Jakarta, Sumbawanews.com.- Lembaga zakat harus mengantisipasi fraud agar tidak terjerat hukum. Ada beberapa lembaga zakat dan sosial yang terkena fraud dan berurusan dengan hukum bahkan ada yang dibekukan.
“Ada empat pembahasan dalam fraud di lembaga zakat. Pertama, risiko dan potensi TPPU dan fraud pada lembaga zakat (korporasi). Kedua, dampak dan pencegahan TPPU dan fraud pada lembaga zakat (korporasi). Ketiga, risiko Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) lembaga zakat. Keempat, strategi cerdas berdonasi dan mitigasi risiko bagi lembaga zakat,” kata Direktur Hukum dan Regulasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Fithriadi Muslim di Forum Literasi Filantropi Vol 10 “Adakah Potensi Fraud pada Lembaga Zakat?”, Rabu (12/7/2023).
Baca juga: Muslim Arbi Desak Kejagung Periksa Putera Jokowi Kaesang Terkait Dugaan Aliran Dana Korupsi BTS Kominfo
Kata Fithriadi, kasus ACT merupakan fraud yang mendapat sorotan publik dan dimuat laporan utama majalah Tempo. “Ada juga yayasan sosial di Tegal menggelapkan hasil donasi,” paparnya.
Berdasarkan temuan PPATK, kata Fithriadi, kasus penggelapan dana yayasan sejak tahun 2013 sampai 2022 mencapai Rp1,7 triliun. “Dari total itu, Rp700 miliar mengalir ke beberapa perusahaan afiliasi yayasan untuk kepentingan membayar gaji, insentif, tunjangan, premi asuransi pimpinan dan lainnya,” ungkap Fithriadi.
Baca juga: DPD RI Usulkan Anak-Cucu Pengemplang BLBI Di-blacklist
Menurut Fithriadi, PPATK juga menemukan sejumlah dana keluar yang digunakan untuk pembelian aset berupa properti dan kendaraan bermotor, pembelian valas, operasional yayasan, produksi film dan publikasi, tarikan tunai dan biaya notaris, ditransfer ke rekening karyawan yayasan, hingga ditransfer ke rekening dan pengurus untuk kepentingan pribadi.
“Dari penelusuran PPATK terhadap rekening pendiri dan ketua yayasan beserta keluarganya, diketahui yang bersangkutan menerima dana dari yayasan dan pihak yang berafiliasi sebesar Rp13 miliar yang digunakan untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.
Baca juga: Nama Politisi Hilang dari Dakwaan Kasus BTS, Bursah Zarnubi: Kenapa Nama Suami Puan Ikut Raib Juga
Lembaga zakat mengalami kerugiaan akibat fraud dan pencucian uang. “Fraud berdampak pada risiko reputasi dan hilangnya kepercayaan masyarakat. Fraud dapat dikenakan kepada pejabat atau pegawai lembaga zakat,” ungkap Fithriadi.
Deputi Direktur Dana Sosial Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Urip Budiarto mengatakan, lembaga zakat sulit memitigasi fraud.
Baca juga: Survei LSI: 81,9 Persen Warga Puas dengan Kinerja Jokowi, Warganet: Salah! Harusnya 157 Persen
“Organisasi nonprofit termasuk lembaga zakat tidak lepas dari terjadinya fraud karena organisasi memiliki sedikit sumber daya membantu mencegah terjadinya penipuan karena kurangnya pengawasan dan kontrol internal,” tegasnya.
Umumnya terjadinya fraud di lembaga nonprofit dengan korupsi, pembayaran dengan kuitansi kosong. Potensi korupsi dan penyelewangan ada di lembaga nonprofit.
Ia mengatakan, faktor pendorong terjadinya fraud di antaranya gaya hidup, pasangan, tekanan keuangan, kebutuhan dasar, percintaan, tekanan jabatan. “Pencegahan fraud dengan penindakan, perbaikan sistem dan edukasi,” paparnya.
Sedangkan Supervisor Space IZI Tasrif mengatakan, fraud dijelaskan dalam Al Quran ayat 27. “Sejarah mencatat terjadi fraud era Rasulullah kasus ghulul atau penggelapan yang dituduhkan oleh sebagian pasukan Perang Uhud terhadap Nabi SAW,” paparnya.
Fraud suatu perbuatan melawan hukum dan disengaja sehingga merugikan keuangan dan nonkeuangan di organisasi ataupun individu. “Seandainya tidak disengaja itu lalai bukan fraud. Kita bisa menilai lalai atau fraud ada pendalaman investigasi, wawancara mendalam sehingga dapat informasi ini kelalaian pegawai atau fraud,” jelasnya.
“Mengingat bahwa penugasan Satgas BLBI hanya sampai akhir tahun 2023 maka Satgas BLBI harus bekerja keras dan menarik seluruh piutang negara sebelum masa tugas berakhir,” jelasnya.
“Kami berpendapat, untuk melakukan penagihan terhadap pihak perbankan atas penunggakan kewajibannya, diperlukan peningkatan kewenangan yang diberikan kepada Satgas BLBI ini,” ujar Bustami yang juga Senator asal Lampung ini.
Ditempat yang sama, anggota DPD DKI Jakarta, Fahira Idris mendukung agar Satgas BLBI ini dapat diperpanjang masa tugasnya agar dapat menyelesaikan hak tagih atas dana BLBI.
“Kami ingin mengetahui sejauh mana implementasi PP No.28/2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara pada penyelesaian piutang negara khususnya terkait dengan BLBI, dan juga bagaimana implementasi mengenai ancaman satgas BLBI yang akan memblokir akses keuangan obligor/debitur pada kasus BLBI ini,” imbuhnya.
Senada dengan Ketua Pansus, Anggota Pansus lainnya yang merupakan Senator NTB, Evi Apita Maya juga ingin agar penyelesian hak tagih negara atas BLBI ini dapat segera terselesaikan melalui Satgas BLBI.
“Kami hadir untuk bersinergi dengan Satgas BLBI dalam rangka penyelesian hak tagih negara dan kami mendukung agar Satgas BLBI dapat berlanjut jika pada akhir tahun 2023 penyelesaian hak tagih ini belum selesai,” kata Apita.
Sementara itu anggota Pansus dari Provinsi Sulawesi Selatan Tamsil Linrung berharap keberlanjutan Satgas BLBI dipertahankan.
“Sebab rakyat ini menaruh harapan besar kepada Satgas BLBI untuk bisa mengembalikan uang negara sehingga keberlanjutan Satgas BLBI ini menjadi penting agar hasil penagihan piutang negara menjadi optimal,” kata Tamsil.
Sementara itu, Staf Ahli Utama Pansus BLBI DPD RI, Hardjuno Wiwoho menjelaskan utang para obligor/debitur tetap tercatat dan tidak akan terhapus sampai mereka melunasi utangnya, yang merupakan uang negara.
“Saya kira, komitmen (menagih utang) sudah pasti, selama negara ini masih ada. Itu tentu mengikat pemerintah berikutnya. (Itu menjadi) tugas pemerintah, siapa pun yang memerintah dan berkuasa kelak,” pungkasnya.(HS)