Sumbawa Besar, sumbawanews.com – Pengamat Hukum, Dr. Lahmuddin Zuhri, SH., M.Hum., di ruang keranya Jum`at (03/02) menilai, keputusan yang dikeluarkan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang penundaan pemilu, melampaui kewenangan. Selain itu, putusan tersebut juga dipandang sebagai sebuah “Insiden Hukum” dalam tata peradilan.
Dikatakan, dalam system peradilan, dikenal beberapa kamar dalam pengadilan. Seperti kamar pengadilan umum, yang berisi pidana dan perdata. Kamar pengadilan administratif yang isinya masalah administrasi ketata negaraan. Dan ada kamar militer.
“Dan itu mengerucut kepada Mahkamah Agung,” ucapnya yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Samawa (UNSA).
Kemudian, kamar sengketa kepemiluan, ketatanegaraan, dan antar Lembaga tinggi negara. “Itu di Mahkamah Konstitusi. Termasuk melakukan yudisial review terkait dengan uu, hak-hak warga negara,” jelas dia.
Dikatakan, putusan pengadilan harus dikaji dalam perspektif system peradilan. Jika keperdataan akan masuk kepada peradilan privat, dan keputusannya berdampak dalam hal keperdataaan antar para pihak.
“Jika masuk perdata, peradilan umum, maka tentu bicara keperdataan hak peradilan private. Antar orang per orang, antar Lembaga per Lembaga dan Lembaga dengan perorangan atau sebaliknya. Dalam system hukum kita, dalam teori ilmu hukum ada hukum public dan hukum privat. Privat itu masuk dalam ranah keperdataan. Sehingga putusannya pun berdampak kepada keperdataan antara kedua belah pihak. Tidak boleh berdampak kepada orang lain. Hanya hubungan antara penggugat dan tergugat dalam hal ini partai penggugat dan KPU. Tidak boleh ada pihak lain yang terdampak disitu. Karena hubungan keperdataan itu, hanya hubungan para pihak,” ungkap dia.
Sehinga, keputusan tentang ganti rugi dalam amar putusan pengadilan negeri Jakarta pusat, sudah tepat. Namun diluar keputusan tersebut, termasuk putusan untuk mengundur atau menunda pemilu merupakan putusan yang telah melampaui kewenangan.
“Kalau melewati batas itu, off-side itu. Sebab itu harusnya dikeluarkan oleh peradilan ranah publik. Ada peradilan administrasi negara, MK. Ini insiden hukum yang membuat para sarjana hukum itu berfikir keras. Dan pointnya, didalam system pradilan itu offside,” tegasnya.
Gugatan Banding Melompat
Dijelaskan, keputusan yang telah dikeluarkan oleh pengadilan Jakarta pusat tidak mungkin dicabut Kembali. Sehingga musti dilakukan upaya hukum lainnya berupa banding terhadap keptusan pengadilan tersebut.
Disebutkan, KPU, partai politik dan masyarakat umum dapat melakukan banding terhadap gugatan tersebut lewat system peradilan administrasi negara. “Karena itu bagaimanapun putusan pengadilan itu adalah putusan negara,” ucapnya.
Dijelaskan, didalam doktrin administrasi negara, yang dapat digugat dalam administrasi negara adalah Lembaga public atau pejabat negara, atau bukan Lembaga hukum. Namun agar tidak mengalami kebuntuan hukum, sehingga semua orang yang berdampak atas putusan itu, berhak untuk melakukan gugatan.
Diungkapkan, gugatan hukum yang dilakukan musti melopati nalar hukum mindstream. “Artinya putusan pengadilan Jakarta pusat itu. Kemudian banding gugatan administrasi negara yang dilakukan oleh masyarakat atau pihak manapun, melalui pengadilan tata usaha negara Jakarta. Bisa dicoba untuk melakukan itu,” kata dia.
Sebab logika umum hukum adalah, banding terhadap putusan pengadilan negeri harus dilakukan ke pengadilan tinggi. “artinya ini diluar mindstream. Melompat dari Batasan logika hukum formal yang selama ini kita gunakan,” ucapnya.
Dikatakan, namun seharusnya pihak yang paling berhak dan bijak untuk melakukan gugatan banding adalah KPU. “Saya lahmuddin zuhri menginginkan pemilu 2024, tapi putusan itu diundur. Saya berhak mengajukan ggugatan administrasi negara terhadap putusan itu, walalupun saya tidak berdampak langsung. Ini untuk menjembatani kebutuan hukum itu. Tapi yang paling bijak, adalah KPU melakukan banding terhadap putusan itu,” ucapnya. (Using)