JAKARTA, Sumbawanews.com.- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengakui banyak mendapat aduan dari masyarakat terkait penayangan iklan susu kental manis (SKM) di televisi. Masyarakat khawatir kandungan SKM lebih banyak kadar gulanya dibandingkan susu asli.
Bahkan, aduan itu menempati urutan kedua terbanyak di bawah kasus penyehat tradisional. Menurut Komisioner KPI Dewi Setyarini, ada kekhawatiran dari masyarakat kalau kadar gula dalam SKM cukup tinggi. Namun pihaknya belum bisa mengeksekusi karena harus berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku pemberi izin peredaran. “Ada kekhawatiran di tengah masyarakat bahwa SKM memiliki kandungan kadar gula tinggi. Tapi kami tidak bisa bilang iklan ini menyesatkan atau tidak, karena kami tak punya orang farmasi untuk meneliti kadar gula seperti yang dimiliki BPOM. Kami kan butuh argumen untuk mengatakan kalau iklan ini menyesatkan atau tidak,” kata Dewi saat dihubungi, Sabtu (11/12).
Dia menuturkan, pihaknya bertugas salah satunya mengawasi iklan yang sudah tayang di televisi. Iklan itu muncul di media butuh proses panjang, yaitu melalui izin BPOM dan digodok lagi di tingkat produsen, lalu baru dibuat iklan untuk ditayangkan. “Jadi ada beberapa proses dan KPI adalah (mengawasi) pasca tayang. Setelah muncul lalu kami review,” terangnya.
Untuk bisa mengeksekusi keluhan dan aduan dari masyarakat, KPI perlu bekerjasama dengan berbagai lembaga lain seperti BPOM dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sehingga proses penghentian tayangan iklan akan lebih mudah. “Penting banget dilakukan sinergi. Misalnya Kemenkes bilang, ini lho SKM menyesatkan, bagaimana BPOM? Tapi kami punya kewenangan masing-masing,” ujar dia.
Sejauh ini, pihaknya juga belum pernah mendapatkan surat dari otoritas seperti BPOM dan Kemenkes terkait pelarangan susu kental manis tertentu. “Sampai sekarang kami belum bisa melakukan tindakan apapun mengenai iklan SKM. Kami juga akan teruskan aduan masyarakat ke BPOM,” ujar Dewi.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, perlu dibuatkan aturan khusus jika masalah pangan berdampak merugikan kesehatan anak-anak. Menurut dia, penayangan iklan atau promosinya harus lebih ketat dan tak bisa disamakan dengan regulasi pangan pada umumnya.
Dia pun membandingkan, banyak negara sudah tak menayangkan iklan SKM, tapi di Indonesia masih ada kelonggaran. “Di banyak negara, SKM sudah tidak lagi diiklankan. Misalnya di Eropa. Mengapa di Indonesia masih diiklankan dan menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan dan SKM dikonsumsi seperti layaknya susu. Ini harus diatur,” kata Agus Pambagio.
Menurutnya, pangan dengan kadar gula tinggi seperti minuman ringan dengan kadar gula tinggi atau susu kental manis mutlak harus diatur terpisah, termasuk pemberian label khusus. “Pangan seperti ini tidak boleh diiklankan dengan menggunakan model anak-anak atau diperuntukkan anak-anak,” ujarnya.
Agus juga menekankan, SKM bukan susu, tapi larutan gula rasa susu. Ini seperti salah satu permen kopi, rasanya manis rasa kopi. “Jadi jangan dibalik-balik penyebutannya,” tegas Agus.
Sebelumnya Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia atau YAICI telah mengadakan audensi di Kantor KPI Pusat, Selasa (17/10/2017).
Perwakilan dari YAICI menyampaikan maksud tujuan mereka melakukan audiensi dengan KPI Pusat yakni soal pemenuhan hak kesehatan anak dalam informasi yang tepat dalam rangka untuk memperingati Hari Kesehatan Nasional tahun 2017 yang jatuh pada 12 November 2017 nanti.
Arif, salah satu perwakilan YAICI mengatakan, pihaknya memiliki kepentingan dalam perlindungan terhadap anak khususnya informasi mengenai pangan yang tidak benar. “Karena itu, pertemuan dan kesepakatan dengan KPI sangat penting untuk perlindungan anak di layar kaca. Kita ingin melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai informasi pangan yang sehat pada saat Hari Kesehatan Nasional nanti,” katanya.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, yang ikut dalam pertemuan tersebut mengatakan, pihaknya akan melakukan tindakan koordinatif dengan pihak terkait seperti BPOM dan Kementerian Kesehatan jika ditemukan adanya informasi atau iklan soal pangan yang tidak jelas atau sumir. “Kami ada kerjasama dengan instansi tersebut terkait siaran atau iklan pangan dan obat,” katanya(**/KPI/sn01)