tetap beroperasi agar para karyawan bisa tetap bekerja,” tutur Yendri, Rabu (18/11).
Padahal, Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jarot Widyoko, Senin (17/11), menegaskan bahwa sebelum PP Perizinan Berusaha yang baru keluar, proses perizinan masih mengikuti Peraturan Pemerintah yang lama, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air. Di mana, untuk Surat Izin Pengusahaan Air Tanah (SIPA) itu tetap di Kementerian ESDM, dan Surat Izin Penggunaan Air Permukaan (SIPAP) di Kementerian PUPR.
“Selama tidak ada PP yang baru, yang lama tetap jalan terus. Dalam hal ini kita juga kan hanya memberi rekomendasi teknis saja,” katanya.
Dia mengutarakan PP Perizinan Berusaha itu sedang dalam proses pembahasan, yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan pada awal Oktober 2020.
- Ufia Tirta Mulia di Bogor juga mengeluhkan proses perizinan yang begitu lama. Perusahaan ini telah mengajukan permohonan izin pengusahaan sumber daya air sejak tanggal 19 Maret 2019 yang dikeluarkan oleh Balai Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane. Namun status surat terakhir tanggal 21 September 2020 masih verifikasi dari Sesditjen Sumber Daya Air. Itu artinya, sudah lebih dari setahun belum juga ada kejelasannya dari proses perizinan mereka.
“Tapi baru-baru ini pihak PUPR sudah melakukan survei ulang bersama Balai Wilayah Sungai, dan tinggal menunggu kesanggupan kami untuk memasang meter air ke warga,” ujar Edeh, Factory Manager PT. Ulfia Tirta Mulia, Rabu (18/11).
Nasib serupa dialami PT Danson Indonesia di Bogor, yang juga merasakan lamanya proses Izin Usaha Pengambilan Mata Air (SIPMA) yang permohonannya sudah disampaikan ke Kementerian PUPR 31 Desember 2019. Perusahaan memiliki kendala tidak dapat memantau secara online sejauh mana progress proses perizinan yang sudah diajukan itu hingga kini.
“Tapi akhirnya setelah menunggu waktu yang sangat lama, saat ini kami tinggal menunggu sertifikat dikeluarkan saja. Tapi yang jelas kami rasakan birokrasinya terlalu berbelit-belit dan prosesnya sangat lama,” tukas Kusnadi, Plan Manager PT Danson Indonesia, Rabu (18/11).
Industri lainnya yang mengalami hambatan dalam perijinan adalah CV Elmas Sentosa Abadi (ESA) di Sumatera Barat. Industri AMDK ini telah mengajukan permohonan izin tanggal 4 Desember 2019 untuk AMDK dan penjualan air baku. Alasan awal tidak diproses karena kekosongan Dirjen SDA dan berkas permohonan tertahan di loket penyerahan berkas perizinan. “Beberapa kali mendatangi kantor Kementerian PUPR dari Februari hingga Juni 2020, jawabannya selalu dalam proses. Report di web juga tidak bergerak dari bagian hukum. Hingga 17 September 2020, perusahaan belum juga menerima ijin sesuai hasil Rekomendasi Teknis (Rekomtek) Balai Wilayah Sungai Sumatera V,” tutur Direktur ESA,Yusni Elma, Rabu (18/11).
Namun, setelah menunggu dalam waktu panjang, Kementerian PUPR baru mengeluarkan sertifikat izin untuk AMDK, sementara untuk izin air baku harus mengurus dari awal lagi. “Dan saat ini semua sudah diurus dan sudah diserahkan ke Kementerian PUPR pada Oktober lalu. Kami berharap izinnya dapat segera diproses supaya kami bisa segera beroperasi,” ucapnya.
Mendapat laporan dari anggotanya ini, Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) meminta pemerintah agar memudahkan pengurusan izin bagi pengusaha air minum.
“Menurut kami, kalau segala hal sudah dipenuhi sesuai dengan aturan sebaiknya pemerintah harus segera menerbitkan perizinannya. Jika tidak maka industri dan pelaku usaha jadinya tidak memiliki izin padahal mereka harus beroperasi,” ujar Ketua Umum Aspadin Rachmat Hidayat.
Kepala Biro Hukum Hukum Persidangan dan Hubungan Masyarakat Kemenko Perekonomian yang juga terlibat dalam penyusunan RPP Perijinan Berusaha tuturnan UU Cipta Kerja, I Ktut Hadi Priatna, mengatakan RPP Perijinan Berusahan Berbasis Risiko dan NSPK (Norma Standar Prosedur Kriteria), itu sudah hampir selesai dibahas. Namun, RPP ini masih memerlukan waktu 3 bulan untuk disahkan karena harus menerima masukan dari masyarakat termasuk para pelaku usaha terlebih dulu.