Jakarta, Sumbawanews.com. – Usaha untuk menjaga dan mempromosikan gizi yang tepat, termasuk pemberian ASI, harus menjadi bagian dari strategi pencegahan Covid-19 guna membangun daya tahan individu dan komunitas. Karenanya, banyak pihak yang menyayangkan pemerintah yang seolah-olah tidak peka terhadap masalah gizi yang tepat ini.
Hal itu dibuktikan realokasi anggaran dalam penanganan Covid-19 yang disalurkan untuk industri dan dunia usaha, angkanya jauh lebih besar ketimbang ke sektor kesehatan dan perlindungan sosial. Dari besaran anggaran penanganan Covid-19 pada APBN Perubahan 2020 sebesar Rp 405,1 triliun, anggaran dukungan industri/dunia usaha mencapai 37%-nya. Sedangkan, anggaran kesehatan hanya 18,5% dari total belanja Covid-19, lalu anggaran jaring pengaman sosial tercatat sebesar 27,2% dari total belanja penanganan Covid-19.
Agus Pambagio, Pengamat Kebijakan Publik, menyayangkan hal itu. Dalam pengamatannya, dengan sangat besarnya anggaran dari penanganan Covid-19 ini yang dialihkan atau dialokasikan ke sektor industri, itu artinya pemerintah sudah bergeser dari program strategisnya dalam menurunkan angka stunting di Indonesia.
“Jadi saya berharap, agar pemerintah tetap mengutamakan juga anggaran yang jauh lebih besar untuk penanganan stunting ini. Karena harus kita sadari bahwa stunting ini bukan hanya keperluan kita saja, tetapi juga anak-anak di seluruh dunia,” ujarnya di acara diskusi online FJO “Waspada Stunting di Tengah Pandemi” baru-baru ini.
Hal senada disampaikan Dr.dr. Tubagus Rachmat Sentika Sp.A. MARS, Anggota Satgas Tumbuh Kembang Anak PB IDAI. Dia menegaskan bahwa anggaran untuk mengatasi stunting, imunisasi, kesehatan ibu dan bayi, seharusnya diberikan jumlah yang lebih besar ketimbang ke sektor usaha. “Tolong anggota DPR paham betul dan jagai anggarannya, jangan tiba-tiba diganti-ganti, ini rakyat kasian. Apalagi kita saat ini sedang memantau kualitas 8 juta balita yang mengalami stunting saat ini yang ada di 514 di desa. Jangan tiba-tiba diganti semuanya, direfocusing menjadi tidak ada lagi. Matilah negara kita ini kalau itu terjadi,” ucapnya.
Sementara, di acara yang sama, Anggota DPR RI Komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah M.Si, M.PA, menyayangkan adanya usulan Kementerian Pertanian untuk memangkas anggaran program kegiatan di daerah rawan pangan dan stunting. Pos anggaran itu sebelumnya terdampak pemotongan dalam rangka refocusing anggaran Pemerintah untuk penanganan Covid-19.
“Saya sangat menyesalkan adanya pemotongan anggaran di pos ini, karena nanti implikasinya akan jadi kacau balau. Anggaran pengentasan daerah rawan pangan sebelumnya sudah kecil, ini malah dipotong lagi lebih kecil,” tukasnya.
Politisi PKB ini mengatakan pemotongan anggaran tersebut dikhawatirkan berdampak terhadap ancaman peningkatan jumlah stunting pada masa mendatang. “Padahal, dalam pidato Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 lalu, Pemerintah berjanji akan memprioritaskan pengentasan stunting dalam lima tahun mendatang,” katanya.
Dengan adanya pemotongan anggaran di sektor ini, Luluk tidak yakin target pengentasan stunting ini akan tercapai. Luluk pun mengusulkan ketimbang memangkas anggaran stunting, Kementan lebih baik memotong pos daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) lain dalam APBN Kementerian Pertanian 2020. “Kalau mau refocusing anggaran jangan kurangi dana stunting,” tegas legislator dapil Jawa Tengah IV itu.
Dirjen Gizi Kemenkes RI, Dr. Dhian Dipo, setuju bahwa di masa pandemi Covid-19 ini, pembudayaan masyarakat yang hidup sehat itu sangat penting dalam upaya preventif, termasuk di dalamnya dalam penanggulangan stunting. “Karenanya masalah edukasi yang kita kedepankan yaitu pemahaman masyarakat terhadap gizi itu sendiri,” katanya. (sn01)