Jakarta, Sumbawanews.com.- Akhmad Zainal Abidin, Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (ITB), menilai kebijakan pelarangan kantong kresek sebagai kebijakan keliru. Seharusnya pemerintah tidak melakukan pelarangan kantong kresek karena sampah dari produk tersebut bisa didaur ulang menjadi aneka ragam produk.
“Kantong plastik kresek itu bisa didaur ulang menjadi pelet lalu dibentuk lagi menjadi kantong kresek, atau produk lainnya yang memerlukan grade plastik yang lebih rendah,” kata Akhmad Zainal. Bahkan sampah kantong kresek juga bisa dibuat plastipal atau plastik penguat jalan aspal, dan bisa direcovery menjadi BBM dengan pirolisis atau untuk diambil energinya dengan insenerasi,” katanya. Cara tersebut dinilainya baik untuk lingkungan, industri, dan baik untuk ekonomi Indonesia.
“Masalahnya di negeri kita ini sampah sering dianggap sebagai barang yang tidak berguna dan barang kotor. Padahal dengan adanya pengelolaan sampah yang baik bisa menambah nilai ekonomi,” tegas Akhmad Zainal.
Ia mencontohkan program Manajemen Sampah Zero (Masaro) yang diklaim mampu menyulap sampah menjadi uang. Sebab, program manajemen sampah ini mengubah sampah menjadi produk bernilai ekonomi.
Prinsip yang dilakukan Masaro antara lain pemilahan sampah langsung di sumber, pengolahan sampah di dekat sumber, pelibatan masyarakat, pemerintah, dan industri. Hal terpenting dari Masaro adalah kemampuannya untuk mengolah seluruh sampah dan menjadikannya produk yang memiliki manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi.
Melalui program Masaro, sampah plastik kresek dan bungkus makanan bisa diolah menjadi bahan bakar minyak pengganti minyak tanah dan penguat jalan aspal. Sementara pengolahan 1 kilogram sampah membusuk (organik) bisa diolah menjadi 10 liter pupuk atau pakan organik cair. Pupuk ini bisa dimanfaatkan masyarakat untuk 1 hektar dari awal sampai panen.
Prinsip yang dilakukan Masaro antara lain pemilahan sampah langsung di sumber, pengolahan sampah di dekat sumber, pelibatan masyarakat, pemerintah, dan industri.
Hal terpenting dari Masaro adalah kemampuannya untuk mengolah seluruh sampah dan menjadikannya produk yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis yang tinggi.
Untuk pengolahan, Akhmad membagi sampah yang bisa diolah menjadi empat jenis, yaitu sampah organik, plastik, sampah bakar, dan daur ulang. Sampah organik yang bisa membusuk bisa dicacah lalu diolah sehingga bisa menghasilkan pupuk organik cair, konsentrat pakan organik cair, dan media tanam dalam polybag.
Untuk sampah nonorganik, Masaro bisa mengolah sampah kategori ini menjadi BBM hingga menjadi plastik penguat jalan.
Selanjutnya, sampah bakar bisa dijadikan menjadi sampah bakar non B2 atau tidak mengandung bahan berbahaya dan sampah bakar B2. Sampah bakar non B2 menjadi bahan bakar unit produksi BBM, dan abu hasil pembakarannya menjadi bahan media tanam.
Terakhir, sampah daur ulang yang memiliki nilai yang biasa diambil oleh pemulung. Masyarakat tinggal memilah dan mengumpulkan sampah tersebut sehingga bisa diambil oleh industri daur ulang.
Dengan empat tawaran teknologi itu, Akhmad menegaskan penanganan sampah bisa terselesaikan, dan tidak perlu diangkut lagi ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Akhmad pun meminta agar pola manajemen sampah diubah dari “kumpul angkut buang” menjadi “pilah kumpul angkut proses jual”. Ia menegaskan peran regulator diperlukan untuk mengubah pola penanganan sampah agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan, tetapi membuang sampah dengan pola terpilah.
“Pemilahan sampah di sumber dan pengumpulan secara terpilah sangat penting agar semua sampah bisa digunakan ulang, didaur ulang atau di-recovery, sehingga bisa diterapkan zero waste dan 100 persen ekonomi sirkular,” tegasnya.