Saya tidak mengenal Fahri Hamzah secara pribadi, bahkan bertemu-mukapun belum pernah. Pengetahuan saya tentang dirinya bersumber dari berita yang saya akses di beragam media. Saya juga bukan pemilih yang mencoblosnya dalam kontestasi kursi legislatif karena berbeda daerah. Jadi, segala hal yang saya urai dalam tulisan ini murni berasal dari pendapat pribadi yang rentan terhadap subjektivitas dan kesalahan menurut sudut-pandang orang lain.
Ditambah lagi dengan kualifikasi pengetahuan yang saya yang rendah karena berprofesi sebagai petani. Sehingga tidak sepadan bila dibandingkan dengan pemikir lain yang lebih memiliki landasan keilmuan, jeli, runut, logis dan objektif. Tulisan ini juga sama sekali tidak berkaitan dengan pemilu yang akan digelar. Otomatis, bukan bagian dari kerja-kerja suksesi karena saya bukan tim suksesnya.
Baca juga: API Gelora Kota Tangerang, Fahri Hamzah: Ajang Menyiapkan Caleg Berkualitas
Entah kenapa hari ini tangan saya menjadi tergerak dan ingin sekali menuliskan sosok Fahri Hamzah, seorang mantan ‘artis senayan’ yang pantas diacungi jempol karena berani bersuara lantang, meski bersilang pendapat dengan teman-temanya, 𝑝𝑙𝑢𝑠 menerima obralan makian netizen. Meski menuai respon negatif, Fahri tetap konsisten dengan pikirannya yang menyangkut masalah kebangsaan.
Tidak jarang kita melihat sejuta caci-maki berseliweran di medsos yang ditujukan untuknya karena bersuara lantang saat menjabat sebagai anggota parlemen di gedung DPR-RI. Padahal, memang itulah tugas dan fungsinya; bersuara lantang dalam merumuskan peraturan perundang-undangan dan menjalankan fungsi sebagai regulator, bukan diam.
Baca juga: Bertarung di Pulau Sumbawa NTB, Fahri Hamzah Resmi Caleg Partai Gelora
Bayangkan, dari 580 anggota DPR-RI hanya hitungan jari yang berani kritis ketika ada kebijakan yang keliru yang dijalankan oleh pemerintah. Minimnya sikap kritis membuat fungsi dan peran DPR-RI menjadi lemah saat berhadapan dengan kekuasaan eksekutif. Padahal, bersama yudikatif dan eksekutif, DPR-RI adalah bagian utuh dari 3 (tiga) pilar demokrasi.
Saat zaman menunjukkan seolah segalanya dapat dibeli dengan uang, sukar sungguh mencari sosok yang konsisten memegang prinsip dan bersuara lantang. Karakter langka tersebut melekat pada sosok Fahri Hamzah. Sikapnya layak disebut berkarakter ksatria sehingga pantas menjadi suri-tauladan bagi generasi muda.
Saya yakin, ia menempuh proses yang baik dalam mencapai pembentukan karakter yang tangguh. Terlepas dari segala kekurangannya sebagai manusia, masyarakat Nusa Tenggara Barat beruntung memiliki seorang Fahri Hamzah yang mewakili mereka di Senayan. Harapan saya, semoga di masa depan akan lebih banyak Fahri-Fahri lain lahir dari penjuru Indonesia, melalui dan menjalani proses yang baik dan benar, dipilih oleh masyarakat sehingga mampu menduduki mayoritas kursi legislatif di gedung DPR-RI di Senayan. Hanya dengan cara itu parlemen dapat memberi dampak positif bagi kehidupan bangsa dan negara juga penghidupan berbangsa dan bernegara.
Penulis
Mahyuddin
Profesi petani
https://www.facebook.com/Mahyuddin.05
Blog www.keberkupi.com